"Kembeleisme"
Karakter dasariah manusia adalah kebebasan. Kebebasan, oleh banyak orang, diinterpretasi secara beragam. Beberapa orang mengerti kebebasan sebagai instrumen penting untuk mengambil keputusan yang baik dan benar. Keputusan-keputusan yang memajukan diri sendiri dan sesama.
Tetapi, selalu hadir juga interpretasi dangkal yang menyimak kebebasan sebagai alasan untuk memutuskan dan melakukan apa saja tanpa memperhatikan batas-batas kewajaran serta tanpa mempertimbangkan hak-hak orang lain dan kebaikan diri sendiri. Kasarnya, kebebasan disimak sebagai "sebebas-bebasnya", no matter what!
Di Manggarai, sebuah istilah untuk mengatakan kebebasan yang "keropos" dalam mengambil keputusan ialah "kembeleis". Orang Manggarai mengerti terminologi "kembeleis" sebagai sikap acuh tak acuh, bodo amat, suka-suka gue, dan semacamnya. Tetapi, orang baru bisa bersikap "kembeleis" kalau ia memiliki segala kebebasan untuk mengambil keputusannya sendiri. Singkat kata, "kembeleis" mengatakan kedangkalan yang mengenaskan atas kebebasan untuk mengambil keputusan dan tindakan.
Di beberapa tempat, tidak sulit menemukan orang dengan karakter "kembeleis", mulai dari yang "kurang terlalu" sampai yang layak disebut "orang sulit". Serentak, atas tuntutan dimensi sosial dan komuniter hidup bersama, tidak mudah juga untuk menghindar dari orang-orang semacam ini.
Keadaan mengondisikan siapapun untuk terpaksa menghadapi mereka: mau tidak mau, harus. Di mana-mana, kaum kembeleis selalu mempersulit keadaan, membuatnya mandek, memperlemah semangat yang menggelora untuk memajukan dirinya dan memajukan kehidupan bersama.
Singkat kata, kaum kembeleis menjadi batu sandungan yang lebih keras dari batu karang. Sehingga, ombak apa pun yang menerpanya, ia tetap kokoh di atas "kembeleisme"-nya.
Karakteristik Kaum Kembeleis
Karena tuntutan dimensi sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan kaum kembeleis, maka akhirnya dikenal juga ciri-ciri mereka.
Pertama, kaum kembeleis anti-progresivitas. Ciri ini sudah menjadi seperti prinsip bagi mereka. Sebetulnya mereka adalah orang-orang yang punya mimpi besar untuk maju -- menurut omong besarnya -- tapi mereka kerap berhenti hanya pada mimpi dan omong besar. Jadi, mimpi besar mereka untuk maju hanyalah omong kosong.