Lihat ke Halaman Asli

Peran Mahasiswa dalam Menyongsong SDGs Guna Sejajarkan Indonesia dengan Negara-negara Maju

Diperbarui: 4 Oktober 2021   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Suatu kemiskinan dan krisis kelaparan yang menciutkan penduduk dikatakan sebagai akibat paceklik, kekeringan, atau sesuatu yang lain. Tidak pernah karena salah pemerintahan. Hal itu terucap dari mulut seorang pejuang kemerdekaan Indonesia Dr. Ernest Douwes Dekker. Kedua hal itu masih menjadi permasalahan di Indonesia sejak dulu.

Kemiskinan merupakan keadaan dimana ketidakmampuan sesorang untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kebutuhan dasar yang lainnya. Sikap mudah menyerah, pasrah dengan keadaan, dan tidak yakin dengan dirinya sendiri di masa depan bisa dikategorikan sebagai penyebab kemiskinan pada internal sesorang. Sedangkan kelaparan bisa dikatakan sebagai dampak dari kemiskinan sehingga seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya.

Jumlah penduduk miskin yang tersebar di Indonesia sebagian besar berada di desa. Kebanyakan masyarakat desa belum bisa atau belum memiliki kemampuan dalam memaksimalkan sumber daya dan potensi desa nya yang menyebabkan desa mereka terkesan menjadi miskin atau tidak punya apa-apa. Padahal, sumber daya alam di desa pun bisa dibilang cukup melimpah. Karena sumber daya alam di Indonesia pun banyak yang masih tersimpan di desa.

Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan bahwa pada Maret 2021 tingkat kemiskinan di Indonesia berjumlah sebanyak 27,54 juta penduduk. Hal itu juga menunjukan bahwa tingkat kemiskinan saat ini masih lebih tinggi dibanding September 2019 lalu sebelum pandemi. Dari 272 juta jiwa penduduk Indonesia yang berdasarkan data Administrasi Kependudukan atau Adminduk dan 27,54 juta penduduk yang mengalami kemiskinan, angka tersebut tidaklah sedikit. Maka, kebijakan-kebijakan yang dikiranya mampu menangani hal tersebut harus dilakukan.

Jika kita ingin membicarakan tentang masalah masyarakat di Indonesia,  kita masih harus bekerja sama dalam banyak hal, terutama pada masyarakat pedesaan. Seperti perekonomian, kesehatan, pendidikan, dan yang lainnya. Tentu saja, pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

Awal mula munculnya Istilah SDGs yang dicanangkan sebagai agenda pembangunan global pertama kali dikemukakan oleh pemerintah Kolombia, Peru, Guatemala dan Uni Emirat Arab sebelum konferensi Rio+20 pada tahun 2012. SDGs atau Sustainable Development Goals adalah upaya agar desa bebas dari kemiskinan dan kelaparan, desa ekonomi yang tumbuh merata, desa yang peduli kesehatan, desa yang peduli lingkungan, desa terdidik, desa yang ramah, desa yang berjejaring dan desa yang berbudaya dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Agar mampu menjadikan SDGs ini sebagai agenda besar yang dapat mencakup semua negara, maka banyak diadakannya pertemuan yang bertujuan untuk mengumpulkan masukan dan informasi dari semua pihak untuk persiapannya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih untuk menjabat sebagai co-chair High-Level Panel of Eminent Persons (HLPEP) oleh Sekretaris Jenderal PBB bersama David Cameron (Perdana Menteri Inggris) dan Ellen Johnson Sirleaf (Presiden Liberia) pada tanggal 13 Juli 2012. HLPEP ini merupakan forum yang diharapkan dapat menjadi saluran konsultasi yang berupaya menjadi saluran yang lebih terbuka dan inklusif yang memungkinkan berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam perumusan kontribusi terhadap agenda pembangunan pasca-2015. Pada dasarnya, agenda ini bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan yang bisa dibilang ekstrem melalui pembangunan berkelanjutan.

Pada tanggal 25 September 2015, para kepala negara dan pemerintahan dunia secara resmi mengesahkan agenda Tujuan Pembangunan Global (Sustainable Development Goals) yang berlangsung di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pada acara tersebut kurang lebih 193 kepala negara menghadirinya. SDGs merupakan penyempurnaan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang lebih luas dengan melibatkan lebih banyak negara, baik negara maju maupun berkembang, memperluas sumber pendanaan, dan menekankan hak asasi manusia, termasuk partisipasi organisasi berbasis masyarakat (norma) dan media. SDGs tersebut mengusung tema "Mengubah Dunia Kita : Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan" dengan 17 tujuan dan 169 target yang yang berlaku sejak tahun 2016 hingga 2030. SDGs berlaku untuk semua negara tanpa terkecuali  dan warga negara memiliki kewajiban untuk mencapai tujuan dan target tersebut.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, SDGs ini memiliki 17 tujuan, di antaranya ialah :

  • Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di mana pun
  • Mengakhiri kelaparan
  • Memastikan kehidupan yang sehat dan kesejahteraan
  • Memastikan pendidikan yang bermutu
  • Mencapai kesetaraan gender
  • Memastikan ketersediaan air bersih dan sanitasi
  • Memastikan akses energi bersih dan terjangkau
  • Mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta pekerjaan yang layak bagi semua
  • Membangun infrastruktur, industri, dan membantu perkembangan inovasi
  • Mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara
  • Membangun kota dan komunitas yang berkelanjutan
  • Memastikan konsumsi dan produksi berkelanjutan
  • Mengambil aksi untuk memerangi perubahan iklim
  • Menjaga ekosistem laut
  • Menjaga ekosistem darat
  • Menjunjung perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat
  • Menguatkan dan merevitalisasi kemitraan untuk mencapai tujuan

Dalam setiap tujuan sebelumnya, terdapat beberapa target yang tentunya harus dipenuhi dan dicapai oleh setiap negara. Dalam kehidupan bernegara, tentunya tidak hanya pemerintah yang bisa turut andil dalam mencapai tujuan nya. Kita sebagai masyarakat biasa pun bisa mewujudkan hal tersebut. Upaya pencapaian tujuan SDGs yang menjadi prioritas pembangunan nasional memerlukan sinergi kebijakan perencanaan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Billy Mambrasar, Duta Besar SDGs 2019-2021 yang sekaligus juga merupakan staf khusus Presiden, mengatakan dari 17 tujuan SDGs baru 3 saja yang tercapai, antara lain perjuangan melawan kemiskinan, langkah-langkah perlindungan iklim, dan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Menurut Billy, generasi muda telah membantu memajukan agenda SDGs di Indonesia, khususnya dalam hal upaya pengurangan perubahan iklim. Contohnya adalah pemuda Bali yang menggalakkan program Zero Plastic Waste, sebuah program yang  mengurangi penggunaan plastik dan menggantinya dengan bahan yang lebih ramah lingkungan.

"Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia". Kata-kata yang diucapkan oleh Bung Karno itu seakan-akan mengharapkan pemuda pemudi Indonesia untuk terus berjuang demi tanah airnya menuju bangsa yang lebih baik. Mahasiswa merupakan salah satu contoh unsur pemuda pemudi itu yang mampu memenuhi atau mewujudkan tujuan SDGs. Mahasiswa juga memiliki perannya dalam masyarakat, antara lain :

  • Mahasiswa sebagai Agen Perubahan atau Agen of Change, mahasiswa merupakan penggerak masyarakat ke arah yang lebih baik. Hal itu sangat cocok jika disesuaikan dengan tujuan SDGs itu sendiri, yakni mengubah lingkungan di suatu negara menjadi lebih baik.
  • Mahasiswa sebagai Penjaga Nilai atau Guardian of Value, mahasiswa menjadi garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai baik yang ada di masyarakat, seperti kejujuran, gotong royong, empati, dan keadilan. Jika nilai-nilai baik tersebut sudah terjaga di masyarakat, maka untuk mewujudkan tujuan SDGs pun lebih mudah.
  • Mahasiswa sebagai Iron Stock atau Penerus Bangsa, jika suatu negara memiliki mahasiswa yang berkualitas baik, maka masa depan negara tersebut pun akan lebih cerah. Maka dari itu, mahasiswa dirasa sangat cocok dalam menyongsong SDGs ini.
  • Mahasiswa sebagai Kekuatan Moral atau Moral Force, jika seorang mahasiswa memiliki nilai dan moral yang baik, maka tidak akan sulit untuk mewujudkan cita-cita SDGs.
  • Mahasiswa sebagai Pengontrol Sosial atau Social Control, mahasiswa memberikan saran, kritik, dan solusi terhadap peristiwa yang tidak sesuai dengan cita-cita bangsa dan nilai-nilai luhur bangsa dalam masyarakat. Jadi mahasiswa pun akan lebih mudah untuk mengatur masyarakat supaya ingin diajak bekerja sama dalam mewujudkan tujuan SDGs.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline