Lihat ke Halaman Asli

Motulz Anto

TERVERIFIKASI

Creative advisor

Mohon Jangan Disentuh

Diperbarui: 28 Mei 2017   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto milik @motulz

Pasti kalian sering kan melihat tanda larangan bertuliskan pesan agar tidak menyentuh benda di depan kita? Pesan tersebut sering kita temukan di hampir banyak pameran atau galeri. Tujuan sesungguhnya adalah agar menjaga obyek atau barang yang dipajang atau dipamerkan dari tangan-tangan jahil. Terlepas dari kejahilan dan keusilan tadi sebetulnya pesan tadi untuk mencegah atau menghindari hal-hal yang teledor. Baik itu kesenggol dan jatuh atau sekedar bercak noda yang menempel di obyek. Dalam sebuah prosedur hal ini diistilahkan sebagai precaution atau tindakan pencegahan.

Dahulu saya berfikir pesan “Mohon Jangan Disentuh” itu hanya ada di Indonesia, di mana masyarakatnya terkenal suka isengan, usilan, dan gemesan. Akibat dari itu tidak sedikit barang pameran atau pajangan menjadi korban keisengan dan keusilan orang Indonesia. Ternyata pesan barusan ada di hampir banyak negara yang pernah saya kunjungi. Baik itu di pameran, galeri, apalagi museum.

Beberapa waktu kemarin saya mendapat tugas ke Tokyo dan Nagasaki Jepang, untuk sebuah proyek persiapan pameran di bulan Agustus besok. Yaitu pameran besar karya-karya kreatif dari Studio Ghibli Jepang. Sebuah studio animasi yang menghasilkan banyak sekali karya film yang indah dan menjadi inspirasi bagi banyak animator dan sutradara kelas dunia.

Dalam persiapan tersebut saya berbincang-bincang dengan salah satu produser acara pameran ini nanti. Pesan yang selalu berulang-ulang saya dengar adalah: jangan lupa memasang tanda “Mohon Jangan Disentuh”, untuk selalu mengingatkan pengunjung agar tidak menyentuh replika model yang dipamerkan, karena pengunjung Indonesia gemar menyentuh. Saya pun beberapa kali tersenyum, karena tahu kebiasaan orang Indonesia jika dilarang untuk menyentuh maka ia malah akan penasaran lantas disentuhnya. Sementara saya sendiri – saat mengunjungi pameran Studio Ghibli di Nagasaki dan berkunjung ke kantor kerja Studio Ghibli, rasanya tangan saya tidak bisa berhenti ingin sekali menyentuh ini dan itu. Entah berapa kali saya bertanya kepada mereka “may I touch this?” dan pasti dijawab “no”.

Awalnya mereka melarang, lalu saya keukeuh dan mencoba yakinkan mereka dengan bilang – saya butuh tahu material barang ini dan tangan saya bersih koq. Akhirnya saya diizinkan, namun demikian mereka tetap bertahan terus jika saya ingin memegang benda lainnya. Dalam situasi seperti ini, bisa jadi walau tangan saya bersih tapi berminyak yang berakibat akan membuat bercak pada barang pameran yang barusan saya sentuh. Istilah precaution di awal tadi sangat menjelaskan bahwa pencegahan jauh lebih penting sebagai upaya menghindari hal-hal yang tidak terduga dan malah menambah pekerjaan apalagi jika sampai bermasalah.

Di sisi lain sebagai pekerja kreatif, indera rasa, indera sentuh – menurut saya penting untuk dilatih apalagi bagi mereka yang bekerja di bidang kreatif. Orang kreatif wajib dan harus “melatih” radar sensitifitas rasa-raba tersebut. Dengan indera peraba kita belajar merasakan tekstur, dingin, hangat, mengkilap, dan lain-lainnya yang mengaitkan hubungan antara visual (apa yang dilihat) dengan material (apa yang dirasa).

Pameran Ghibli di Nagasaki Jepang

Akhirnya saya memilih untuk memahami bahasa dan kode precaution tadi. Hal ini mirip sekali dengan pemberitahuan ketika kita berada di pesawat terbang agar tidak menyalakan ponsel saat pesawat baru landingatau mendarat. Banyak dari kita yang merasa yakin bahwa tidak ada korelasi teknis antara sinyal ponsel dengan alat navigasi pesawat. Padahal bukan itu intinya,  prosedur keselamatan penerbangan merasa membutuhkan tidakan pencegahan tersebut. Kita sebagai penumpang selayaknyalah mengikuti aturan tersebut. Terlepas dari kita yakin atau paham bahwa hal tersebut tidak ada korelasi teknisnya, ya sudahlah ikuti saja.. tidak merugikan juga kan?

Bulan Agustus tidak lama lagi, persiapan pameran barang-barang dan karya Studio Ghibli akan segera terpampang di Ballroom Hotel Ritz-Carliton Pacific Place Jakarta dalam ajang World of Ghibli Jakarta. Inilah kali pertamanya sepanjang sejarah kehadiran anime di Indonesia, karya animasi Studio Ghibli akan dipajang langsung dihadapan pengunjung Indonesia. Inilah kali pertamanya film-film anime karya Studio Ghibli diputar di layar bioskop Indonesia. Tentu saya pun paham dan maklum bagaimana rasanya menjadi penggemar berat karya-karya anime besutan sutradara kondang Hayao Miyazaki ini, pastilah membuat gemas para pengunjungnya. Saran saya.. nikmatilah dengan tanpa perlu menyentuh, percayalah.. semua karya yang dipajang dan film yang diputarnya nanti sudah sangat cukup menyentuh kalian 🙂 Bagaimana bisa tahu? Karena hal itulah yang saya rasakan kemarin, sangat tersentuh saat mengunjungi tempat kerja mereka di Studio Ghibli, lalu Museum Ghibli, dan pameran karya Studio Ghibli di Nagasaki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline