Lihat ke Halaman Asli

Refleksi Implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Diperbarui: 19 Juli 2024   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Yani dan Husen, dua guru madrasah yang berdedikasi di sebuah kota kecil di Jawa Barat, tengah bersiap untuk mengikuti sebuah Focus Group Discussion (FGD) ringan tentang pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). FGD ini bertujuan untuk merefleksikan pengalaman mereka dan mendiskusikan beberapa miskonsepsi yang sering muncul dalam implementasi P5 di Kurikulum Merdeka.

Di aula madrasah yang sederhana namun penuh semangat, Yani dan Husen bergabung dengan rekan-rekan guru lainnya. Diskusi dibuka oleh kepala madrasah, Pak Mujiono, yang mengingatkan pentingnya memahami esensi P5.

"Miskonsepsi pertama yang sering kita temui," kata Pak Mujiono, "adalah menganggap P5 sebagai projek biasa. Padahal, P5 bertujuan menanamkan Profil Pelajar Pancasila, bukan sekadar menghasilkan produk."

Yani mengangguk setuju. Ia teringat bagaimana beberapa kali ia melihat guru lain yang lebih fokus pada hasil akhir daripada proses pengembangan karakter siswa.

"Betul sekali, Pak Mujiono," tambah Yani. "Tujuan utama P5 adalah pengembangan karakter, memberikan ruang bagi peserta didik untuk bereksplorasi, berkolaborasi, dan menyelesaikan masalah secara kreatif."

Husen yang duduk di sebelah Yani, kemudian berbagi pengalamannya. "Saya sering mendapati guru-guru, termasuk saya sendiri, yang belum memahami P5 secara menyeluruh. Padahal, pelatihan dan pendampingan sangat penting untuk memahami esensi P5."

Pak Mujiono mengangguk. "Kita juga harus memastikan bahwa P5 menjadi bagian integral dari kurikulum, bukan dilaksanakan di luar jam pelajaran. Ini akan mencegah beban berlebih pada murid dan tetap sejalan dengan tujuan pengembangan karakter."

Salah satu guru, Bu Yanti, mengangkat tangan. "Bagaimana dengan penilaian, Pak Mujiono? Banyak dari kita yang masih berfokus pada hasil akhir projek."

Pak Mujiono tersenyum. "Penilaian P5 harus lebih menekankan pada proses belajar dan pengembangan karakter. Kita perlu menggunakan metode penilaian yang autentik dan sesuai dengan tujuan P5."

Diskusi berlangsung hangat. Yani dan Husen mencatat dengan teliti setiap poin penting yang dibahas. Mereka menyadari bahwa keberhasilan P5 membutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk madrasah dan orang tua.

"Saya akan lebih aktif melibatkan orang tua dalam memahami tujuan P5," kata Yani. "Ini penting agar mereka bisa mendukung anak-anak di rumah."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline