Lihat ke Halaman Asli

The Raid Review: Membawa Silat dalam Tim SWAT

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hari ini, saya bersama teman-teman dari Masyarakat Komik Indonesia menikmati Film yang faktanya merupakan film ekspor terbesar Indonesia 2011-2012. Tidak berlebihan menobatkan The Raid (2011) gelar tersebut, karena film ini telah diedarkan secara internasional oleh Sony Pictures, dan ditayangkan serentak untuk umum mulai 23 Maret ini. Tak hanya distribusi internasionalnya yang membanggakan, film juga telah meraih penghargaan di ajang Toronto Film Festival dan Sundance Film Festival, yang menghasilkan puluhan review luar biasa dari kritikus Film mancanegara.

Menonton kedua kalinya The Raid membuat saya lebih mampu memperhatikan beberapa hal yang semapat terlewatkan ataupun tertutupi oleh excitement saat pertama kali menyaksikannya di INAFF 2011 lalu atas undangan sang produser, Mas Ario Sagantoro. Jadi, berikut Review berdasarkan pengalaman 2 kali menonton film besutan Gareth Evans ini.

Film ini dibuka dengan pengantar singkat keberangkatan Rama (Iko Uwais) sebagai personel SWAT rookie (pemula) dalam misi menyerbu markas penjahat kakap. Tanpa banyak basa-basi, Gareth langsung membawa penonton ke dalam mobil yang mengantarkan 20 personel SWAT yang sedang mendapatkan taklimat dari Sersan Jaka (Joe Taslim) mengenai sasaran mereka, Apartemen 30 lantai yang dikuasai Tama (Ray Sahetapi), bersama tangan kanan-kiri-nya, Mad Dog (Yayan Ruhian) dan xxxx (Donny Alamsyah) dan puluhan preman/penjahat kelas teri yang hidup nyaman di bawah perlindungan Tama. Dan Petualangan penuh aksi pun dimulai

Cerita
Tidak ada yang istimewa dari plot maupun cerita yang dibawakan dalam The Raid. Plotnya tidak membawakan kejutan berarti. Tidak dibangun secara maksimal namun juga tidak memberikan banyak kekecewaan karena bukan ini ?jualan? utamanya. Namun, bagi yang mengikuti perkembangan film ini semenjak Merantau Films masih mengerjakan Berandal, pasti tau premis gimmick-nya. 30 floors, 20 elite Squads, 1ruthless crimelord. Nah janji manis ini sebenarnya tidak dibayar tuntas oleh Gareth karena tidak semua lantai ditunjukkan, bahkan hanya sebagian kecil lantai yang dieksplor. Lalu tidak keduapuluh anggota tim yang beraksi, karena beberapa tercatat ?dikeluarkan? beberapa sekaligus . Dan 24 jam di dalam apartemen pun tidak terasa seperti 24 jam? :) Kembali ke plot? simpel kok, datang-beraksi-menang-pulang.

Highlight dari sisi cerita adalah translasi naskah dari inggris ke Indonesia yang amat sangat tidak enak didengar? Gareth perlu lebih banyak mencari tim yang mampu tidak hanya menerjemahkan, tapi juga mencari padanan istilah yang tepat. Contohnya, ?because it?s fits me!? punya makna yang dalem dan asik, tapi ketika diterjemahkan menjadi ?karena pas!? kehilangan gregetnya dan bersisa ampas laiknya kopi. Jadi, om Gareth, bias kontak saya kalau butuh konsultasi penerjemahan. Dari sisi cerita, the Raid gets 2,5 out of 5 stars.

Karakter
Secara keseluruhan, karakter yang menonjol dalam film ini mampu diperankan dengan baik oleh masing-masing aktor. Komentar singkat saya akan cukup menjelaskan pandangan saya. Iko Uwais masih perlu memperbaiki artikulasi dan ekspresi, terutama pada dialog panjang. Joe Taslim, diluar dugaan, mampu berakting sangat baik. Donny Alamsyah tidak mengecewakan. Ray Sahetapi terlalu seperti JOKER di Dark Knight. Acting paling menonjol bagi saya datang dari Yayan Ruhian? sangat khas! Sisanya? Oke lah 4 bintang?

