Lihat ke Halaman Asli

Ibu-ibu Inspiratif

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jadi ingin menulis para ibu yang inspiratif dalam hidupku, walaupun hari ini bukan hari ibu!

Kutahu dalam perjalanan hidup, kita akan bertemu sosok-sosok luar biasa yang akan menginspirasi dan mempengaruhi kepribadian kita, seperti ibu-ibu yang kuceritakan berikut.

Mamaku, ibu pertama yang kutemui dalam hidup, adalah seorang wanita tangguh, ulet dan antusias belajar sesuatu yang baru. Tiap hari mama harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri seperti ibu-ibu lain tanpa pembantu. Memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengurus anak-suami dan masih menjahit pesanan baju-baju dari teman beliau. Pesanan itu selalu menggunung, karena selain ongkosnya tidak mahal, kata teman-teman mama yang pintar-pintar merayu itu, jahitan mama enak dipakai. Layaknya seorang manajer, mama punya jadwal yang harus diikuti dan target yang ingin dicapai. Mama akan menghitung berapa jam yang ia miliki untuk mengerjakan sesuatu, lalu mengerjakannya tanpa kenal lelah sampai selesai. Kurasa mama memang suka menyibukkan diri melakukan hobi menjahitnya, daripada mendapatkan uangnya sendiri. Kata mama, tiap ada yang memberikan 'tantangan baru' berupa model jahitan tidak lazim atau yang belum pernah mama buat, maka mama tidak akan pernah berhenti sampai berhasil membuatnya. Workaholik juga, gleks!

Ibu Susi Rumantir adalah ibu inspiratif kedua dalam hidupku. Beliau adalah guru les saat diriku di SMA. Ibu cantik dan pintar bersuamikan dokter syaraf terkenal di Pekanbaru, selalu percaya kalau aku pasti bisa mengerjakan soal Fisika dan Matematika! Aku boleh datang kapan saja untuk belajar. Yang penting aku berada di sana, mengatur sendiri apa yang ingin kukerjakan, lalu bertanya kalau ada masalah dan dapat nilai bagus saat ulangan. Beliau selalu siap sedia menerangkan teori-teori yang tidak kupahami. Menjadi seorang ibu bagi puluhan siswa didiknya setiap siang adalah hobi terbesarnya. Bu Susi pasti mengetahui prinsip mengajar dengan baik. Kami tidak dipaksa belajar di sana, tetapi diajak belajar. Siswa boleh mengerjakan pe-er sambil bersenda gurau, tetapi semua pekerjaan hari itu selesai. Banyak anak didiknya sukses saat masuk perguruan tinggi. Padahal les ini hanya tambahan di luar sekolah, tetapi manfaatnya sangat besar mendukung kesuksesan kami di sekolah. Aku merasa kagum pada bu Susi karena berhasil mengubahku menjadi seseorang yang mandiri dan disiplin dalam belajar.

Ibu Endang Tantrawati ST MT, adalah ibu ketiga yang menginspirasi hidupku. Ibu yang lemah-lembut ini adalah dosenku di Teknik Sipil UII, Yogyakarta. Biarpun lembut, ibu Endang sangat pintar mengajar. Tiap teori langsung diaplikasikan dalam contoh soal. Ibu tidak segan-segan menyuruh kami maju ke depan untuk menyelesaikan hitungan di papan tulis. Jika salah, ibu mengajak kita semua membantu dan memikirkannya. Kita jadi senang karena bisa berpartisipasi dalam perkuliahan. Cara mengajar ibu Endang itu lalu kupakai saat mengajar mahasiswa dengan mata kuliah yang sama.

Mrs Caroline Bentley, guru kursus Bahasa Inggris yang kutemui saat di Denpasar, Bali, asli dari negara Ratu Elizabeth. Aku terkesan dengan rapinya cara Caroline mengajar. Selalu penuh perencanaan dengan outcome/output yang jelas. Caroline mengajar kita membuat dictionary pribadi dan mind map untuk membantu kita belajar bahasa. Beliau tidak segan memberi pujian dan hadiah kalau kita berhasil mengerjakan sesuatu dengan baik. Beliau menyediakan waktu satu jam tiap minggu untuk berdiskusi secara individual tentang kemajuan studi kita. Aku selalu mendapatkan umpan balik yang sangat membantuku belajar bahasa dari Caroline. Cara mengajar yang penuh persiapan dan selalu 'ada' kapanpun saat dibutuhkan, menjadi contoh utamaku dalam bekerja.

Aku bertemu ibu Prof Titania Nugroho MSi saat beliau mengetuai seminar penulisan jurnal ilmiah di kampus. Beliau bertubuh mungil, tapi berkharisma besar. Sikapnya selalu riang gembira dan positif membuat kita ikut-ikutan ceria di samping beliau. Saat beliau menawarkanku untuk bekerja di Jurnal Lembaga Penelitian yang sedang dipimpin beliau, aku langsung gembira karena berpeluang besar belajar banyak dari beliau. Ibu Titania tidak pernah marah kalau aku terlambat atau salah. Beliau rajin memberikan semangat melalui bincang-bincang singkat saat aku bertemu di ruangan beliau. Ibu Titania sangat pintar menulis tulisan ilmiah. Apapun yang beliau tuliskan, sepertinya sedang diceritakan sendiri oleh beliau di depanku dan sama sekali tidak membosankan. Walaupun pernah sakit keras, ibu tidak mau penderitaannya diketahui orang dan malah sempat-sempatnya memimpin rapat di rumahnya. Bukan main, semangat juang bu Tita ini!

Prof Suminar S Achmadi, yang diperkenalkan oleh ibu Titania menjadi sosok inspiratif berikutnya. Bagi kami, para dosen wanita muda, berbagai bimbingan dan teladan dari dosen senior selalu menjadi sesuatu yang kami harapkan. Ibu Suminar tidak jaim atau berlagaknya seperti seorang profesor dan selalu ingat siapa-siapa saja yang dikenalnya. Aku ingat pesan bu Suminar, agar aku berjuang pergi studi lanjut agar dapat belajar meneliti dengan baik dan menimba pengalaman sebanyak-banyaknya. Aku berterima kasih pada ibu Suminar yang meyakini bahwa aku pasti bisa studi lanjut. Aku mendengar beliau berkata yang sama kepada temanku. Beliau seperti sosok ibu yang tulus mengayomi dan bisa membesarkan hati 'putri-putri'nya. Hmmh...

Tak terasa, saat studi lanjut beneran, aku bertemu sosok inspiratif yang dikirimkan Allah lewat Kompasiana. Bu Pipiet Senja, novelis terkenal di Indonesia yang pernah kutemui saat beliau datang ke Pekanbaru sebagai tamu FLP Riau. Ibu Pipiet kalau berbicara lugas, lucu (masya Allah) dan 'cucuk' kata orang Jawa, saat itu tidak berani kudekati. Konon kata Kang Irfan, "kita mesti ati-ati ma bu Pipiet. Nanti bisa dijadikan topik cerpen," hehehe... Alhamdulillah, saat ini aku bisa dekat dengan beliau melalui karya-karya beliau di Kompasiana ini. Maaf loh bu, bukannya ga mau beli buku-buku ibu, tapi karena keterbatasanku mendapatkan koleksi bukunya. Layaknya seorang penulis kawakan, bu Pipiet menulis karya-karyanya dengan pengalaman hidup dan pengamatan beliau yang sarat moral dan pesannya. Aku pribadi, mencintai tulisan-tulisan indah penuh hikmah. Di saat diriku semakin lemah karena lelah berjuang, tak disangka beliau yang sedang sakit parah, malah lebih keras lagi berjuang menulis dan bercerita untuk menyampaikan hikmah-hikmah terpendam. Subhanallah, bu Pipiet... memang betapa mulianya pekerjaan ibu!

Saat menulis ini, baru kusadari betapa indahnya sosok-sosok inspiratif yang mewarnai kepribadianku selama ini.

Terima kasih wahai bunda-bundaku, dari seorang Monita yang sedang berjuang keras supaya bisa sama berbaktinya pada umat, seperti anda-anda semua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline