Malam ini sedikit berbeda. tanpa secangkir kopi, tanpa sepiring kentang goreng, tanpa guratan kertas, yang ada hanya notebook mini sang pelakon utama penyebar luas tulisan ini hingga sampai pada tangan anda. malam ini juga aku tidak menulis apa-apa, tidak bercerita apa-apa, tapi sejenak berfikir tentang beberapa hal yang mungkin kini menjadi pertanyaan besar bagiku selama beberapa hari belakangan ini.
Jika benar adanya ingatanku akan apa yang telah lama menjadi materi pelajaran semasa sekolah dulu bahwa "tiada yang mampu merubah nasib suatu kaum selain kaum itu sendiri" maka alangkah baik bahkan mulianya kita jika sebagai rakyat yang bermartabat bersama melangkah demi merubah segala hal yang sudah mulai tidak baik di negri ini. yah negri tercinta kita, INDONESIA. meski kini keberadaanku selangkah lebih jauh dari tanah air tempat aku dilahirkan, aku selalu berdoa agar kelak nyawa nasionalisme yang tertanam jauh dalam hati ini semoga tak tergantikan oleh apapun kecuali oleh ketentuan Sang Pencipta ketenangan hati.
Belakangan ini, dari sebalik bendera merah putih biru dengan bulan bintang kuning ditepinya, kulihat sang merah putih semakin berjaya. benar saja, sejak adanya Reshuffle kabinet kerja jilid 2 yang dideklarasikan langsung oleh bapak presiden Ir. Joko Widodo pada 27 Juli 2016 lalu, mulai bermunculan banyak ide dan gagasan baru demi terlaksananya kalimat "Indonesia Kerja Nyata" dan kesejahteraan yang lebih baik lagi bagi negri tercinta ini.
Hal ini besar kaitannya dengan kalimat yang saya sebutkan sebagai materi pelajaran yang tak terlupakan tadi "tiada yang mampu merubah nasib suatu kaum selain kaum itu sendiri" termasuk dengan keputusan yang diambil oleh bapak presiden ini bagi saya adalah suatu usaha demi merubah nasib bangsa menuju arah yang lebih baik.
Selangkah daripada reshuffle yang baru dilaksanakan, seorang yang baru diangkat namanya demi menduduki kursi sebagai Mentri Pendidikan dan Budaya, Bapak Muhadjir Effendy langsung mewacanakan sebuah program baru yang saya rasa ini adalah program yang cukup baik dalam memperbaiki keadaan moral anak-anak bangsa yang mulai mengarah pada hal yang negatif. tapi, bagaimana kelanjutannya? hehe bolehkah saya mengatakan bahwa dibalik banyaknya prestasi para anak bangsa yang mulai gemilang, sayangnya Indonesia juga memiliki potensi berpikir yang terlalu cepat.
Kenyataannya, dari awal dilancarkannya reshuffle hingga penyebarluasan nama-nama kabinet baru tersebut saja banyak para pemikir pandai yang langsung bertolak belakang dengan gagasan yang dinyatakan pak presiden ini tanpa menyadari bahwa apa yang telah ditentukan oleh presiden adalah salah satu langkah membenahi keadaan negri ini sendiri. hingga sampai program "Full day school": yang direncanakan oleh bapak Effendy tersebut hilang begitu saja tanpa ada kelanjutannya sama sekali.
Padahal saya juga termasuk orang yang belum sepenuhnya mengatakan setuju akan rencana ini meski memang dahulu saya selalu belajar 24 jam bahkan lebih karena dulu saya belajar dalam sebuah pesantren dimana setiap murid harus berada 24 jam tanpa pulang kerumah saat belajar. tapi apalah salahnya jika kita bersabar sedikit, menanti kejelasan program yang baik ini tersusun hingga dapat dipahami sepenuhnya oleh seluruh kalangan masyarakat. supaya segala bentuk aspek yang terkandung dalam program ini bisa diketahui secara menyeluruh barulah kita bisa menilai apakah hal ini sesuai dilaksanakan atau mungkin ada yang kurang berkenan.
Apakah hal ini barusaja terjadi? ah entahlah, rasanya hal ini akan menjadi dilema bangsa yang tiada habisnya. kenyataannya hal yang serupa sudah terjadi jauh sebelum reshuffle ini terjadi. bahkan sampai pada gagasan para pemuda harapan bangsa-pun tak sedikit yang langsung menilai negatif tanpa mengetahui asal usul tujuan dan harapan besar yang didambakan dari gagasan-gagasan tersebut. seperti halnya satu gagasan yang alhamdulillah sampai saat ini masih bertahan, Gerakan "Indonesia Tanpa Pacaran". sayangnya dibalik kondisi media sosialnya yang baik-baik saja ternyata ada juga beberapa pihak yang tak sejalur bahkan menganggap hal ini tidak layak diterapkan. lagi-lagi saya berfikir dan kebingungan, dilema dibangsa ini sudah terlalu besar kawan. mari berfikir positif pada hal yang diusahakan untuk niat yang baik.
hal yang paling disayangkan, dari setiap kasus yang telah terjadi, Dilema bangsa yang tak akan ada habisnya ini kini telah menjadi pemicu utama yang menyatakan bahwa bangsa ini tidak sepenuhnya baik meski sudah banyak yang berusaha memperbaiki nasib yang kurang baik tersebut. bahkan dari survey yang dilakukan oleh Latitude News kepada 40 negara, Indonesia kini menempati posisi kedua setelah jepang dengan kasus menilai, menghakimi, dan menyudutkan satu hal pada yang negatif alias "Bullying" tertinggi didunia.
Rasanya Dilema ini memang tidak akan ada akhirnya, yah kecuali siapa lagi yang merubah nasib bangsa ini kalau bukan kita sendiri. mari bersama benahi bangsa ini, benahi segala dilema yang telah terjadi menuju arah yang lebih baik dari sebelumnya. bersama melangkah membawa nama baik bangsa meski dalam pribadi kita memang belum semua baik. :)
"Selama anda masih berdiam diri dan hanya memandang kepada yang tidak baik, maka selamanya anda tidak akan mampu menciptakan suatu perubahan yang positif, baik untuk diri pribadi atau bahkan untuk bangsa besar ini"