Lihat ke Halaman Asli

Sekedar Bersyukur

Diperbarui: 8 November 2015   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bersyukurlah…

Karena Kita masih dipertemukan dengan trik pagi dihari sabtu bulan November ini. Ditengah begitu banyaknya raga yang tengah berpisah dengan jasadnya, diantara banyaknya kerinduan pengen menikmati namun masih dibatasi dengan kondisi tubuh yang kurang bersahabat, dan masih adanya jiwa yang mengemis ditengah belantara kesibukan yang hamper tidak ada yang bisa jadi pilihan diantaranya. Hingga kata-kata ini mengalir bersama darah dari benak menelusuri seluruh ruas-ruas pikiran yang berujung pada jari jemari ini, masih tetap saja rasa syukur itu menggumam dalam hati dan terserat dalam otak dan terfikirkan dengan seperti apa baiknya aku mengungkapkannya. Kini diri ini masih berada diantara penjara halusinasi dengan realitas. Berhalusinasi hendak memaknai rasa syukur itu namun tak mampu menemukan ekspresi yang tepat dengannnya, namun sungguh kesyukuran itu memang realistis.  

“.sesungguhnya jika kamu bersyukur maka akan kutambahkan nikmatku kepadamu” (Qs, Ibrahim : 7)

Ketenangan yang merupakan buah dari sebuah rasa syukur tentu berasal dari keteguhan, ketenaran jiwa yang tak gampang lelah dan ini adalah diantara kenikmatan buah kesyukuran. Sementara kelelahan jiwa kerap kali terjadi manakala hilangnya penyubur berupa keimanan. Olehnya dengan bersyukur merupakan bentuk usaha implementasi keimanan. Laksana gemuruh ombak ditengah samudra disana ada karang-karang yang kuat dengan kokohnya menepis setiap hantamannya. Ombak menggunung yang pada mulanya meresahkan hati dengan raut-raut ketakutan berubah menjadi hempasan-hempasan kegembiran tatkala tetepiskan oleh karang yang kemudian menjadi percikan-percikan inspirasi yang siap membiaskan pelangi-pelangi. Demikian pula dinamika kehidupan yang tak hanya berupa kegembiraan, canda tawa saja namun disana juga ada suka duka, penyesalan, air mata, patah hati dan haru biru yang kedua variable ini hanya bisa ditepis oleh hati yang senantiasa bersyukur. Maka terpancarlah pelangi-pelangi kezuhudan,qana’ah (senantiasa merasa cukup dengan apa yang dimiliki) serta meleburnya sifat serakah dan kesombongan.

Menjalani hidup, disana seakan ada segmentasi spekulatif yang membutuhkan peranan tunggal dan kemauan para actor kehidupan (red:manusia)  itu sendiri. Adanya keleluasaan untuk memilih adalah bentuk spekulatif sementara yang secara totalitas disatupadukan pada keinginan setiap orang/individu, walaupun setiap aksi dan reaksi tetap terjadi atas kehendakNya.

”sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka”  (QS, Ar’rad : 11)

“dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi kami lah khazanahnya, dan kami tidak menurunkan meainkan dengan ukuran tertentu” (Qs, Al-hijr : 21)

Demikian indahnya bahasa keimanan yang tak hanya bisa dimaknai secara hakiki saja namun bisa pula dimaknai secara maknawi. Seperti halnya bersyukur yang merupakan salah satu diantara cabang keimanan yang dengannya menjadi penopang kesempurnaan keberimanan seseorang, yang hal ini menjadi mudah bagi mereka yang memiliki kebeningan hati, yakni hati yang senatiasa siap untuk menerima setiap kebenaran apapun bentuknya dan bagaimanapun adanya dengan lapang dada. Bukan malah membangkang serta membanta akibat kesombongan diri yang semakin akut. Sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu-pendahulu kaum munafik ketika kebenaran hendak sampai kepadanya maka mereka mendatangkan sejuta alasan-alasan serta bantahan yang semata-mata memebebek pada hawa nafsu dan kepentingan mereka. Maka tetaplah bersyukur dalam segalah hal dan keadaan, karena disana banyak hal yang hanya akan bisa terungkap dengan rasa syukur. Rasa yang semua manusia bisa memilikinya bahkan lebih dari itu, seseorang akan termuliakan dengan rasa syukur yang mereka miliki. Dengan rasa syukur tidak mengharuskan kita menjadi orang lain sebab dengannya kita akan mudah menjadi diri kita sendiri. Ditengah begitu banyaknya orang yang hidup dlam kehidupan orang lain, bergerak dan berbuat sesuai dengan kehendak orang lain, cinta dan bencinya pun disandarkan pada penilaian orang, maka hadirlah penyejuk penat berupa rasa syukur yang dapat melunakkan kerasnya hati, mengendalikan emosi serta mengarahkan pikiran. Terlalu banyak hal yang mesti disyukuri akibatnya tak ada kata yang pantas mewakili rasa itu selain daripada kata syukur itu sendiri.

Banyak kisah hikmah yang mungkin pernah lepas dari bahan bacaan-bacaan kita. Namun saat kita sibuk meresapi dan keenakan mencicipi kata demi kata dalam kisah tersebut ternyata kita tidak sadar bahwa hikmah yang paling banyak termuat didalamnya adalah kesyukuran. Bersyukur lantaran terbebas dari ancaman maut yang seketika dapat merubah status kehidupan mereka, bersyukur lantaran tidak kehilangan materi harta benda serta materi lainnya, bersyukur lantaran sembuh dari jeratan penyakit kronis yang mematikan sampai-sampai mereka pun bersyukur walau sekedar hanya bisa mengucap dan menuliskan kata syukur itu. Tanpa terasa pula kata syukur begitu banyak mewarnai tulisan ini.

Bersyukurlah…

Sebab dengannya ada cinta, cinta untuk senantiasa bersyukur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline