M. Bagus Putra H merasa senang ketika berhasil diterima di MTs favorit yang sudah lama diidamkan oleh orang tuanya. Dengan hasil tes yang cukup, dia langsung ditempatkan di kelas 7H. Awalnya, Bagus bertemu dengan berbagai macam teman: ada yang baik dan ramah, namun juga ada yang nakal. Di semester pertama kelas 7, peringkatnya di kelas cukup baik, tetapi di semester berikutnya, ada penurunan yang signifikan.
Ketika naik ke kelas 8 dan kemudian kelas 9, Bagus merasa suasana sekolahnya mulai terasa monoton dan membosankan. Setiap hari terasa seperti deja vu dari masa lalu yang biasa-biasa saja, tanpa momen spesial yang berkesan. Namun, segalanya berubah pada hari ke-17 di kelas 9.
Saat itu, dalam keadaan solat zuhur, Bagus tanpa sengaja menginjak hp milik anak kelas 8. Ini memicu konflik kecil yang membuatnya marah. Dalam kepanikan, dia membalas dengan menarik kaki anak tersebut saat sedang sujud. Kejadian ini tidak luput dari perhatian guru, Bu Munawarah, ia tidak banyak bicara, namun ekspresi marah tampak di wajahnya. Juga ada Bu Anita yang juga menunjukkan wajah kecewanya.
Selanjutnya mereka berdua diminta menulis pengakuan dari awal sampai sekarang. Di ruang perpustakaan, Bagus merasa kebingungan dan bosan. Bau kopi yang agak menyengat dan ketidaknyamanan menggunakan laptop sekolah yang jadul semakin menambah frustrasinya. Bagus mengantuk dan ingin segera pulang, namun janji untuk dibebaskan setelah pukul 14:30 Wib, menanti bel berbunyi membuatnya terjebak lebih lama dari yang diharapkan.
Saat dia mencoba mengatasi masalah dengan laptop yang menghilangkan notepad-nya, bantuan guru menambah sedikit pengetahuannya, ternyata hanya perlu sebuah klik saja. Kebingungannya segera sirna dengan jawaban yang sangat membantu. Bagus merenung, perasaannya terbagi antara rasa frustasi dan keterbatasan situasi. Menunggu memang terasa lebih lama.
Di dalam hati, dia membandingkan laptop sekolah dengan laptop pribadi Acer Nitro 5-nya yang jauh lebih canggih. Perbedaan itu seperti membandingkan radio dengan sistem hiburan rumah. Bagus mengeluh, tidak percaya bahwa perangkat yang digunakan mungkin keluaran tahun 2013-2014, dengan spesifikasi yang jauh dari yang dia inginkan.
Bagi Bagus, pengalaman di sekolah ini sangat istimewa. Hari-hari yang berjalan dengan penuh kejutan atau momen berkesan membuatnya semakin yakin bahwa sekolah ini sangat jauh sebaik yang dibayangkan. Dia mengingat betapa banyaknya anak-anak seusianya yang kurang beruntung, mereka tidak dapat mengenyam lembaga pendidikan. Lamunannya buyar seketika ketika bel berbunyi. Ia menghentikan hitung mundur, saatnya ia bisa pulang. Indahnya hari ini, ia telah belajar banyak dari kesalahan yang ia lakukan.
Namun, di balik semua kebosanan dan frustasi itu, Bagus tetap melanjutkan tugas-tugasnya dengan tekun. Dia tak ingin orang tuanya dipanggil menghadap guru BK, ia harus bersikap ksatria, menerima hukuman atas perbuatannya. Orang tuanya pun akan sangat marah jika mereka tahu ia melanggar tata tertib. Dia terus mengetik dan mengetik, dia yakin tulisannya akan memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H