Lihat ke Halaman Asli

Fort Marlborough, Salah Satu Peninggalan Inggris di Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

makam residen

Saya mengunjungi Bengkulu sekitar 3 tahun lalu saat melakoni dinas luar dalam rangka pekerjaan Saya sebagai konsultan akuntansi untuk Pemerintah Provinsi Bengkulu. Menetap di sana selama kurang lebih 2 tahun memberikan kesan yang cukup mendalam bagi Saya, dan keluarga (istri dan 1 anak yang waktu itu baru berumur 6 bulan). Suasana yang tenang dan penduduk lokal yang ramah cukup membuat kami betah walau harus berjauhan dengan keluarga besar di Jawa. Dalam periode 2 tahun di Bengkulu itu, Saya sempat mengunjungi beberapa tempat yang menjadi lokasi wisata baik yang eksotis secara visual seperti Pantai Panjang, maupun secara historis punya nilai sejarah yang tidak bisa dilupakan, seperti Rumah Pengasingan Bung Karno dan Fort Marlborough. Kali ini Saya mencoba bercerita atau lebih tepatnya melaporkan pandangan mata ketika Saya mengunjungi salah satu tapak tilas peninggalan Inggris di Bengkulu. Benteng Fort Marlborough Sekilas nama benteng ini mirip dengan nama salah satu produk rokok luar, sepintas dari cara pengucapannya. Entah apakah ada hubungannya antara kedua nama tersebut. Yang jelas Saya tidak akan membahas nama rokok tersebut dan kaitannya dengan benteng Marlborough, nanti ada yang kurang berkenan, hehehe.. Untuk mencapai Fort Marlborough tidaklah sulit. Kalau dengan angkot kuning, sebelum naik, pesanlah kepada Supir untuk mengantar ke daerah ‘Kampung’ atau lebih spesifik ke Benteng. Kampung adalah nama daerah lokasi benteng Marlborough. Namun perlu diingat, Kampung ini bukanlah trayek sebenarnya dari angkot kuning, tapi karena angkot di Bengkulu sangat fleksibel, maka kalau Supir oke, Ya berangkat. Sekitar 20 menit perjalanan, kita telah tiba di halaman Fort Marlborough. Lokasinya terletak di bibir pantai dan menghadap ke laut. Bisa jadi benteng Marlborough ini didirikan untuk menghadapi dan menyerang musuh yang berasal dari laut. Di sebelah benteng terdapat Kampung Cina yang desain jalannya mengingatkan Saya pada Jalan Kembang Jepun di Surabaya. Di atas jalan banyak bergantungan lampion dan pernak-pernik khas tionghoa. Mungkin ada asal mulanya yang membuat tempat itu dihuni oleh sekelompok orang Tionghoa sehingga menjadi Kampung Cina seperti sekarang ini. Kembali lagi ke Benteng Marlborough. Fyi, Benteng Marlborough dibangun pada periode tahun 1714 – 1719. Nama Marlborough sendiri diambil dari seorang bangsawan yang bernama John Curcill First Duke Of Marlborough. Sedangkan Salah satu Gubernur pendudukan Inggris yang terkenal dan pernah mendiami Benteng ini adalah Sir Thomas Stamford Raffles, yang namanya diabadikan menjadi nama bunga besar yang berbau tidak sedap atau Bunga Raflessia Arnodi. Nah, penemu Bunga Bangkai ini adalah Orang yang bernama Dr. Joseph Arnold, asisten dari Raffles, sehingga nama Arnoldi pada bunga bangkai diambil dari namanya. Bunga Bangkai sendiri, sampai saat ini Saya belum pernah melihat wujud nyatanya, hanya dari gambar-gambar, menurut cerita orang pemda, Bunga Bangkai ini tidak terlalu banyak tumbuh di Kota Bengkulu. Namun, tersebar ke beberapa Kabupaten di Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat. Tiket masuk Benteng ini sebesar Rp. 2.500,- per orang, cukup murah bila dibandingkan dengan ilmu dan pengetahuan sejarah yang akan kita dapatkan ketika memasukinya. Setelah melewati gerbang pintu masuk Utama, kita akan menjumpai semacam tulisan dalam bahasa Inggris yang diukir pada dua buah batu besar dan diletakkan pada dinding kiri dan kanan. Kalau sepintas Saya baca, sepertinya menceritakan awal-awal kedatangan Bangsawan Inggris di Bengkulu (CMIIW). Lebih ke dalam lagi setelah tulisan batu itu, akan kita jumpai 3 buah makam Residen Gubernur, yang nama-namanya disebutkan pada bingkai kayu. Mereka-mereka adalah Thomas Parr (Residen Gubernur), Charles Murray (Asisten), dan satu lagi tidak dikenal. Tidak ada lagi sumber yang menjelaskan tentang informasi 3 makam tersebut, selain bingkai kayu tersebut. [caption id="attachment_139" align="aligncenter" width="300" caption="makam residen"][/caption]

