Pagi itu suasana Transjakarta yang membawa saya dari Komdak ke arah Kota terasa lengang sehingga saya pun bisa mendapatkan tempat duduk. Waktu masih menunjukkan jam 07.10 WIB ketika bus baru sampai daerah Setiabudi. Saat itu mata saya tertuju pada seorang pria muda yang berjalan dari arah bagian depan bus Transjakarta yang khusus buat penumpang wanita.
Si Pria muda berpakaian rapi, jauh lebih rapi dari saya, berkacamata hitam, memegang tongkat, dituntun oleh petugas/kondektur bus Transjakarta dari bagian depan menuju ke bagian tengah bus Transjakarta. Rupanya si Pria muda salah masuk ke bagian bus yang khusus untuk wanita. Kebetulan bagian tengah bus Transjakarta terdapat beberapa bangku kosong, sehingga si Pria muda dapat tempat duduk ketika si petugas bus Transjakarta menuntunnya sampai duduk di bangku tersebut.
Beberapa detik lamanya saya perhatikan si Pria muda tersebut, dan akhirnya saya sadari bahwa ternyata dia tuna netra. Si Pria muda yang ternyata buta menggendong sebuah tas, tampaknya dia mau berangkat kerja. Seorang pria muda yang buta, pagi hari berangkat kerja, dengan semangat tinggi menjemput rizkinya. Salut dan hormat saya baginya, dalam keterbatasan penglihatannya, dia berjuang naik bus Transjakarta dan sisanya berjalan kaki untuk bekerja. Suara pengumuman di bus Transjakarta memberitahukan bahwa sebentar lagi bus akan memasuki halte Sawah Besar, terlihat si Pria muda beranjak berdiri menuju pintu keluar. Ketika berhenti di halte Sawah Besar, si Pria muda turun dari bus Transjakarta dibantu oleh petugas yang memang berjaga di pintu bus.
Kejadian di pagi hari mengingatkan saya pada Mas Puji, dulu tukang urut langganan saya. Mas Puji ini kebetulan tuna netra dan tinggal berdua dengan istrinya yang tuna netra juga. Mereka tinggal di sebuah kontrakan, rumah petak sederhana. Tadinya mereka berdua memiliki anak laki-laki yang sudah bersekolah kalau tidak salah sudah kelas 5 SD, namun kemudian meninggal dunia karena menderita sakit. Mas Puji dan istrinya sama-sama berprofesi sebagai tukang urut, menjadi mata pencaharian keseharian. Dalam keterbatasan mereka tetap berikhtiar, bekerja keras, menolak menyerah dengan kekurangan mereka. Mereka sadar harus tetap bekerja keras menjemput rizki.
Berkaca dari si Pria muda dan mas Puji, malu rasanya bagi kita yang diberikan kelengkapan dan kesempurnaan anggota tubuh masih gampang menyerah ketika mendapatkan halangan dalam kehidupan. Baru bekerja sebentar, digangguin oleh rekan kerja dan dipersulit atasan dalam pekerjaan maupun karir kemudian menyerah. Sedikit-sedikit menyerah dan menggerutu, begitulah kebanyakan orang berperilaku sehari-hari. Bayangkan dengan si pria muda tuna netra, berjalan dengan tongkat, di tengah ruwet dan ganasnya lalu lintas ibukota, betapa banyak kesulitan dan halangan yang harus dihadapinya, dan dia tidak mau menyerah.
Kadang kala kita merasa sebagai orang yang paling menderita ketika menghadapi masalah. Sering pula kita menganggap diri kita orang yang paling tidak beruntung ketika kita mendapat kesialan akan suatu kejadian atau kasus. Namun seringkali kita melupakan bahwa banyak orang yang nasibnya jauh di bawah kita, sangat kurang beruntung secara materi dan ekonomi. Dimana rasa syukur kita kalau sudah begini, berkelimpahan berkah dan anugerah namun seringkali menegasikannya.
Sesungguhnya banyak kenikmatan Allah subhanahu wa ta'ala yang tanpa kita sadari sudah melekat pada diri kita sehingga masih muncul pikiran bahwa kita masih kurang ini kurang itu. Ketika sudah berhasil menyadarinya, maka tidaklah ada lagi keluh kesah dalam menjalani kehidupan dan menerima realitas yang ada dalam kehidupan ini. Semua orang menjadi bersyukur dalam menikmati karunia Ilahi, baik dalam suka maupun duka. Si Pria muda tuna netra dan mas Puji telah memberikan pelajaran dan mengajarkan pada kita apa itu arti bersyukur dan tidak kenal lelah berikhtiar menjemput Rizki.
Firman Allah untuk mengingatkan kita:
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?" (Q.S. Ar-Rahman: 13).
MRR, Jkt-01/03/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H