Perkelahian
Bagian inilah yang membuat film ini menuai pujian dimana-mana? Mulai dari film aksi terbaik sekelas Die Hard sampai analogi ?Assault on Precinct 11 di tangan John Woo? dan tidak perlu diragukan lagi? bagi saya, tim ini adalah tim dengan koreografi perkelahian terbaik di Indonesia saat ini. Sutradara yang jatuh cinta pada silat. Ditambah penata laga dan aktor yang benar-benar memiliki latar belakang silat maupun beladiri lain. Penonton disuguhi adegan pertarungan cepat jarak dekat penuh dengan gerakan khas silat, tangkisan dan sapuan, juga jurus-jurus efektif dalam mematikan lawan.
Adegan pertarungan yang memang sudah sangat baik ini mampu dikombinasikan dengan special effect?yang sangat terlihat terikat pada budget?yang mampu memebrikan pengalaman visual mencengangkan namun tidak berlebihan? hahahaha?. Membahas bagian ini memang akan terkesan melebih-lebihkan. Sebagai inti dari film ini, deskripsinya hanya brutal dan keren! 5 stars!

Detail
Sayangnya, banyak sekali detail yang kurang dipikirkan oleh tim produksi film ini. Tapi, lagi-lagi keterbatasan dana dan luarbiasanya adegan fighting yang disuguhkan mampu membuat saya memafkannya. Tapi tidak ada salahnya disebutkan beberapa, karena menurut saya, detail ?detail ini sangat penting dan sangat terkesan dihilangkan demi konsekuensi keuangan yang akan muncul kalau memikirkan logikanya.

Pertama sebagai tim SWAT mereka sama sekali tidak SPECIAL WEAPON AND TACTICS. Tidak ada yang memakai rompi anti peluru, padahal mereka memakai helm. Tentu karena kalau memakai rompi, jadi susah matinya :) Lalu mereka juga tidak memanfaatkan radio, yang dibawa oleh seluruh personel?hanya jaka yang pernah menggunakannya. Dan, ini yang paling aneh. Senjata yang mereka gunakan tidak sama! Rama memiliki senapan serbu, tongkat, pisau, pistol, dan granat! Sementara teman-teman yang lain hanya punya senapan serbu dan pisau. Kenapa saya menyinggung hal ini, karena beberapa pertempuran jarak dekat harusnya bisa dimenangkan jagoan, seandainya mereka semua memegang pistol :) apalagi kalau lempar granat.

Ada satu scene yang paling mengganggu saat tim penjahat menembaki mobil SWAT ala Rambo yang diberi senapan mesin dengan peluru tak terbatas. Dibelakang mereka, tampak jalan raya! Yang sibuk dengan kendaraan lalu lalang. Kalau yang satu ini pembenarannya sudah pasti kompleks penjahat itu memang sangat menakutkan jadi tidak ada orang yang berani macem-macem.

Kesimpulan
Menurut saya The Raid memang layak untuk menjadi film yang rilis secara internasional, tapi terus terang, nilai dorongnya adalah di perkelahian super cepat yang disuguhkan dan memang dirindukan oleh publik penggemar film Amerika yang mulai jenuh dengan special effect super wah yang tak lagi memberikan kejutan. Jadi sebagai film laga, ya saya berani mengatakan film ini sangat baik, mampu memberikan ketegangan pada penonton dalam setiap adegan perkelahiannya. Pergerakan kameranya juga mampu mengikuti kecepatan perkelahian, walau tak ada yang baru dan sedikit sekali slow motion. Tidak ada handheld dengan komposisinya yang ?bikin pusing? penonton bioskop. Kalau mau dicari lagi kurangnya adalah music scoring yang katanya berbeda dengan versi amerika yang dibuat oleh mike shinoda, sehingga otomatis sudah membayangkan, kalau yang versi shinoda pasti jauh lebih keren.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline