Lihat ke Halaman Asli

Human vs Machine: Adakah Pekerjaan Bagi Manusia di Masa Depan?

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1407494401800972702

[caption id="attachment_318396" align="aligncenter" width="455" caption="Source: EmpireFlippers.com"][/caption]

Disaat 5 perusahaan studio televisi asal United States of America (USA) terjerat persoalan hukum sehubungan dengan proses gugatan mereka dalam menentang penggabungan industri-industri dan monopoli kepada pihak CBS Broadcasting Inc. melalui US Department of Justice, jelas membuat perusahaan-perusahaan tersebut merogoh kocek cukup dalam untuk pendanaan dan segala proses hukum nya. Ya! Ternyata kelima perusahaan tersebut disinyalir merogoh hingga US$2.2 juta dollar, atau sekitar Rp. 25,949,000,000 (kurs: Rp. 11,795) untuk mempelajari lebih dari 6 juta dokumen terkait, yang sebagian besar mereka alokasikan untuk membayar upah per-jam sekumpulan tentara pengacara, yang sangat tinggi, beserta asisten-asisten mereka yang bekerja selama berbulan-bulan.

Namun, hal tersebut terjadi di tahun 1978. Saat ini, di jaman modern yang serba terkomputerisasi, dan dengan semakin berkembang-nya Artificial Intelligence (AI), maka perangkat lunak "e-Discovery" sudah dapat menganalisa berbagai dokumen dengan jauh lebih cepat, effisien dan jauh lebih murah. Kita ambil saja salah satu contoh, pada January 2011 lalu, dimana perusahaan BlackStone Discovery yang berasal dari Palo Alto, California, USA, mampu membantu tugas menganalisa lebih dari 1.5 juta dokumen dengan harga yang tidak lebih dari US$100,000 atau sekitar Rp. 1,179,500,000.

Tidak hanya terpaku pada proyek-proyek sejenis "e-Discovery", WATSON yang merupakan Artificial Intelligence besutan IBM pun ternyata dinilai jauh lebih baik dalam meniru kemampuan menganalisa dan berpikir manusia, hal itu dapat dibuktikan dengan dikalahkan-nya Ken Jennings, seorang pemenang 74 kali berturut-turut sebuah quiz di layar kaca Negeri Paman Sam yang berjudul "Jeopardy".

Selain memenangkan quiz tersebut, WATSON juga diberitakan sebagai salah satu bentuk Artificial Intelligence yang saat ini digunakan dalam sebuah program bagi para penderita penyakit kanker. Komputer super yang memiliki ukuran sebesar sebuah ruangan kecil ini terhubung langsung dengan pusat-pusat kanker dunia seperti Memorial Sloan Kettering untuk melihat dan menganalisa jutaan data klinis, tulisan-tulisan dalam jurnal artikel, serta laporan langsung dari hasil-hasil uji coba klinik yang kemudian secara otomatis memberikan rekomendasi perawatan terbaik pada para dokter untuk diterapkan bagi para pasien.

Jadi marilah kita melihat kenyataan yang ada: Ya! Teknologi sudah menjadi sangat cerdas. Bahkan pada kenyataan-nya dewasa ini kita sudah dikelilingi oleh berbagai teknologi yang jauh lebih hebat dibandingkan pada waktu kita masih melakukan pekerjaan yang dinilai canggih atau hebat. Mobil tanpa supir milik Google adalah salah satu bentuk nyata dari perwujudan teknologi cerdas tersebut, bagaimana tidak, mobil tersebut dapat melintasi jalan-jalan besar maupun kecil di berbagai negara, dan setelah menempuh jarak lebih dari 700,000km pun mereka hanya memiliki 1 rekor kecelakaan, itupun ternyata disebabkan oleh pengendara manusia yang lalai dan menabrak mobil tersebut ketika sedang berhenti di persimpangan jalan. Bukankah rekor tersebut jauh lebih baik dari rekor kita kebanyakan?

Satu hal lagi. 2 tahun yang lalu menurut para peserta quiz "Jeopardy" yang pernah bertanding melawan WATSON, kemampuan Artificial Intelligence tersebut belum sebaik saat ini. Hanya dalam kurun waktu 48 bulan tersebut, mesin ini dipercaya telah menjadi 240% lebih pintar dan cepat dalam menganalisa berbagai hal. Padahal kemampuan manusia justru akan menurun seiring dengan proses beranjak dewasa dan menjadi tua. Bayangkan, jika dalam 2 tahun WATSON dapat mengembangkan kemampuan-nya hingga pada angka 2 kali lipat, bukankah lazim bagi kita untuk mengatakan bahwa dalam 10 tahun, maka WATSON akan menjadi 32 kali lipat lebih pintar dan cepat? Dan dalam 10 tahun, bukankah manusia akan mengalami banyak penurunan kemampuan?

Isu yang berkenaan dengan rangkaian peristiwa diatas tadi sangat jelas. Seperti yang dikemukakan pakar ekonomi asal University of Oxford Carl Benedikt Frey dan pakar teknologi Michael A. Osborne, dalam hasil studi mereka yang di publikasikan pada bulan September 2013 lalu bahwa diperkirakan sekurang-kurangnya 702 jenis pekerjaan yang saat ini dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia akan tergantikan dengan tenaga robot dan komputer (Source: http://www.oxfordmartin.ox.ac.uk/downloads/academic/The_Future_of_Employment.pdf). Maka dalam situasi lingkungan yang seperti itu, sekiranya kita harus dapat mengerti jenis kemampuan dan keahlian apa yang akan memiliki nilai tinggi di masa yang akan datang? Jenis pekerjaan seperti apakah yang nantinya memberikan upah tinggi, atau pantas bagi anak-istri kita di masa depan? Dan kekhawatiran yang terbesar adalah apakah yang dilakukan manusia nantinya dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dari apa yang dikerjakan oleh komputer?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi sangat relevan terlebih pada situasi sekarang ini. Dimana kinerja ekonomi yang buruk berdampak pada berkurang nya jumlah lapangan kerja, terutama di negara-negara maju. United States of America (USA) contoh nya, jika dilihat dari sejarah ekonomi mereka, bukankah dalam beberapa dekade terakhir perekonomian mereka hanya membutuhkan waktu 18 bulan setelah resesi hingga kemudian pekerjaan-pekerjaan baru bermunculan? Namun kenapa saat ini, setelah lebih dari 77 bulan pun perekonomian mereka belum mencapai tahap benar-benar pulih? Mengapa tingkat upah disana mengalami stagnansi? Apakah ini semua ada kaitan nya dengan kemajuan teknologi?

Selama lebih dari 2 abad, banyak orang mempercayai jawaban dari pertanyaan diatas adalah: TIDAK! Banyak dari antara mereka yang mengatakan bahwa pada dasar-nya kemajuan dalam bidang teknologi akan mengundang pertanyaan apakah kemajuan teknologi itu sendiri akan menghancurkan sejumlah lapangan pekerjaan? Pada praktik-nya memang akan ada banyak lapangan pekerjaan yang hancur karena kemajuan teknologi, namun banyak pihak yang juga percaya bahwa dengan adanya kemajuan teknologi itu sendiri maka banyak lapangan baru yang akan tercipta juga. Sehingga mereka berpendapat pada kenyataan bahwa kemajuan teknologi tidak dengan serta-merta memberantas jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan manusia, namun lebih kepada memberikan perubahan dari jenis pekerjaan itu sendiri.

Pendapat tersebut dapat dibuktikan dengan sejarah revolusi industri yang pertama kali terjadi 200 tahun yang lalu di negara-negara berkembang saat itu; seperti United States of America (USA), United Kingdom (UK), dan berbagai negara eropa lainnya. Pabrik-pabrik kecil yang sebelum nya membutuhkan kemampuan tangan para seniman untuk membentuk dan mencetak komponen-komponen yang dibutuhkan, maka tidak akan membutuhkan keterampilan itu lagi setelah mesin bertenaga air diperkenalkan. Dengan menggunakan mesin bertenaga air, cetakan-cetakan tiap komponen menjadi jauh lebih seragam. Namun bagaimana dengan prosedur memasangkan masing-masing komponen tersebut untuk menjadi 1 kesatuan utuh? Disinilah transisi jenis pekerjaan yang dimaksud diatas terjadi. Memang benar, dengan ditemukan nya mesin bertenaga air, tenaga ahli seperti seniman pembentuk komponen jadi tidak dipergunakan lagi, namun dengan meningkat nya jumlah produksi pabrik-pabrik kecil yang kemudian menjadi perusahaan-perusahaan raksasa, maka jumlah kebutuhan buruh untuk pekerjaan dengan kemampuan yang lebih rendah menjadi lebih meningkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline