Senin, 18 Maret 2023, perjalanan menuju ke RSU Abdul Muluk terbilang lancar. Setelah melewati pasir gintung, ada lampu merah, ambil kiri, ambil tiket parkir, cukup dengan mengarahkan tangan ke arah sensor, secarik kertas keluar, lalu palang pintu parkir terbuka. menuju ke area parkir yang ada di sisi kanan. Usai menaruh helm ke dalam bagasi motor, Udin berjalan menuju ke ruang Alamanda, melangkah ke lantai 4. Ruang 405, sebuah gedung bernuansa biru.
Udin mungkin menarik nafas lega karena berhasil melewati proses parkir tanpa hambatan yang berarti. Dia mungkin memperhatikan sekitar, mencatat nuansa dan suasana sekitar rumah sakit tersebut. Udin bisa melihat beberapa orang masuk dan keluar, sementara kendaraan ambulans terdengar bersirene di kejauhan.
Melangkah masuk ke dalam ruang tunggu RSU Abdul Muluk, Udin mungkin merasa campuran perasaan gelisah dan harap-harap cemas, dia memiliki perasaan was-was tentang kondisi kesehatannya atau seseorang yang dicintainya yang berada di sana untuk perawatan medis.
Udin berjalan dengan langkah mantap menuju ruang Alamanda, memperhatikan sekelilingnya yang tenang, Udin merasa lega bahwa perjalanan menuju RSU Abdul Muluk berjalan lancar, meskipun ia kekhawatiran dan kegelisahan. Ia lebih suka menaiki tangga dari pada menggunakan lift karena antrian yang mengular, ia juga enggan berdesakan di ruang lift.
Di lantai 4, Udin mencari ruang 405. Dia menemukan ruangan ini dengan mudah karena beberapa kerabatnya pernah dirawat di ruangan yang sama. Udin lalu masuk dengan hati-hati.
"Assalamualaikum," ucapnya begitu masuk ke dalam ruangan. Udin melihat dengan hati yang berat saat perawat tengah memasang alat bantu bernapas untuk Pak Iqbal. Batuknya terdengar mengkhawatirkan, dan Udin bisa merasakan kegelisahan dalam ruangan itu. Udin menghampiri perawat dengan langkah hati-hati.
"Maaf, maaf. Ini Pak Iqbal?" tanyanya dengan suara pelan, menghormati situasi yang sedang berlangsung.
Perawat itu mengangguk sambil menatap Udin. "Iya, ini Pak Iqbal. Dia kembali dirawat setelah sebelumnya pulang dan kemudian kembali mengalami masalah kesehatan. Kami sedang melakukan perawatan lebih lanjut untuknya."
Udin menaruh tangannya di pundak Pak Iqbal dengan penuh empati. "Semoga cepat sembuh, Pak. Saya akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Anda," ucapnya dengan hangat.
Pak Iqbal menatap Udin dengan mata yang penuh kelelahan namun tetap penuh rasa syukur atas kehadiran teman atau keluarga yang datang menjenguknya. Udin bisa merasakan rasa kebersamaan dan dukungan di dalam ruangan itu, meskipun suasana sedikit tegang karena kondisi kesehatan Pak Iqbal yang memprihatinkan.
Melihat Bu Farida yang tengah mengenakan mukena, Udin menyadari bahwa dia mungkin baru saja menyelesaikan shalat Ashar. Dia merasa sedikit lega melihat bahwa ada kehadiran istri Pak Iqbal di sampingnya, memberikan dukungan moral dan kehadiran yang nyaman bagi suaminya di saat-saat sulit ini.