Lihat ke Halaman Asli

Muhammad RifqiFawzi

Sura jaya ningrat lebur denging pangestuti

Cinta dalam Filsafat

Diperbarui: 27 April 2020   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

michelangelo, il Creazione d adamo, Kapel Sistina Vatikan Roma, 2,8 m x 5,7 m, 1508--1512 .

Sering beberapa kali mempertanyakan cinta, bahkan mabuk dalam bercinta lalu kemudian hancur oleh cinta itu sendiri membuat saya mempertanyakan apa cinta itu sebenarnya, dari mana asal mula cinta sebelum manusia ada bahkan saat manusia diciptakan sehingga saya ikut merasakan apa yang dinamakan cinta. Perlahan saya sadar jika cinta berupa air tawar yang mengalir di dalam laut, matahari yang bersatu dengan bumi, langit yang bersatu dengan tanah.

Aristoteles (384-322 SM), cinta merupakan kekuatan yang penggerak yang tak tergerakkan (Tuhan) sebagai yang dicintai dan sistem planet sebagai pencinta. Cinta juga bisa disebut suatu perasaan kasih sayang yang merupakan fitrah manusia dan juga karunia-Nya (Tuhan) dalam penciptaan alam semesta. Namun, cinta pada hakikatnya sangat sukar untuk dijelaskan. Cinta itu hanya memperlihatkan kerinduan & gambaran perasaan, hanya orang yang merasakannya yang dapat mengetahuinya, 1000 buku cintapun dibaca, jenis jenis cinta, macam macam cinta namun jika memang seseorang belum pernah mencintai atau jatuh cinta maka orang tersebut juka tidak akan mengerti apa itu cinta.

Dapat dikatakan cinta apabila tidak ada jarak antara yang mencintai dan yang dicintai, layaknya kisah cinta Adam & Hawa seperti yang dijelaskan dalam Alquran, Alkitab dan beberapa kitab lainnya, namun dalam QS. An-nisa (04) : 1 menyatakan bahwa manusia diciptakan "dari diri yang satu dan Allah menciptakan pasangannya dari dirinya” itu artinya bahwa sebenarnya tidak ada jarak lagi cinta Adam kepada Hawa begitupula Hawa kepada Adam karena mereka adalah 1 (satu).

Namun juga dapat dikatakan semakin dalam cinta maka akan semakin sedih, khawatir takut berpisah. Layaknya juga cinta Nabi Muhammad saw kepada umatnya, bahkan ketika nabi dipanggil baginda masih merasa berat untuk meninggalkan umatnya begitupula sebaliknya. Kekhawatiran juga bisa dikatakan cinta sama layaknya kisah Psikhe & Cupid dalam mitologi Yunani ketika Psikhe khawatir saat Cupid meninggalkannya dalam keadaan “gelap”.

Jadi pada hakikatnya cinta itu sangat sukar untuk dijelaskan (tidak dapat dijelaskan) hanya rasa (perasaan) saja. Cinta berisikan paradoks paradoks antara kemantapan dan kebingungan, kegembiraan dan kesedihan, kemurkaan dan kesenangan. Maka semakin seseorang banyak berbicara tentang cinta maka sebenarnya dia belum tahu apa hakikat dari cinta itu sendiri. Yang bisa kita lihat hanya manifestasinya (Perwujudan).

Maka jika ditanya seberapa cinta kamu terhadap tuhan mu? Seberapa cinta kamu terhadap orangtua mu? Seberapa cinta kamu terhadap dirimu? Dan seberapa cinta kamu terhadap dia? Maka tak bisa dijelaskan namun hanya diri kita yang dapat memahaminya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline