Kegiatan diplomasi menjadi trend dan marak dimasa kontemporer ini, praktek diplomasi nyatanya menjadi salah satu cara untuk menjalin hubungan dan mencegah adanya perperangan.
Diplomasi secara umum dimaknai sebagai kegiatan dalam Hubungan Internasional dimana setiap negara mempunyai kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai, diplomasi Kebudayaan, diplomasi Ekonomi, Preventif Diplomasi serta diplomasi politik merupakan beberapa istilah dalam kegiatan diplomasi.
Secara bahasa diplomasi berasal dari dua kata yaitu diplo/ folded in two dan ma/objek, folded document conferred a privilege often travel permit atau bisa artikan sebagai document penugasan untuk penjabat yang dituts oleh raja atau pemerintah.
Serupa dengan diplomasi Islam, dasar yang membuat diplomasi islam berbeda dengan diplomasi lainnya adalah sumber yang dijadikan acuan dalam diplomasi Islam adalah Al-qur'an dan Hadits dengan tujuan pertama nya adalah untuk menyampaikan risalah Islam rahmatan lil 'alamin yaitu dengan mengutamakan kerjasama dan perdamaian serta menghindari peperangan kecuali dalam keaadan terdesak, dalam Al-Qur;an terdapat banyak surat mengenai praktek diplomasi, salah satunya adalah QS An-Nahl: 125 "serulah manusia kejalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan cara yang baik.."
Masa Kesultanan Turki Utsmani menjadi masa emas bagi umat Muslim, praktek pemerintahan yang dijalankan oleh daulah Turki Utsmani telah mewujudkan mimpi dan hadist Rasulullah saw, yaitu adanya penaklukan Konstatinopel, sebuah kerajaan besar milik bangsa Romawi Timur yang sudah berabad-abad tahun menjadi cita-cita umat Muslim dari masa Nabi Muhammad saw hingga masa Turki Utsmani. Kerajaan Turki Utsmani pula menjadi kerajaan yang besar mencangkup dua benua, Asia dan Eropa, sebelum akhirnya jatuh dimasa Revolusi Musthafa Kemal At-Taturk.
Secara umum, terdapat 7 sultan besar penakluk Konstatinopel, beliau adalah Sultan Utsman bin Ertoghol, Sultan Urkhan bin Utsman, Sultan Murad I bin Urkhan, Sultan Bayazid bin Murad, Sultan Muhammad bin Bayazid, Sultan Murad II bin Muhammad, dan Muhammad Al-Fatih.
Sebagai seorang Penakluk Kerajaan besar, Muhammad Al-Fatih dalam streteginya menggunakan strategi dakwah, bentuk diplomasi yang digunakan oleh nabi Musa as dan nabi Harun as mengenai dakwah ini tidak lain bertujuan untuk menyebarkan agama Islam dan memberikan perlindungan.
Strategi dakwah yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih dalam menaklukan Konstatinopel terdiri dari 6 macam cara, diantaranya adalah Dakwah Kekuasaan dalam strategi ini Muhammad Al-Fatih selaku sultan sekaligus pemimpin perang pada saat itu mempunyai kendali penuh untuk menentukan penaklukan yang seperti apa yang akan dilakukan dengan segala persiapan yang dibutuhkan.
Dakwah Mauidzoh Hasanah atau strategi dakwah antara Muhammad al-Fatih dengan para pasukannnya, untuk menaklukan Konstatinopel Muhammad Al-Fatih tidak hanya membutuhkan alat perang ataupun tentara yang mumpuni namun Muhammad Al-Fatih juga membutuhkan seorang panglima atau prajurit yang mencintai Allah sehingga Muhammad Al-Fatih harus mencontohkan hal-hal yang baik yang nantinya akan ditiru oleh para pasukannya.
Strategi dakwah selanjutnya adalah Dakwahh Personal, Dakwah Korespondensi dengan cara surat-menyurat, dakwah Rasional dan dakwah Pendidikan.
Selama perjalanan menaklukan Konstatinopel Muhammad Al---Fatih telah berusaha untuk menguasai daerah-daerah sekitar Konstatinopel dengan mengirimkan utusan, surat dan juga bernegoisasi untuk tidak ikut terlibat dalam penaklukan yang akan dilakukan, selain itu Muhammad Al-Fatih juga telah memberi peringatan dan ajakan kepada Konstatinopel untuk menyerahkan Konstatinopel sehingga tidak akan ada peperangan, sayang nya permintaan ini ditolak oleh Konstatinopel yang akhirnya menyebabkan kekalahan Konstatinopel sendiri.