Lihat ke Halaman Asli

Pindang Baung

Diperbarui: 20 Agustus 2024   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Pukul 11:11 WIB, suasana masih diselimuti kesedihan ketika kami, rombongan dari MTsN 1 Bandar Lampung, meninggalkan rumah duka. Angin pagi yang mulai menghangat menyapu wajah, sementara langit biru di atas kami memberikan sedikit ketenangan setelah mengikuti prosesi pemakaman. 

Bapak Hartawan, kepala madrasah, duduk di kursi depan, matanya menatap jalan panjang menuju Bandar Lampung. Lima menit kemudian, ketenangan perjalanan terhenti oleh dering teleponnya.
"Selamat siang, Pak Hartawan," suara di ujung sana adalah Bapak Indrajaya, suaranya hangat seperti seseorang yang hendak menyampaikan kabar baik. "Kami ingin mengundang Bapak dan rombongan untuk singgah makan siang di Pasar Sukadana." Tanpa ragu, ajakan itu kami sambut. Dengan berbantukan peta di gawai kami, perjalanan segera diarahkan menuju lokasi yang dimaksud, tak jauh dari tempat kami berada.


Setibanya di Pasar Sukadana, suasana berbeda mulai menyapa. Aroma khas makanan yang menggoda tercium dari berbagai arah, menggugah rasa lapar yang sempat tertunda. Kami memasuki ruangan yang sederhana namun bersih, dengan meja-meja kayu panjang yang sudah dipenuhi hidangan. 

Nasi putih yang mengepul disandingkan dengan sambal terasi yang harum, lalapan mentah dan rebus tersaji segar di piring-piring kecil. Terlihat juga ikan teri goreng berbalut tepung yang berwarna kuning keemasan, menggoda setiap mata yang melihatnya.

Dokumen Pribadi

Sambil menunggu suguhan utama, kami menikmati segelas jeruk peras anget. Hangatnya jeruk yang segar terasa begitu menenangkan tenggorokan kami, seakan memberi jeda setelah seharian berada dalam suasana penuh emosi. Percakapan ringan terdengar di antara kami, namun suasana perlahan mulai tenang, seiring dengan kehadiran Bapak Indrajaya yang menyapa kami dengan senyum ramah.

Setelah beliau hadir, hidangan utama yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang---pindang baung. Aroma kuahnya yang kaya rempah langsung menyeruak ke seluruh ruangan, membuat kami semakin tak sabar untuk mencicipi. Di depan kami, tersaji pilihan pindang baung, baik kepala, badan, maupun ekor, semuanya tertata rapi di atas piring-piring besar. Kuah merah pekat beraroma asam pedas menggugah selera makan kami.

Tak lama, suasana riuh percakapan berganti menjadi dentingan sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring. Setiap suapan pindang baung terasa lezat, daging ikan yang lembut berpadu dengan kuah yang kaya rasa, menciptakan harmoni sempurna di lidah. Kami menikmati momen itu dengan khidmat, tak banyak kata yang terucap karena rasa makanan telah berbicara lebih banyak.

Setelah perut kami kenyang, kami pun berpamitan kepada Bapak Indrajaya. "Terima kasih banyak atas hidangannya, Pak," ujar Bapak Hartawan dengan senyum hangat. Segenap rombongan mengucapkan terima kasih sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Bandar Lampung. Perut kenyang, hati tenang, dan kami meninggalkan Pasar Sukadana dengan rasa syukur, membawa pulang kenangan akan hidangan sederhana yang berkesan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline