Lihat ke Halaman Asli

Hilangnya Martabat Gelar Profesor

Diperbarui: 17 Agustus 2024   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wakil Ketua MWA UNS Non Aktif Profesor Hasan Fauzi (tengah) saat memberikan konferensi pers, Jumat (14/7/2023). (Sumber: Istimewa) 

Profesor. Gelar yang diincar oleh sebagian besar pendidik Indonesia, bahkan banyak yang rela mengorbankan integritas mereka demi meraihnya. Kekuasaan yang melekat pada gelar ini, mampu mendorong banyak pihak untuk melakukan perbuatan yang tidak bermoral.

Gelar profesor kini bukan sekedar apresiasi atas perjuangan, melainkan sudah menjadi media korupsi dan kolusi mereka yang memegang gelar tersebut. Kasus penyalahgunaan wewenang dengan menggunakan gelar profesor merusak sistem pendidikan di Indonesia. Tindakan ini membuka jalur korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk kepentingan pribadi. Mereka yang memegang gelar profesor harus memiliki integritas dan rasa tanggung jawab yang tinggi bagi pelajar. Namun, ada saja guru besar memanfaatkan gelar profesor mereka untuk kepentingan pribadi.

Mengutip dari detik.com, gelar profesor harus diraih dengan memenuhi berbagai syarat yang meliputi pemenuhan angka kredit komulatif yang tinggi, bekerja sebagai dosen selama 10 tahun, memiliki gelar doktor, dan memiliki karya ilmiah yang dipublikasi di jurnal internasional bereputasi. Namun, salah satu syarat tersebut dipenuhi oleh 11 guru besar ULM secara curang. Mengutip dari beritasatu.com, dosen ULM menyuap agen penerbitan artikel ilmiah agar artikel mereka diunggah. Kasus ini terjadi ditengah ambisi ULM untuk meningkatkan peringkat kampus dengan cepat dan menjadi PTNBH. Peringkat kampus yang meningkat akan menarik lebih banyak calon mahasiswa pada kampus tersebut. Secara ekonomis, ini akan memberikan keuntungan pada kampus. Kemudian, kampus yang menjadi PTNBH akan diberikan otomi yang lebih luas dari PTN. PTN BH diberikan kebebasan untuk mengelola diri sendiri dalam hal akademik, sumber daya manusia, dan keuangan.

Peringkat kampus yang meningkat akan menarik lebih banyak calon mahasiswa pada kampus tersebut. Secara ekonomis, ini akan memberikan keuntungan pada kampus.

Kasus serupa ditemukan pada perguruan tinggi UNS. Gelar profesor digunakan untuk melakukan sabotase pemilihan rektor baru UNS tahun 2023 silam. Mengutip dari Kompas.com, rektor terpilih UNS tahun 2023, Sajidan, diduga melakukan kecurangan demi memenangkan kontestasi tersebut. Kasus ini membuat dua petinggi Majelis Wali Amanat (MWA) UNS, yaitu Hasan Fauzi dan Tri Atmojo mendapatkan sanksi dari Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim. Hasan Fauzi dan Tri Atmojo terbukti melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 3e, 3f, dan 5a. Penyalahgunaan wewenang, sikap tidak jujur, dan tidak bertanggung jawab membuat jabatan profesor kedua petinggi MWA tersebut dicabut oleh Nadiem Makarim.

Gelar profesor ibaratkan buah yang dibiarkan busuk. Tidak ada upaya yang jelas dari pemerintah untuk menjaga kebersihan dan martabat gelar profesor. Mulut, mata, dan telinga tertutup rapat, menolak fakta bahwa gelar ini telah dimanfaatkan secara sepihak. Pemerintah hanya muncul saat hari penghakiman, bukan mencegah dari awal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline