Belakangan ini Andi Surya selaku senator asal Lampung tersebut banyak sekali berbicara yang mengangap salah satu bukti dari tanah negara yang diganti rugi dari Pemerintahan Belanda tidak sah lagi. Apa gerangan yang memotivasi Andi Surya untuk membenarkan opininya ? Apakah ia memiliki strategi politik?
Dari situ saya bertanya apa ambisi Andi Surya ? namun jika kita melihat belakangan ini Andi Surya sedang masif memasang iklan di media-media Lampung untuk mencalonkan diri kembali menjadi DPD RI. Apakah ini ada tujuan dengan ambisi Andi Surya terhadap masarakat sekitar perlintasan kereta?
Karena ingin melemahkan Grondkaart Andi Surya sampai berani membohongi kebenaran sejarah, sampai-sampai Andi Surya berbicara pers di media Lampung. Selaku orang akademisi seharusnya dia tidak membicarakan Grondkaart sebelum memahami kebenaran Grondkaart seutuhnya.
Andi Surya menganggap bahwa Grondkaart itu hanya peta tanah saja padahal jika senator tersebut mau mendalami tentang Grondkaart didalamnya lebih komplek dari apa yang dia katakan. Dalam Grondkaart ada tanda tangan pengesahan dari pejabat-pejabat yang berwenang pada masa itu dan disetiap Grondkaart itu memiliki pasangan berupa surat keputusan (Besluit) yang berisi pengesahan dan penjelasan mengenai pembebasan lahan tersebut.
Kesalahan pemikiran dari Senator asal Lampung ini adalah menggunakan pemikiran saat ini untuk mengadili masa lalu dan itu adalah kesalahan besar. Andi Surya mengatakan bahwa Grondkaart itu adalah Produk Belanda yang dibuat pada tahun 1913, sedangkan Indonesia sudah merdeka sehingga mengangap bahwa Grondkaart itu tidak berlaku. Sampai-sampai Andi Surya mengajak Dr Kurnia Warman untuk berbicara mengenai Grondkaart, beliau mengatakan bahwa Grondkaart tidak bisa menjadi dasar penguasaan atas lahan.
Pernyataan kedua orang tersebut langsung mendapatkan sanggahan dari Dr. Erniwati, M. Hum yang mengatakan bahwa mereka telah salah dalam mendalami Grondkaart. Ia juga menambahkan bahwa Struktural Grondkaart itu bagian dari sistem hukum khususnya sistem hukum agraria atau perdata kolonial, bukan hukum nasional Indonesia. Sehingga jika Andi Surya dan Dr Kurnia Warman tersebut ingin mengkaji Grondkaart harus ditempatkan dalam konteks yang benar.
Apabila ingin mengetahui fungsi dan kekuatan Grondkaart dalam sistem Hukum RI, ia dapat mempelajari sejarah mulai dari proses hingga perkembangan sistem hukum dari zaman kolonial sehingga ia dapat menemukan fakta bahwa Grondkaart masih memiliki kekuatan hukum dan nilai legitimasi sebagai bukti kepemilikan.
Seperti yang kita ketahui dalam pelajaran sejarah yang pernah kita dapat bahwa perusahaan dan aset-aset peninggalan Belanda pasca negara kita merdeka tidak di ambil begitu saja melainkan melalui proses nasionalisasi dengan membayarkan ganti rugi kepada Belanda. Setelah itu ada juga PP no 40 Tahun 1959 yang mana menyebutkan bahwa 11 perusahaan kereta api swasta yang masih beroperasi di Indonesia dinasionalisasi menjadi Tanah Negara dan di bayar ganti rugi lewat Kementerian Keuangan.
Apa bila Andi Surya mengetahui semua tentang Grondkaart pasti selanjutnya akan akan membicarakan menganai PT. KAI Tidak Memiliki Grondkaart Asli seperti yang dia sampaikan kepada media pasca mendapat pencerahan rapat koordinasi masalah Grondkaart di Bina Graha Kantor Staf Presiden (KSP) yang berlangsung tanggal 17 Oktober lalu.
Yang perlu kita ketahui, Grondkaart PT. KAI tidak bisa sembarangan untuk diminta dan dilihat karena untuk menjaga Grondkaart asli tersebut PT. KAI memiliki sistem yang mana setiap peminjaman Grondkaart itu harus memiliki surat resmi dan biasanya hanya di pengadilan. Sebaiknya jika Andi Surya masih memiliki keberanian dan keinginan lebih lanjut mengenai Grondkaart sebaiknya langsung menggugat PT. KAI di pengadilan Lampung agar tidak penasaran.
Sebagai akademisi, Andi Surya harus lebih berhati-hati saat berbicara mengenai sejarah kereta api. Ada pakar sejarah yang dapat dijadikan rujukan. Dosa besar tidak kan luput dari catatan malaikat bila tahu kebenarannya disampaikan hal dustanya. Sampaikan kebenaran walaupun itu pahit.