Lihat ke Halaman Asli

Motulz Anto

TERVERIFIKASI

Creative advisor

Cerita Jogja, Mobil Gowes, dan Hari Listrik

Diperbarui: 31 Oktober 2016   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto milik @motulz)

Entah sudah berapa kali saya pelesir ke Yogyakarta, kota yang selalu membuat saya ingin selalu kembali dan kembali lagi. Kota yang selalu saja memberikan saya inspirasi dalam banyak hal. Kali ini ia memberikanku inspirasi tentang listrik! Seperti apa coba?

Dekat Alun-alun Kraton, saat malam banyak kita temukan hiburan mobil-mobil gowes yang dihiasi oleh lampu-lampu berwarna-warni. Saya seketika tersadarkan betapa suasana alun-alun yang gelap seketika menjadi terang dan gemerlap oleh warna-warni lampu led kecil bertenaga batere. Lantas saya jadi terinspirasi atas kejadian barusan mengaitkannya dengan masalah negeri ini yaitu krisis listrik di beberapa daerah di NKRI.

Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 27 Oktober adalah Hari Listrik Nasional. Masalah yang masih menjadi momok bangsa ini adalah masih ada daerah bahkan provinsi yang masih menghadapi krisis listrik. Dari mobil gowes kerlap-kerlip tadi saya jadi terfikir kemungkinan mengatasi kriris listrik ini dengan menggunakan batere dan solar cell sebagai alat sumber listrik pengisi batere-nya. Lalu saya tanya ke salah satu tukang mobil gowes, harga per mobil itu berapa? Ternyata sekitar 13 hingga 15 juta. 

Tenyata harga tersebut mahal di material rangka dan bahan fiberglass-nya. Ternyata lampu led dan batere tidak begitu mahal karena buatan Tiongkok. Ternyata masalahnya tidak sesederhana lampu led di mobil gowes. Listrik yang dibutuhkan saat ini adalah listrik yang bukan sekedar penerangan saja, melainkan listrik yang bisa digunakan sebagai daya listrik untuk pabrik atau segala infrastruktur penunjang usaha.

Di situlah akhirnya pikiran saya jadi melebar kemana-mana. Listrik yang dibutuhkan oleh sebuah provinsi itu butuh pasokan daya yang sangat besar namun harus murah dan mudah didapatkan bahan bakar-nya. Jogja adalah salah satu kota yang saya tahu cukup "redup", alias rumah-rumah di Jogja hampir banyak bukan tipikal rumah yang hambur lampu seperti di Jakarta. Untuk sebuah teras rumah saja seringkali kita melihat cukup diterangi oleh satu bohlam. Tak heran demikian karena saya pun baru tahu jika D. I. Yogyakarta adalah provinsi yang tidak punya pembangkit listrik besar sendiri sejak negeri ini merdeka. Beberapa tahun belakangan, pemerintah baru berinisiatif membangun pusat pembangkit listrik bertenaga angin.

Salah satu potensi bahan baku pembangkit listrik dalam negeri adalah batubara. Batubara dari perut bumi Indonesia ternyata memiliki kualitas yang sangat baik. Selain lebih murni juga meninggalkan sedikit "ampas". Saya berfikir bahwa bukan tidak mungkin pemerintah mengajak para pakar, cendikia, dan ahli dalam teknologi pembangkit listrik tenaga batubara ini diajak untuk menghasilkan teknologi tepat guna generator listrik tenaga batubara yang sangkil dan mangkus.

Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya bagaimana pemerintah Indonesia mencari jalan keluar yang paling jitu dalam menjawab permasalahan krisis kelistrikan ini. Sementara itu saya ingin melanjutkan jalan-jalan di Jogja dulu ya. Siapa tahu saja akan mendapatkan inspirasi lain untuk topik lain :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline