Lihat ke Halaman Asli

Sesaat Sebelum Terbang

Diperbarui: 27 Juni 2024   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Pada tanggal 23 Juni 2022, pukul 19.57, grup WhatsApp yang biasanya sepi tiba-tiba menjadi ramai. Joko memulai percakapan, "Komen geh," tulisnya. Ia melanjutkan dengan nada yang mengisyaratkan keinginan untuk menghindari rapat yang mengganggu liburan mereka, "Bilang kalau seperti dulu gak perlu ada rapat cukup di-share di grup WA saja, mba. Jadi lebih tenang kita liburan."
Yani menanggapi dengan candaan, "Yo... takut ekstrim hi hi." Joko pun merespons dengan santai, "Walah," diikuti oleh percakapan ringan lainnya yang membuat suasana grup semakin hangat.
Saat itu, Joko duduk di salah satu kursi di lobi Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Ia sedang menunggu penerbangannya ke Bali yang dijadwalkan berangkat pukul 13 nanti. Suasana bandara cukup sibuk dengan orang-orang yang berlalu lalang, namun Joko tetap tenang sambil memeriksa pesan-pesan di grup WhatsApp.

Malam sebelumnya, Joko dan Yani sebenarnya sedang berada di sebuah rumah makan kecil di pinggir kota. Suasana di rumah makan tersebut sangat nyaman, dengan hiasan lampu gantung yang berpendar lembut dan alunan musik jazz yang mengisi udara. Meja-meja kayu yang tertata rapi serta aroma makanan yang lezat menciptakan atmosfer yang tenang dan menenangkan.

Percakapan kemudian bergeser ke masalah pekerjaan. Yani bercerita tentang pengalamannya di hotel baru-baru ini, di mana persiapan yang kurang matang membuat mereka kerepotan. "Kemarin di hotel, sudah jauh hari, tiga hari sebelumnya aku minta surat tugas, dll, nggak dibuat. Pagi nyampe di hotel baru kirim PDF. Guwa ujung-ujungnya cari tempat buat print surat tugas. Sekolah juga belum transfer uang ke panitia. Akhirnya madrasah Darul Ulum sempat terhambat di lobi. Orang-orang sekolah lain sudah bagi kamar. Ujung-ujungnya kamar Yulia dan Rina dijejel ke kamar sekolah lain karena kamar sudah penuh dengan yang bayar duluan. Karena Yulia dan Rina nggak nyaman gabung sama sekolah lain, ujung-ujungnya kami umpel-umpelan berlima satu kamar. Memang mereka pulang sih, jadi tetap longgar," ceritanya dengan emosi bercampur tawa.

Joko kemudian menanggapi, menyebut beberapa rekan mereka sebagai pengekor yang tidak berpikir. "Akibat para anggota tim yang hanya pengekor bukan pemikir," tulisnya, membuat grup semakin ramai dengan tawa.

Pelayan datang membawakan hidangan pesanan mereka. Nasi goreng seafood dengan udang besar yang menggiurkan, ayam panggang dengan sambal matah yang pedas menggigit, dan es teh manis yang segar. Mereka makan sambil terus bercanda dan saling sindir hingga malam hari. Yani menambahkan, "Kerjanya suka-suka. Mestinya 'Historia magistra vitae'." Ia kemudian menceritakan beberapa kasus yang pernah mereka alami, dari kasus siswa berprestasi hingga lambatnya konfirmasi surat tugas.

Namun, di balik tawa dan canda, terselip kelelahan dan rasa melankolis yang mendalam. Grup ini menjadi tempat bagi mereka untuk meluapkan perasaan dan mencurahkan segala keresahan tentang pekerjaan. Di satu sisi, mereka berusaha menjaga profesionalisme, di sisi lain, mereka tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluhkan rekan kerja yang dianggap kurang kompeten.

Percakapan malam itu diakhiri dengan pesan dari Joko, "Ulasan ini gak ngefek untuk penilaian." Pesan tersebut menggambarkan betapa rumitnya dinamika kerja mereka, di mana preferensi pribadi seringkali mengalahkan penilaian objektif.

Grup WhatsApp itu kembali sepi setelah percakapan panjang yang penuh dengan tawa, sindiran, dan kejujuran. Namun, keheningan itu hanya sementara, karena mereka tahu, keesokan harinya, cerita dan keluhan baru akan kembali memenuhi grup tersebut.

Usai menyantap makanan dan mengobrol panjang lebar, Joko dan Yani keluar dari rumah makan dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, mereka merasa lega telah berbagi keluh kesah, namun di sisi lain, mereka sadar bahwa masalah-masalah yang dihadapi belum benar-benar terselesaikan. Rumah makan yang sebelumnya penuh dengan canda dan tawa kini kembali tenang, seperti halnya grup WhatsApp mereka yang akan kembali ramai keesokan harinya.

Kembali di bandara, Joko menghela napas panjang. Ia menyandarkan punggungnya di kursi, menikmati momen tenang sebelum penerbangannya. Meskipun masalah pekerjaan terus berputar di benaknya, ia berusaha menikmati liburan yang sudah direncanakan. Sesaat, ia memejamkan mata, membiarkan alunan musik dari bandara mengiringi pikirannya yang melayang. Hari itu masih panjang, namun ia berharap perjalanan ke Bali bisa membawa sedikit ketenangan yang selama ini dirindukannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline