Lihat ke Halaman Asli

Tumpukan Jerami

Diperbarui: 9 Juni 2024   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh kebun jati yang rimbun, hiduplah seorang wanita bernama Dewi. Suatu hari, Dewi bertemu dengan seseorang yang telah lama dinantikannya. Mereka pernah berjanji untuk bertemu di suatu waktu dan tempat yang tak terdefinisikan, dan hari itu tiba tanpa disangka-sangka.

Dewi ingat saat pertama kali ditanya, "Kapan kau siap menjadi permaisuriku?" Jawabannya datang dalam bentuk isyarat yang tak biasa. Dia berkata bahwa matahari akan bersinar terang, namun hujan gerimis akan menyertainya. Dia mengibaratkan bahwa malam masih pekat, namun mentari telah muncul di ufuk. Kemarau telah melanda dusun, namun anak-anak sungai tetap pasang.

Hari itu, mereka berpapasan di pertigaan jalan setapak kebun jati. Daun-daun meranggas memenuhi bumi, tetapi tanah basah kuyup oleh embun pagi. Di balik tumpukan jerami, seseorang membawakan Dewi sejumput remah-remah dan sepasang gaun cantik berwarna biru malam.

Dia berbisik lirih kepada Dewi, "Saat ini adalah musim pancaroba dan aku datang memenuhi janji. Aku telah siap untuk menjadi pengantinmu."

Dewi merasa kehilangan kata-kata. Semua isyarat dan tanda yang diberikan ternyata benar adanya. Momen itu begitu indah dan penuh makna, tak terdefinisikan oleh kata-kata biasa. Di tengah kebun jati yang rimbun, di bawah sinar matahari yang bersinar bersama gerimis hujan, Dewi menemukan jawaban atas pertanyaannya. Mereka berdua bersatu dalam kebahagiaan yang telah lama dinantikan, mengukir cerita cinta yang abadi di desa kecil mereka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline