Kita ketahui dengan baik bahwa drama politik kita terus bergulir dan selalu mengalami dinamika. Beberapa bulan yang lalu Puan Maharani bertemu Agus Harimurti selaku ketua partai Demokrat. Tidak berselang lama, muncul berita yang heboh. Budiman Sudjatmiko yang hatinya berlukiskan banteng merah sebagai kader PDIP yang ulung dan militan harus berubah haluan untuk bergabung dan mendukung Prabowo sebagai calon Presiden. Di sisi lain kubu Anies Baswedan untuk sementara waktu diam sambil menunggu momentum. Kita menyaksikan juga bahwa putra Presiden Jokowi, Gibran Walikota Solo hadir dalam kegiatan yang diselengggarakan oleh PSI.
Riuhnya politik turut meresahkan masyarakat. Tetapi sebagian acuh tak acuh. Itulah politik. Semakin ke sini semakin jelas bahwa politik zaman sekarang ada semata-mata untuk merebut kekuasaan dan berjuang mempertahankannya bagi yang ingin berkuasa lagi. Tidak mengherankan jikalau terjadi benturan dan aksi-aksi politis yang kadang tidak manusiawi. Asalkan bisa berkuasa, segala cara dilakukan.
Sudah sekian lama AHY menunggu kepastian dari Anies Baswedan. Tetapi nyatanya berujung patah hati. Anies Baswedan kedatangan tamu baru yang menggiurkan serta membawa dampak elektabilitas. Dia adalah Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Kehadiran Cak Imin bukan tanpa alasan. Partai pengusung Anies yaitu Nasdem pandai melihat momentum. Ada kesempatan yang indah tatkala Cak Imin belum punya gandengan. Secara kebetulan, Cak Imin juga jatuh cinta pada poros yang dibentuk Nasdem.
Pada tahap ini kisah cinta AHY dan Nasdem buyar. Koalisi perubahanpun berantakan. Hanya PKS yang tetap setia. Walaupun sesungguhnya PKS setengah hati untuk setia karena mereka tidak mau berjalan sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain. PKS pasti ditolak kubu Prabowo apalagi poros Megawati.
Anies-Imin bersatu. Tim 8 koalisi perubahan bubar digantikan oleh Badan Pekerja Anies-Imin (Baja Amin). Pada saat yang sama demokrat mencari pelabuhan baru. Demokrat dibawa komando AHY dan atas arahan SBY mendekatkan diri kepada poros Prabowo. Demokrat harus berkoalisi dengan partai lain. Kalau tidak, sesuai aturan undang-undang pemilu, mereka tidak dapat mengikuti pemilu selanjutnya apabila pemilu kali ini tidak mengusung atau mendukung pasangan tertentu. Demokrat tahu benar konsenkuensi tersebut. Dengan nada memelas, demokrat menyatukan diri dengan poros prabowo. Di sisi lain, AHY pernah juga dikunjungi Puan Maharani anak Megawati selaku ketua PDIP. Kali ini PDIP bukan diacuhkan tetapi jika bergabungnya demokrat dengan poros Prabowo tidak menemui titik terang yang menguntungkan maka bisa jadi berubah haluan lagi. Jika benar seperti itu, kasihan betul nasib demokrat.
Jokowi adalah Presiden 2 periode. Tentu saja kiprahnya dalam berpolitik sudah matang dan dewasa. Beliau tidak lagi memposisikan diri sebagai follower tetapi hendak menjadi trandsetter. Jokowi bukan politisi karbitan. Oleh karena itu dia mau menjadi kingmaker yang menjadi penentu arah dukungan dan pasangan calon yang diusung. Jika kita amati dengan cermat, Jokowi sedang berdiri di dua kaki karena masih sebagai Presiden yang diusung PDIP. Namun di sisi lain Jokowi sedang bermain catur politik untuk menentukan siapa yang harus didukungnya. Perkiraan saya, Jokowi sedang mengarahkan dirinya ke kubu Prabowo. Kita ingat dengan baik beberapa momentum berikut ini.
Pertama, PSI mendeklarasikan diri untuk mendukung Prabowo. Kita tahu bahwa sebelumnya PSI berada di gerbong yang sama dengan PDIP. Tetapi kali ini berubah haluan.
Kedua, Budiman Sujadmiko sebagai tokoh muda berpengaruh di PDIP juga menyatakan dukungannnya kepada Prabowo. Pada saat acara Kopdarnas PSI, yang hadir saat itu adalah Gibran Walikota Solo sekaligus anak Jokowi dan Budiman Sudjatmiko. Gibran dan Budiman sebenarnya memberikan petunjuk bahwa mereka berada di gerbong yang sama walalupun masih samar-samar terutama Gibran.Ketiga, Kaesang Putra Jokowi juga bergabung dengan PSI bahkan diangkat sebagai ketua umum. Bergabungnya Kaesang ke PSI menjadi tanda yang kuat bahwa barisan Jokowi berada di PSI dan siap mendukung Prabowo. Lalu bagaimana dengan ganjar dan PDIP?
Jokowi meminta kepada PDIP agar Ganjar dan Prabowo maju bersama. Hanya saja PDIP berkeberatan apabila Ganjar sebagai Wakilnya Prabowo. Rencana inipun pupus dan semakin menguatkan Jokowi untuk berpihak kepada Prabowo. Yang masih kita tunggu kejelasannya adalah putusan Mahkama Konstitusi (MK) tentang batasan usia pencapresan. Putusan tersebut akan memberikan efek politik tersendiri. Jika dikabulkan, Gibran siap menggandeng Pak Prabowo di pemilu 2024.
Inilah fakta politik yang sedang kita ahdapi sekarang. Masih ingat panasnya perseteruan kubu Jokowi dan Prabowo pada saat dua kali pemilu sebelumnya? Jika mengingat hal tersebut agak sulit dipercaya jika Jokowi mendukung Prabowo. Saya tercengang tatkala Jokowi mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan Sandiaga Uno sebagai menteri juga. Betapa dinamisnya politik. Oleh karena itu jangan terbawa emosi (Baper) ketika pelaksanaan pemilu. Sebagai rakyat, tugas kita adalah memilih pilihan yang terbaik.