Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, yang juga dikenal sebagai Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati, merupakan salah satu masjid bersejarah di Jawa Barat dengan arsitektur yang unik dan nilai budaya yang tinggi. Masjid ini telah menarik perhatian para peneliti selama bertahun-tahun, dan baru-baru ini sebuah penelitian mendalam telah dilakukan untuk mengungkap lebih banyak tentang sejarah dan arsitekturnya.
Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon (UIN SSC) untuk mempresentasikan sejarah dari Masjid tersebut. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1480 M yang pada proses pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsiteknya Raden Sepat (dari Majapahit). Sementara pelaksanaan pembangunan dikerjakan oleh kurang lebih 500 pekerja, dengan rincian jumlah yaitu 200 orang pekerja yang berasal dari Demak dan 300 orang dari Cirebon.
Sejarah penamaan Masjid
Nama masjid ini diambil dari kata "sang" yang bermakna keagungan, "cipta" yang berarti dibangun, dan "rasa" yang berarti digunakan. Masjid ini bernama "masjid sang cipta rasa" namun sebelumnya masjid ini bernama "masjid pakungwati" , perubahan ini terjadi karena masyarakat atau jamaah yg mengunjungi masjid ini merasakan kenikmatan beribadah.
Orang yang pertama kali mempunyai gagasan untuk membuat masjid dulunya adalah istrinya syekh syarif Hidayatullah yaitu 'Nyi Mas Pakungwati' dan di arsitektur oleh sunan Kalijaga dibangun pada tahun 1980 beberapa memang sudah di renovasi dan perbaikan bangunan.
Masjid ini dibangun sebagai simbol penyebaran agama Islam di tanah Jawa dan sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat Cirebon. Masjid agung ini juga dikelola oleh 2 keraton, Keraton Kanoman dan keraton kasepuhan. Kekhasan masjid ini antara lain terletak pada bangunannya. Dimana terdapat Krapyak yang terletak di bagian depan dan juga belakang. Sembilan pintu pada ruang tengah, sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang terletak pada bagian Utara, dan letak bedug berada di belakang yang memiliki arti "nyimas pakungwati dahulu ketika meninggal jasadnya masuk ke dalam tanah dengan sendirinya" secara tidak langsung beduk itu untuk tanda tempat atau ciri meninggalnya nyi mas pakungwati.
Arsitektur masjid ini mencerminkan perpaduan budaya Jawa, Islam, dan Tiongkok. Hal ini terlihat dari bentuk atap masjid yang menyerupai atap joglo Jawa, penggunaan kaligrafi Arab pada mihrab dan mimbar, serta adanya ornamen keramik Tiongkok pada dinding masjid.
Penelitian ini merupakan kontribusi penting untuk memahami sejarah dan arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Hasil penelitian ini dapat membantu dalam upaya pelestarian dan revitalisasi masjid ini sebagai salah satu warisan budaya bangsa Indonesia.
Dokumentasi vlog tiktok :