Hai, Bu
Adakah kau menungguku menjenguk gubukmu?
Adakah kau bersegera melongok tatkala anjing menggonggong di depan pintu?
Maaf Bu,
Telah kutimbang-timbang
Natal tahun ini putrimu tak pulang
Ampun Bu,
jangan kira aku hilang
Hanya, dunia tampaknya terlalu keras melarang
Membentangkan jarak yang ..
hanya dapat ditaklukkan dengan segepok uang
***
Seperti natal-natal yang lalu
Natal tahun ini masih sama, Bu
Tak ada kado dari putri semata wayangmu
Walau barang sepotong baju
Atau sepatu yang kau idamkan itu
Seperti kebanyakan orang pada ibunya berlaku
Ah, usah padamu kuceritai, Bu
Nasib putrimu sejak beranjak pergi
Mengadu mimpi dalam ego dan ambisi
Memunggungimu di tengah kesenjaan yang merangkak menghampiri
Telah kubisiki pada embun yang kau kunjungi saban pagi
Usah cemburui teman-temanmu, Bu
Pakai saja kebayamu tahun lalu
Itupun masih tampak baru, bukan?
Lagi, kau tetap anggun dalam balutan kain apapun
Walau tak terlihat mataku
Namun teramat jelas dalam batinku
***
Bu,
Bersukacitalah di dalam Tuhan
Sekali lagi kukatakan: bersukacitalah!
Bukankah itu kado paling sempurna?
Selamat Natal, Bu
Doa tulusku menyertaimu
Walau tak semurni doamu untukku
Untuk anak-anakmu, hidupmu
Jakarta, Desember 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H