Lihat ke Halaman Asli

M.Rafly

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta Tahun Ajaran 2020/2021

Diperbarui: 28 Juni 2020   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://siedoo.com/

Tahun ajaran baru akan dimulai sebentar lagi. Saat ini, banyak orang tua dan peserta didik sedang mempersiapkan dan memilih sekolah yang menjadi tujuan mereka. Bahkan, ada yang rela mengantri berjam-jam di sekolah yang tujuan untuk mendaftar atau rela mengisi formulir pendaftaran secara online tengah malam pada saat pendaftaran online dibuka. Hal ini menandakan bahwa minat akan pentingnya pendidikan meningkat. Lebih dari itu, orang tua dan peserta didik berlomba-lomba untuk masuk ke sekolah yang kualitas pendidikannya baik di wilayahnya. 


Indikasi ini adalah permulaan yang bagus guna pembangunan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Kesadaran akan minat pendidikan yang lebih baik meningkat di masyarakat. Namun, minat dan kesadaran yang meningkat akan pendidikan yang lebih baik akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan sistem pendidikan yang berkualitas. Kualitas sistem pendidikan yang baik dapat memenuhi ekspetasi masyarakat akan pendidikan itu sendiri. Lalu, bagaimana cara memenuhi ekspetasi tersebut?. Caranya adalah dengan mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas. Maknanya, sekolah-sekolah harus mampu memberikan kualitas pendidikan yang terbaik. Faktor-faktor pendukung dari hal itu adalah dengan infrastruktur dan sumber daya manusia yang berkualitas serta dapat mempertanggungjawabkan kepada orang tua murid atas kinerja mereka.

Maka dari itu, pemerintah menyiapkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan tersebut. Salah satu kebijakan paling besar yang ditempuh adalah pemberlakuan sistem PPDB Zonasi sejak tahun 2017. Apa itu PPDB Zonasi? secara teoretis, sistem zonasi adalah pengaturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berdasarkan kepada tempat tinggal calon peserta didik. Namun, pada tahun ini PPDB zonasi di DKI Jakarta memiliki keunikan tersendiri. Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta membuat kebijakan akan memprioritaskan umur yang lebih tua. Imbasnya, peserta didik yang umurnya kurang akan tersingkir dari peserta didik yang umurnya lebih tua. 

Penggunaan seleksi berdasarkan umur sebagai syarat utama dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP dan SMA DKI Jakarta jalur afirmasi dan zonasi berpotensi menyalahi aturan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) no 44 tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK. Hal itu disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (Wasekjen FSGI), Satriwan Salim. Secara yuridis formal, lanjut Satriwan kebijakan PPDB di DKI Jakarta untuk alokasi afirmasi dan zonasi yang memprioritaskan usia calon peserta didik alih jenjang, berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB 2020. (Prodjo dalam edukasi.kompas.com, 2020). 

Dalam pasal 25 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Pasal 25 ayat 1 berbunyi "Seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke Sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan." Pasal 25 ayat 2 berbunyi "Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran." Dari pasal diatas dapat kita lihat bahwa, apabila dalam hal jumlah peserta didik baru yang mendaftar zonasi melebihi daya tampung, maka penerimaannya akan dilihat berdasarkan usia tertua ke usia termuda, waktu mendaftar, dan urutan pilihan sekolah.

Dalam contoh kasus nyatanya bisa diuraikan sebagai berikut. Apabila sekolah X membuka kuota untuk zonasi sebanyak 50 siswa, lalu yang mendaftar ke sekolah X sudah sesuai dengan kuota yaitu 50 siswa dan sesuai zonasi yang benar. Maka untuk apa dilakukan sistem zonasi dengan jarak rumah ke sekolah yang pada akhirnya calon peserta didik tersebut akan diterima karena sudah di zonasi yang benar. Bagaimana apabila kuota 50 orang tetapi yang mendaftar 52 orang?. Berdasarkan keputusan Kepala Dinas Pendidikan, maka yang akan diambil adalah usia tertua calon siswa. Dari 52 siswa itu akan diambil mana usia yang lebih tua maka mereka akan lolos. Lantas, calon siswa yang jaraknya paling dekat dengan sekolah akan tersingkir apabila terjadi pembludakan kuota dan yang diutamakan adalah umur yang lebih tua. 

Jadi, dari sistem zonasi ini juga berpotensi untuk dalam pemilihan preferensi sekolah yang lebih sedikit. Calon siswa yang jarak tempat tinggalnya jauh dekat sekolah-sekolah lain tidak akan bisa lolos ke sekolah tersebut. Terakhir, zonasi juga dapat mematikan kompetisi antar sekolah untuk menarik perhatian atau minat peserta didik dan orang tua murid. Dengan kata lain, sistem PPDB zonasi menjamin bahwa sekolah sebagai produsen pasti mendapatkan calon peserta didik sebagai konsumen. Adanya jaminan ini membuat sekolah tidak punya motivasi untuk memperbaiki kualitasnya. Padahal, perbaikan dan peningkatan kualitas yang kontinu adalah faktor utama  dari sistem pendidikan yang berkualitas. 

REFERENSI

kompas. Diakses pada 28 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline