Di tengah hiruk-pikuknya KPK, Polri, dengan presiden, kementrian ESDM melakukan sebuah rundingan kesepakatan baru atas kerjasama dengan Freeport. Hasil dari kesepakatan ini melahirkan kesepakan baru dalam kerjasama MINERBA antara Freeport dengan Pemerintah Indonesia. Sudah cukupkah?
Saya senang sekali bepergian ke daerah-daerah pelosok di Indonesia, dalam perjalanannya itu saya masih suka menemukan betapa keindahan alam mendadak rusak dan berantakan dengan keberadaan lokasi pertambangan. Apalagi jika pembuangan limbah dari tambang tersebut tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa sangat buruk bagi lingkungan terdekat situs tambang.
Waktu itu saya menyusuri Sungai Mahakam di wilayah Kutai Barat. Sebuah sungai yang sangat besar dan panjang menghubungi sekian banyak desa, kecamatan, bahkan provinsi. Sungai Mahakam merupakan "jalan tol" bagi urat nadi pengubung kehidupan antar desa dan kecamatan. Dari sanalah distribusi perdagangan, pertanian, anak sekolah, kesehatan, dan seterusnya. Yang salah satunya adalah sebagai jalan raya angkutan tambang Batu Bara.
Hasil pertambangan Batu Bara ini jelas memberikan pemasukan yang sangat besar bagi pemerintahan provinsi. Saya tidak mau membahas tentang pertambangan ilegalnya karena saya tidak terlalu paham, namun pertambangan yang legalnya pun mampu berkontribusi besar. Akan tetapi sayangnya, masih jarang yang memperhatikan dampak lingkungan dari tambang tadi. Misalnya bagaimana dengan pembuangan tanah hasil galian ini ke sungai berdampak kepada pendangkalan sungai yang akhirnya saat musim penghujan wilayah tepi sungai jadi mudah banjir. Belum lagi hasil pembuangan tanah dan lumpur ke sungai Mahakam tadi pun berdampak pada penurunan penangkapan ikan sungai. Sementara kita tahu bagaimana hasil ikan sungai di Sungai Mahakam ini sungguh sangat dahsyat. Entah ada berapa banyak ikan-ikan sungai dengan ukuran fantastis kini sudah langka untuk ditemukan.
Beberapa warga tepian sungai mencoba dengan melakukan budidaya ikan-ikan yang langka tadi dengan membangun kolam-kolam di tepi sungai. Alhasil rasa dan aroma ikan pun tidak semantap dibanding ikan yang tumbuh secara liar jika dihidangkan sebagai masakan. Dahsyat bukan? bagaimana rantai kaitan antara pengelolaan tambang yang tidak peduli pada lingkungan bisa berdampak hingga kualitas bahan makanan. Padahal masalah ini bukan berkaitan dengan masalah limbah tambang yang beracun.
UU Minerba sudah berjalan dan mengatur hal itu semua, kini tinggal bagaimana peraturan-peraturan ini mampu menjaga semua tadi, karena pada akhirnya kita sebagai generasi sekarang tentu tidak akan tega jika akhirnya perolehan hasil tambang ini malah mengorbankan lingkungan alam yang berdampak bencana bagi generasi mendatang. Nah.. siapa sangka? bahwa pengelolaan pertambangan Batu Bara yang sembarangan ternyata mampu merusak cita rasa ikan-ikan sungai air tawar di Kalimantan, yang salah satunya adalah favorit saya yaitu Ikan Patin bakar! :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H