Bandung Urban Mobility Project sebuah dokumen yang berisi hasil sudi dari beberapa perangkat daerah di Kota Bandung dalam menanggulangi kemacetan di Kota Bandung. Dalam dokumen ini disebutkan bahwa faktor terbesar yang mengakibatkan macetnya kota bandung adalah banyaknya penggunaan kendaraan pribadi oleh masyarakatnya. Hal ini tentu tidak lepas dari berkembangan Kota Bandung sebagai Kota Metropolitan disertai dengan penggunaan atau intensitas kegiatan yang tinggi. Setelah ditilik lebih lanjut bahwa tingginya tingkat kemacetan diakibatkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan lebar jalan yaitu 1,29% per tahun dengan kepemilikan kendaraan bermotor yaitu 9,34% per tahun. Hal ini tentu membawa dampak - dampak dari beberapa aspek. Baik pada aspek ekonomi seperti tingginya biaya transportasi yang perlu dikeluarkan, lalu dampak lingkungan dengan penggunaan BBM yang tinggi, serta dampak sosial melalui adanya peningkatan kecelakaan lalu lintas hingga 22,37 per tahun.
Dari hal tersebut, Pemerintah Kota Bandung membuat visi transportasi yaitu "Terwujudnya transportasi Kota Bandung yang Andal dan Ramah". Dari visi ini terdapat hal yang akan dikembangkan, yaitu pembangunan Transit Oriented Development di Leuwipanjang. Sebelumna pasti diantara kalian ada yang bertanya, "apa itu TOD?". menurut MARTA TOD Guidlines, TOD diartikan sebagai pengembangan suatu wilayah di sekitar stasiun transit (bisa stasiun kereta, bus, atau bandara) yang penggunaan lahannya kompak, ramah akan pejalan kaki, dan memiliki integrasi transit transportasi publik. Selain itu Pemerintah Indonesia telah memiliki Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. Di dokumen tersebut dijelaskan bahwa Kawasan TOD merupakan kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang sebagai kawasan terpusat pada integrasi intermoda dan antarmoda yang berada pada radius 400 (empat ratus) meter sampai dengan 800 (delapan ratus) meter dari simpul transit moda angkutan umum massal yang memiliki fungsi pemanfaatan ruang campuran dan padat dengan intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi. Adapun tujuan TOD ini pada prinsipnya adalah mengurangi mobiltas penduduk dengan membuat kebutuhan masyarakat dapat diakses dengan jarak yang dekat. Hal ini diwujudkan melalui pengintegrasian transportasi umum, kawasan perumahan, sentra bisnis, dan pusat kegiatan masyarakat di satu kawasan besar secara bersamaan. Sehingga waktu tempuh dan biaya transportasi bisa ditekan sehingga produktivitas masyarakatnya akan meningkat. Selain itu hal tersebut akan berdampak terhadap efisiensi pemanfaatan lahan di Kota Bandung yang kita tahu bersama betapa padatnya kota ini akibat beragam aktivitas yang dikembangkan.
Lalu mengapa di Leuwipanjang? Dengan mengambil teori TOD, Leuwipanjang ini menjadi kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai TOD setidaknya oleh 3 hal. Yang pertama adalah penggunaan lahan yang mendukung yang ditandai dari penggunaan beberapa kawasan, seperti perumahan, perkantoran, dan komersial. Lalu yang kedua adalah pengembangan Sub Pusat Kota di areal ini sebagaimana RTRW Kota Bandung 2015 - 2035. Dan yang terakhir adanya rencana jaringan angkutan umum yang teringtegrasi mulai dari monorail, bus antar kota, dan BRT. Dengan adanya TOD ini di Leuwipanjang akan membawa dampak positif bagi Kota Bandung. Salah satunya Jalan Soekarno Hatta, salah satu jalan yang digunakan untuk mengakses Terminal Leuwipanjang. Menurut Bandung Road Safety Annual Report, 2018 saat ini Jalan Soekarno Hatta merupakan penyumbang jumlah kecelakaan terbesar dan jalan paling beresiko Bandung di Kota Bandung. Dengan adanya TOD di Leuwipanjang diharapkan hal tersebut dapat ditekan dan dapat memberikan pengalaman berkendara yang lebih aman kepada masyarakat Kota Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H