Sedikit berjalan ke dalam melewati jembatan, kita akan menjumpai Gerbang kedua tidak berpintu, yang menjadi gerbang masuk inti bangunan Benteng ini. Di sisi kanan, masih di dekat Gerbang ini, terdapat ruangan jaga / sel militer. Aura menyeramkan seketika Saya rasakan ketika memasuki ruangan ini. Selain gelap dan pengap, desain ruangan yang memang dipergunakan untuk Sel atau ruang tahanan menambah suasana menjadi tidak nyaman, tidak perlu rasanya Saya berlama-lama di ruangan ini. Di depan atau berhadapan dengan ruangan jaga / sel, ada ruangan yang berisi foto-foto sejarah Bengkulu, terdapat foto Raffles dan Asistennya Arnold, foto Fort Marlborough pada masa pendudukan Belanda, dan terdapat juga beberapa foto Bunga Bangkai yang fenomal itu. Di ujung ruangan ini terdapat ruang penjaga Harta yang sayangnya di kunci. Entah sengaja dikunci atau memang di ruangan itu masih menyimpan harta sehingga khawatir di curi, hehehe.. [caption id="attachment_140" align="alignnone" width="225" caption="Sir Stamford Raffles"]

Sir Stamford Raffles

[/caption] [caption id="attachment_141" align="alignnone" width="225" caption="Dr. Joseph Arnold"]

Dr. Joseph Arnold

[/caption] [caption id="attachment_142" align="alignnone" width="225" caption="Bunga Rafflesia Arnoldi"]

Bunga Rafflesia Arnoldi

[/caption] [caption id="attachment_144" align="alignnone" width="225" caption="Bunga Bangkai Setinggi 2,5 m"]

Bunga Bangkai Setinggi 2,5 m

[/caption] Setelah kita melewati kedua ruangan tadi, akan kita jumpai taman yang cukup luas. Diantara cerita seram seputar benteng, masih ada tempat yang tidak menakutkan yang diwakili oleh taman tersebut. Taman ini cukup nyaman terlihat dari banyaknya pengunjung yang memilih untuk duduk-duduk di bawah kerindangan pohon daripada berkeliling melihat objek-objek bersejarahnya. Taman ini dirawat sangat baik, sehingga tumbuhnya rumput tidak terlalu tinggi, tidak ditemukan pula sampah-sampah berserakan. Di bagian kanan taman tersebut berdiri ruangan yang bernama Barak Militer, yang menyimpan Canon dan peluru yang berbentuk bulat dari batu. Canon sendiri adalah semacam alat untuk melontarkan peluru-peluru batu. Selain itu di barak militer ini akan kita jumpai foto dari John Curcill First Duke Of Marlborough (1650 – 1722) yang menjadi cikal-bakal nama benteng Marlborough, foto-foto sejarah benteng di Indonesia dan pemanfaatannya saat ini. Pada bagian taman yang lain, atau tegak lurus dengan barak militer terdapat ruang-ruang (lebih dari 1) yang menjadi tempat Perkantoran East India Company pada masa Hindia Belanda. Sayang Saya tidak bisa melihat ke dalam apa isi dan informasi apa yang bisa saya dapatkan dari ruangan-ruangan ini karena dikunci. Padahal mungkin ruangan ini pernah dibuka, terlihat dari tulisan yang ada “sandal / sepatu harap dilepas”, artinya kalau masuk ruangan itu sandal atau sepatu tidak boleh dikenakan. Tapi tidak apalah, mungkin lain waktu pas ke sini lagi, pas dibuka juga ruangan itu. [caption id="attachment_146" align="aligncenter" width="270" caption="Barak Militer"]

Barak Militer

[/caption]

[caption id="attachment_147" align="aligncenter" width="300" caption="Canon"]

Canon

[/caption]

[caption id="attachment_149" align="aligncenter" width="300" caption="Perkantoran East India Company"]

Perkantoran East India Company

[/caption] Di sebelah ruangan-ruangan perkantoran tadi, ada satu ruangan yang agak memisah dan ditutup dengan pagar besi, itu adalah Gudang Mesiu, Walaupun tidak mendapat akses untuk masuk ke dalam, dapat dipastikan pada zaman dahulu ruangan itu dipakai sebagai tempat menyimpan mesiu untuk perang. Kemudian, pada beberapa bagian di atas Benteng ini dipasang Canon, yang kesemuanya mengarah ke Pantai. Seperti perkiraan awal Saya tadi, Benteng ini memang sengaja dididirikan di dekat Pantai untuk menghalau serangan-serangan yang datangnya dari laut. Itulah sekilas yang bisa Saya laporkan tentang Fort Marlborough, bila ada kesalahan penamaan mohon dimaafkan. Sebelum Saya akhiri, Saya punya ungkapan untuk dibagi "Bangsa yang terhormat adalah Bangsa yang menghargai sejarah"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline