Lihat ke Halaman Asli

Tuntaskan Tikus Berdasi, Kurangi Angka Kemiskinan Negeri

Diperbarui: 23 November 2021   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tikus berdasi adalah sebutan bagi para penguras uang negara alias koruptorisme. Sebutan ini berupa sindiran bagi para pejabat yang melakukan korupsi. Hingga kini korupsi menjadi masalah yang tidak dapat terselesaikan di negeri ini. Korupsi yang dilakukan sangat merugikan negara dan masyarakat. Karena korupsi yang dilakukan tidak tanggung-tanggung, mulai dari jutaaan sampai triliunan. Kita tahu bahwa uang korupsi adalah uang rakyat, yang semestinya digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Banyak sekali pejabat kecil sampai besar tidak sadar dengan apa yang telah mereka lakukan. Hukum yang terlalu ringan dan tidak sebanding  membuat para tikus berdasi masih berani melakukan tindak korupsi bahkan secara terang-terangan. Mereka seakan-akan tidak merasa kapok terhadap apa yang telah mereka lakukan. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia 2021 sebesar 3,88 pada skala 0 sampai 5. 

Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian 2020 sebesar 3,84. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius oleh pemerintah, bagaimana penanganan dan pencegahan agar koruptor tidak ada lagi. KKN terjadi secara besar-besaran ketika pemerintahan orde baru dibawah pimpinan Soeharto. Hal tersebut seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi para petinggi negara untuk memperbaiki sistem perhukuman di indonesia. Diantaranya Polri, Kejaksaan, Kpk, dan lembaga hukum lainnya, untuk bersatu tuntaskan korupsi yang merugikan negara.

Laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukkan, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 26,83 triliun pada semester 1 2021. Hal ini yang menghambat laju pembangunan sebagai upaya kurangi kemiskinan. Seperti yang terkandung pada sila kedua " Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab." Sudah seharusnya semua pejabat sadar dengan apa yang telah mereka lakukan berdampak pada rakyat kecil yang ingin sejahtera.

Bandingkan dengan negara China yang telah menerapkan hukuman mati bagi pejabatnya yang melakukan korupsi. Walaupun banyak negara yang menentang hal tersebut karena bertentangan dengan HAM, Presiden China Xi Jinping tidak menghiraukannya. Di Indonesia sendiri hukuman mati masih menjadi pro dan kontra. Namun baru-baru ini Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, membuka wacana kembali tentang hukuman mati bagi koruptor, seperti yang tertuang pada UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 Di Pasal 2 bahwa: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan." Yang sampai kini belum terealisasikan.

Oleh karena itu, sudah seharusnya korupsi dibumi hanguskan di negeri ini, demi terwujudnya negara maju dan rakyat menjadi sejahtera, adil, dan makmur.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline