Lihat ke Halaman Asli

Dhammacakkappavattana Sutta: Ajaran Pertama Sang Buddha (bagian 2)

Diperbarui: 31 Juli 2016   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(Sambungan dari bagian pertama)

Penjelasan Dhammacakkappavattana Sutta

Empat Kebenaran Mulia

Setelah menjelaskan tentang Jalan Tengah yang mendukung pandangan dan pengetahuan serta membawa pada ketenangan, kebijaksanaan yang lebih tinggi, pencerahan, dan Nibbāna, Sang Buddha menguraikan tentang Empat Kebenaran Mulia kepada lima pertapa.

Empat Kebenaran Mulia merupakan kebenaran yang ditemukan oleh Sang Buddha dalam upayanya mencapai Penerangan Sempurna. Melalui praktek Jalan Tengah yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, seseorang dapat menyadari dan menyelami Empat Kebenaran Mulia. Apakah para Buddha muncul atau tidak di dunia ini, kebenaran ini selalu ada. Adalah seorang Buddha yang mengungkap kebenaran ini kepada dunia yang telah melupakannya. Kebenaran ini tidak berubah seiring waktu karena mereka adalah kebenaran yang abadi.

Empat Kebenaran Mulia terdiri atas Kebenaran Mulia tentang Penderitaan (dukkha), Sebab Penderitaan (dukkha samudaya), Lenyapnya Penderitaan (dukkha nirodha), dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan (dukkha nirodha gāminipatipadā).

Kebenaran Mulia tentang Penderitaan

Secara harfiah, kata "dukkha" diterjemahkan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, atau hal yang tidak menyenangkan. Sebagai bentuk perasaan, dukkha berarti yang sulit untuk dipertahankan (du = sulit, kha = dipertahankan). Sebagai kebenaran, dukkha digunakan dalam pengertian rendah dan kosong (du = rendah, kha = kosong). Dunia ini bersifat tidak menyenangkan karena ia rendah; dunia ini kosong dari realitas yang sejati. Oleh sebab itu, dukkha berarti kekosongan yang rendah.

Kesenangan dan kebahagiaan yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara dan hanya pemuasan keinginan. Bagi mereka yang telah menyadarinya dengan pandangan benar, kehidupan ini tidak memuaskan. Kebahagiaan sejati bukan kebahagiaan yang didasarkan pada pemuasan keinginan karena keinginan jika dipuaskan tidak akan habis-habisnya. Oleh sebab itu, para bijaksana menerima kebahagiaan dan penderitaan dunia dengan seimbang dan tidak melekat padanya.

Semua yang muncul atau lahir pasti akan tunduk pada kelapukan atau usia tua, penyakit, dan akhirnya kematian. Tidak ada yang dapat mengelak dari empat jenis penderitaan fisik ini. Keinginan atau harapan yang tidak terpenuhi juga adalah penderitaan. Kita tidak berharap untuk bertemu dengan hal-hal yang tidak menyenangkan atau orang yang tidak disukai dan berharap untuk bertemu dengan hal-hal yang menyenangkan atau orang yang disukai. Namun, harapan atau keinginan tersebut tidak selalu terjadi. Seringkali apa yang tidak kita harapkan itulah yang terjadi pada kita. Ini menyebabkan penderitaan batin yang tidak terelakkan oleh siapa pun.

Ini bukan berarti ajaran Buddha bersifat pesimistik karena memandang kehidupan ini sebagai penderitaan. Sang Buddha juga mengajarkan bahwa terdapat kebahagiaan dari perolehan duniawi, seperti kekayaan, kedudukan, dan kehormatan. Namun jika kebahagiaan yang bersifat sementara ini dipandang dengan penuh kemelekatan dan tidak dipergunakan sebaik-baiknya, ini akan menjadi sumber penderitaan. Kebahagiaan sejati bukan terletak pada hal-hal yang di luar diri kita, melainkan dapat ditemukan dalam diri kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline