"Belanda tidak pernah menjajah Papua, Indonesia yang menjajah Papua", demikian salah satu argumentasi yang paling sering saya temui ketika berdebat dengan para simpatisan OPM di media sosial Facebook. Beberapa akun Facebook yang saya ingat pernah mengatakan bahwa Belanda bukan bangsa penjajah, antara lain Catatan dari Papua, Fabiano de Fouw, John Anari, Temar Aya, Mateus Singpanky, dan Papua Putra. Ini adalah salah satu argumentasi paling konyol yang sering dilontarkan oleh para simpatisan OPM. Sebelumnya saya sudah membahas secara singkat argumentasi yang mengatakan bahwa Belanda tidak menjajah Papua. (Baca lebih lanjut : http://www.kompasiana.com/mozesadiguna/lima-argumentasi-paling-konyol-organisasi-papua-merdeka_56f03a82547b61840ccc855b) Akan tetapi, saya sebagai penulis merasa membutuhkan artikel khusus untuk memberikan analisis yang lebih dalam dan tuntas sebagai kritikan atas argumentasi mereka yang satu ini.
Sekarang Anda silakan membuka Google Image dan ketik "Netherlands East Indies map". Gambar-gambar yang ditampilkan tentu tidak semuanya sesuai harapan. Yang harus kita cari adalah peta-peta antik terbitan di bawah tahun 1949. Kalau mau lebih akurat, Anda bisa mencari dengan kata kunci dalam bahasa Belanda "Nederland Indie kaart". Saya tidak menggunakan peta-peta vektor sebagai barang bukti mengingat peta vektor dapat dikarang sesuka hati desainernya. Peta-peta antik akan menggambarkan wilayah Netherlands East Indies atau Hindia Belanda terbentang dari ujung barat Sumatra hingga Papua sebelah barat. Gambar-gambar dari berbagai sumber ini sudah mematahkan argumen mereka yang baik yang mengatakan bahwa Papua tidak pernah menjadi koloni Belanda maupun Papua menjadi koloni yang terpisah dari Hindia Belanda. Papua baru menjadi koloni sendiri setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda tahun 1949 sehingga dalam peta manapun tidak akan pernah ditemukan wilayah koloni Netherlands East Indies berdampingan dengan wilayah koloni Netherlands New Guinea.
Kalau bukan untuk menjajah, untuk apa bangsa Belanda datang ke Tanah Papua? Menurut Catatan dari Papua, Fabiano de Fouw, dan Temar Aya, orang-orang Belanda datang untuk menyebarkan Injil di Tanah Papua. Jika orang-orang Belanda datang hanya untuk menyebarkan Injil, mengapa mereka mendirikan pemukiman untuk orang-orang Belanda, membuka lahan pertanian dan pertambangan, merekrut orang-orang pribumi sebagai prajurit Belanda, dan menjadikan Papua sebagai bagian dari wilayah Kerajaan Belanda? Ludwig Ingwer Nommensen sebagai seorang misionaris asal Jerman tidak pernah mengklaim wilayah Sumatra bagian utara sebagai koloni Jerman dan rakyat Batak sebagai subjek Kekaisaran Jerman. Carl Wilhelm Ottow dan Johann Gottlob Geissler yang menyebarkan Kabar Keselamatan di Papua juga tidak pernah mengklaim Papua sebagai bagian dari wilayah Kekaisaran Jerman bahkan diceritakan bahwa mereka terlebih dulu meminta izin kepada sultan Tidore sebelum menginjakkan kaki di Papua. Jadi sudah jelas bahwa orang-orang Belanda datang dengan motivasi 3G (gold, gospel, glory) sama halnya dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya.
Papua Putra mengatakan bahwa Belanda tidak menjajah Papua bahkan bekerjasama melawan Indonesia karena mungkin sama-sama Kristen. Yang membuat rakyat Papua menjadi mayoritas Kristen adalah orang-orang Belanda sendiri. Sebelum orang-orang Belanda datang ke Papua, rakyat Papua di pegunungan semuanya masih menganut animisme dan rakyat Papua di pesisir mayoritas masih beragama Islam. Carl Ottow dan Johann Geissler memang merupakan pelopor penyebaran Injil di Papua tetapi jumlah jiwa yang percaya kepada Yesus Kristus masih relatif sedikit pada masa pelayanan mereka. Orang-orang Filipina dan Spanyol sama-sama mayoritas beragama Katolik. Akan tetapi, orang-orang Filipina tetap menganggap orang-orang Spanyol sebagai penjajah. Jadi yang mereka terima hanya agama Katolik-nya, bukan orang-orang Spanyol-nya. Lebih parahnya lagi komentar dari Mateus Singpanky yang mengatakan bahwa orang-orang Belanda adalah utusan Tuhan. Utusan Tuhan macam apa yang suka mengadu domba? Bukankah di Alkitab disebutkan bahwa anak-anak yang membawa damai justru yang disebut sebagai "anak-anak Allah"? Jadi mereka ini utusan Tuhan atau utusan Iblis?
Catatan dari Papua juga mengatakan bahwa Indonesia dan Papua tidak bisa bersatu karena perbedaan ras. Jika masalahnya adalah perbedaan ras, bukankah warna kulit orang Belanda jauh lebih kontras dengan orang Papua dibandingkan warna kulit orang Melayu dengan orang Papua? Lagi-lagi dia memberikan jawaban bahwa selama di bawah pemerintahan Belanda orang-orang Papua diperlakukan dengan baik. Lalu dia juga mengatakan selama pemerintahan Belanda di atas Tanah Papua hanya ada satu orang Papua yang tewas dibunuh oleh tentara Belanda. Data dari mana dia bisa mengatakan seperti itu? Tidak hanya sumber data yang tidak jelas dan terkesan hanya karangan dia semata, mental inferioritas juga telah tertanam kuat di benak saudara kita ini.
Para aktivis Papua merdeka seringkali menghubungkan perjuangan mereka dengan perjuangan bangsa-bangsa kulit hitam lainnya. Keberadaan mereka ini sungguh mencederai perjuangan bangsa-bangsa kulit hitam lainnya. Ketika orang-orang Etiopia berjuang mati-matian memertahankan negaranya dari invasi Italia, orang-orang Kenya melancarkan pemberontakan Mau-Mau melawan kolonialisme Inggris, orang-orang kulit hitam Amerika berdemo menuntut hak-hak sipil, eh malah para aktivis Papua merdeka malah hidup enak saat masa kolonial Belanda. Ketika orang-orang Aborigin mengatakan orang-orang kulit putih membantai mereka seperti binatang, orang-orang Kongo menceritakan kekejaman raja Belgia yang suka memotong tangan budaknya, orang-orang Afrika Selatan meneriakkan penghapusan sistem apartheid, eh malah para aktivis Papua merdeka menceritakan betapa baiknya bangsa Belanda. Jadi mereka ini pejuang kemerdekaan sejati atau kolaborator penjajah yang sakit hati?
Baca di blog saya : mozesadiguna95.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H