Tahun ini penuh dengan cerita hukum dari hukum jalanan sampai hukum di meja pengadilan,kita bisa lihat bagaimana buasnya pengeroyokan kepada orang yang mereka anggap penista keyakinan, padahal perselisihan antara mereka cuma perbedaan tafsir, belum lagi nyawa berjatuhan atas nama kehormatan SPT kasus sambo dan fanatisme olahraga SPT yg terjadi di Kanjuruhan, kita di suguhkan reli-reli peristiwa yang berdurasi lama dan membosankan,, inilah tahun 2022 dimana kata demi kata di ruang social media bisa jadi senjata yang mampu menghakimi siapapun, kita terasa jauh dari peradaban filsafat di zaman keemasan dunia ilmiah.
bagaimana mengenai nasib Pendidikan Filsafat secara umum di Indonesia?
harus diakui filsafat itu tidak populer saat ini bahkan kadang dicurigai, kemarin Ada yang menyebar dan membagikan fatwa bahwa filsafat itu haram. Padahal sejauh ini bisa di baca, peradaban-peradaban besar dunia, munculnya ketika jayanya filsafat, seperti peradaban Yunani, Islam, dan Barat, Makanya menarik kenapa kita sekarang banyak curiga, Bahkan muslim itu sering membanggakan zaman keemasan Islam tapi lupa bahwa zaman keemasan Islam itu jaya luar biasa, antara lain karena filsafat,Jadi filsafatnya dimaki-maki tapi kejayaannya dipuji-puji. Banyak cerita mengenai bagaimana transformasi kejayaan Islam dari abad ke-7 sampai abad ke-13, terus menerus ke awal abad ke-20. Tapi yang paling keren itu Zaman Abbasiyah, di abad ke-8 sampai ke-13. Harun Ar-Rasyid ke belakang. Al-Makmun, Al-Mansur, Al-Mustarsyid. Memang Jaya-jayanya karena dukungan kepada dunia ilmiah, dunia filsafat yang luar biasa dari penguasa saat itu.
Dan yang perlu di perhatikan mereka itu sangat bisa menunjukkan keterbukaan.
Tentunya acuan dari Aristoteles.
mereka membuka diri untuk belajar dari manapun SPT India, Tiongkok, Yunani...Iya. ... Mereka Dapat banyak dari mana-mana, penerjemahan juga dari mana-mana. Bahkan tidak harus dari ilmuwan muslim Mereka menerima Yahudi, Di Baitul Hikmah yang jadi
Pengajar dari kalangan Yahudi, Nasrani, Atheis, dll. Jadi untuk bidang keilmuan mereka sangat terbuka dari manapun.
Itulah kenapa saat itu disebut era emasnya dunia Islam, etos ilmiah ini penting untuk dihidupkan. Kembali.
zaman itu karyanya para ulama dihargai,
Bentuknya misalnya bukunya beratnya setengah kilo,maka bayarannya setengah kilo emas. Wah kalau saat ini bisa seperti itu, Maka para penulis semangat juga menulis, para ulama ini disibukan dengan ilmu saja, tidak dengan yang lain-lain,nantinya ulama-ulama jadi penopang kekhalifahan zaman itu.
kalau dilihat
orang-orang Seperti Ibnu Sina, Al Khwarizmi, Hamid Al Ghazali, dsb.,
mereka polimatik, yang artinya mereka
menguasai banyak sekali dimensi / bidang ke- ilmuan . itu
menunjukkan keterbukaan terhadap ilmu, Rasa ingin tahu dan etos ilmiahnya tinggi plus terbuka. perspektif jadi luas karena dapat dari mana-mana dan Dari berbagai bidang. cerita-cerita para ulama dan semangat belajarnya itu dibandingkan kita hari ini ...rasanya malu. Kita tidak ada apa-apanya dengan mereka. Kita sibuk mencari yang tidak penting, label-label yang dibuat sehingga jadilah kata-kata seperti ini
"Oh saya tidak mau belajar dari orang ini,
orang ini beda aliran,"orang ini beda keyakinan, orang ini beda agama."
Akhirnya kita kehilangan banyak pengetahuan. terkait dengan kenapa
kejayaan Islam mulai menurun
semenjak abad ke-13, ada beberapa hal
Yang pertama mungkin
diserangnya Baghdad oleh Hulagu Khan.
- Kedua mungkin ditemukannya
mesin cetak di Eropa abad ke-15
yang bisa mengakselerasi dokumentasi dalam bahasa Eropa,
sehingga mereka lebih berpengetahuan dan lebih berpendidikan dibanding di Timur Tengah waktu itu.
Tapi kini kepicikan berfikir dan kejumudan cara pandang mulai menyergah umat Islam, mulai dari hal-hal yg tak penting seperti ucapan natal saja menjadi polemik, lihatlah Instagram Muhammad salah pesapakbola dari Mesir, ia memposting keluarga nya di bawah pohon natal, sontak kolom komentar di serbu para netizen yg berkhotbah seraya menghakimi, netizen juga kerap meruncingkan perbedaan tafsir jilbab yg di address ke Najwa Shihab, padahal perbedaan bagi para ulama di zaman keemasan itu hal yang biasa, mereka masih saja berdebat dalam menetapkan pemimpin yang kebetulan non muslim tapi cakap bekerja dan anti korupsi, kemunduran ini harus segera di akhiri, karena momentum bonus demografi akan terhambat jika hari-hari kita di isi oleh para netizen pemabok agama yg biasanya lekat dengan sumbu pendek dan gemar hoax dan ujaran kebencian.
Sensasi,viral dan populer sekejap.
Tahun ini tiktok jadi platform yg buat bikin popularitas sementara, lihatlah konten kreator yg tiba-tiba melejit lalu hilang,ada ribuan konten di share tiap menitnya tapi yang jadi viral biasanya yg unik dan berbeda kemudian di sukai publik, lalu di undang ke podcast bahkan ke stasiun TV, tak berapa lama lenyap begitu saja, itu karena seleb dadakan tsb Tdk tau apa yg harus dilakukan setelah popularitas berada di genggaman, mereka hanya bisa memainkan momentum yg sekejap tanpa tau apa langkah selanjutnya, jeleknya, tiap orang akan melakukan apa saja untuk viral,didukung oleh kualitas masyarakat kita yang suka akan konten-konten yang kurang manfaat. Tdk dng konten kreator yg berisi dan berbobot ,mereka biasanya bertahan lama bahkan ada yg memanfaatkan sosmed untuk belajar berbisnis dan menciptakan peluang-peluang baru. 2022 akan berakhir semoga tahun depan segala kekeliruan kita bisa diperbaiki dan tahun depan lebih baik dari tahun kemarin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H