Lihat ke Halaman Asli

Tambang Emas di Pulau Buru Sudah Layak Ditutup

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tambang emas tradisional di Gunung Botak, Desa Wamsait, Kec. Waeapo, Kab. Buru telah menjadi surga bagi masyarakat setempat dan daerah lainnya. Tidak hanya masyarakat Maluku saja, akan tetapi masyarakat dari berbagai penjuru di Indonesia juga turut serta memburu bongkahan emas yang terdapat di kawasan tersebut. Seperti halnya sebuah pepatah mengatakan bahwa “Dimana ada gula, disitu ada semut”.

Namun keberadaan tambang emas itu juga telah menimbulkan kerawanan kamtibmas yang sangat tinggi karena berlakunya hukum rimba di kawasan tersebut. Berbagai kasus pengancaman, penganiayaan, pembacokan hingga pembunuhan kerap terjadi. Tingginya angka kriminalitas di kawasan itu semestinya menjadi pertimbangan semua pihak, baik itu pemerintah provinsi maupun daerah termasuk aparat keamanan untuk segera menutup lokasi tersebut. Apalagi tersiar kabar bahwa sudah ratusan orang terbunuh disana, tanpa adanya proses hukum yang jelas.

Menanggapi hal tersebut beberapa tokoh pemuda dan akademisi di Maluku mengutarakan isi hatinya, sebagai berikut :


  • Frengky Wainesa, Sekretaris Ikatan Pemuda dan Pelajar Mahasiswa Buru (IPEMBU) mengatakan bahwa dengan ditemukannya warga yang tewas http://www.antaranews.com/berita/343375/satu-tewas-dalam-bentrokan-di-lokasi-tambang-emas-ambon akibat bentrokan di kawasan Gunung Botak beberapa waktu lalu, harus secepatnya ditangani oleh aparat kepolisian sehingga tidak meluas ke daerah lainnya, terutama di Ambon, biarlah kasus tersebut ditangani oleh para penegak hukum. Dengan adanya sikap tegas dari kepolisian, maka Buru akan menjadi nyaman bagi siapa saja yang datang di kabupaten tersebut.
  • Alex Batuwael, anggota IPEMBU menam­bahkan Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten Buru juga harus segera mengambil lang­kah-langkah yang signifikan untuk mengatasi berbagai kesemrawutan yang terjadi di kawasan Gunung Botak dan Pulau Buru.
  • Yantje Tjibtabudy, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Pattimura mendesak agar pertambangan liar di kawasan Gunung Botak untuk sementara waktu harus ditutup, guna dilakukan penataan ijin dan dampak lingkungan berupa peraturan yang melindungi aktivitas pertambangan tersebut. Dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 3 menjelaskan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini dipertegas dalam undang-undang pertambangan yang dibagi dua, yakni pertambangan perusahaan dan pertambangan rakyat. Pada kenyataannya pertambangan di kawasan Gunung Botak masih ilegal sehingga tidak termasuk dalam kedua kategori tersebut.
  • Abraham Tulalessy, Kepala Pusat Studi Lingkaungan Universitas Pattimura Ambon mengatakan bila aktifitas pertambangan di kawasan Gunung Botak tidak dikelola secara baik, akan beresiko terutama terkait distribusi bahan utama penghasil emas yakni mercury yang dapat menyebar ke perairan, tanaman, ternak dan juga masyarakat, terutama para penambang.

Masyarakat Maluku khususnya Pulau Buru sangat mengharapkan permasalahan yang terjadi di kawasan Gunung Botak dapat segera diatasi oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan bukan justru melakukan pembiaran demi kepentingannya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline