Di tengah gemuruh malam yang sunyi di Kalimantan Tengah, Yully memandang sekitar. Dia duduk di tepi sungai, menatap perahu kecil yang bersandar dengan mesinnya yang renta. Suara mesin itu seperti sahabat lama yang setia menemani di tengah kegelapan hutan yang menyelimuti lorong jalan gelap gulita.
Yully tidak suka keheningan itu terlalu lama. Dia mengambil keputusan untuk melanjutkan perjalanannya, meski jalan terasa menantang dengan lumpur-lumpur yang licin akibat hujan baru saja reda. Dalam gelapnya malam itu, satu-satunya cahaya berasal dari kunang-kunang yang sesekali menerangi jalannya.
Deru mesinnya terdengar seperti nyanyian keberanian, memecah keheningan malam yang semakin dalam. Yully merasa seperti wanita-wanita kuat Kalimantan yang menghadapi tantangan alam dengan gigih. Mereka tidak gentar meski angin dingin hujan masih menyisakan rasa basah di udara.
Perjalanan Yully tidak mudah. Roda mesinnya terus berputar, melintasi lumpur-lumpur dan lorong-lorong gelap hutan. Tetapi semangatnya tidak pernah luntur. Dia terus maju, mengingat tujuannya yang jauh di depan. Baginya, tidak ada kata menyerah. Meski lelah mulai menyergap, Yully tahu bahwa dengan tekad dan semangat yang kuat, impian bisa diwujudkan.
Hingga akhirnya, saat matahari mulai menampakkan kepingan emasnya di ufuk timur, Yully tiba di tujuannya. Wajahnya berseri-seri, dipenuhi rasa bangga dan kelegaan. Perjalanan malam itu, menyapa keheningan dengan mesinnya yang renta, telah membawanya melewati ujian dan mengantarkannya pada pencapaian yang diimpikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H