Mungkin belum banyak orang mengetahui sahabat Gus Dur ini. Dia adalah seorang pria keturunan Yahudi, yang menjadi pemimpin komunitas Yahudi di Indonesia di masa hidupnya. Saya menemui sahabat Gus Dur ini tahun 2012 silam. Menurut Pak Yan, begitu saya memanggilnya, perkenalannya dengan Gus Dur terjadi di Pujon, Malang. Pertemuan demi pertemuan merekatkan keduanya. "Gus Dur sering main ke rumah saya," ujar Pak Yan.
Dari foto-foto yang diperlihatkan oleh Pak Yan, saya sangat suka melihat foto Gus Dur berjalan kaki dengan Pak Yan. Gus Dur muda menenteng jasnya. Menurut Pak Yan, foto kebanggaannya ini berlokasi di Tel Aviv, Israel. Di rumah Pak Yan di Bekasi, sebuah lukisan dari foto tersebut dipajang di ruang tamu.
Dari foto pula, kita mendapat gambaran kedekatan keduanya yang melampaui diri mereka sendiri. Dalam sebuah foto, terlihat keluarga Gus Dur berpose bersama keluarga Pak Yan beserta keluarganya saat mereka berlibur di luar negeri (Pak Yan menyebut nama negaranya). Kala itu Gus Dur dan Bu Shinta bersama anak-anak yang masih belia. Mbak Yenny pun belum berkerudung.
Saya yakin Gus Dur yang humoris, pasti sering bercanda dengan sahabatnya ini. Salah satu foto memperlihatkan ketika keduanya tertawa bersama.
Sepertinya Pak Yan dan Gus Dur kerap bepergian bersama hingga ke luar Indonesia. Pak Yan mengaku mengajak Gus Dur ke Belanda. "Dia naik sepeda dengan aku. Dia bisa naik sepeda ya," tutur Pak Yan. Keduanya berada di Belanda karena Gus Dur meminta pertolongan Pak Yan untuk mempertemukan dengan seorang dari Kerajaan Kuwait (nama ada pada saya). Pak Yan mengurus pertemuan tersebut dan mengatur pertemuan di Belanda. Selama di Belanda, mereka kerap bersepeda bersama, berdiskusi dan tertawa sampai air mata keluar. Selain mempertemukan dengan orang Kerajaan Kuwait itu, dari foto-foto yang lain, ada beberapa tamu dari luar negeri yang juga bertemu Gus Dur atas peran Pak Yan. Salah satu foto yang saya peroleh adalah pertemuan dengan Presiden Israel periode 2000-2007 Moshe Katzav, seorang Yahudi kelahiran Iran.
Pak Yan tidak memanggil Gus Dur dengan sapaan "Gus Dur" melainkan "Wahid" karena baginya Gus Dur adalah "nomor satu." Sejak lama, Pak Yan sering berkata kepada Gus Dur bahwa ia akan menjadi Presiden Indonesia suatu saat nanti. "Dia (Gus Dur) berpikir, you are joking, tidak mungkin! Hari ketiga dia jadi presiden, beliau dateng ke rumah aku. Kita celebrate bareng, padahal aku tinggal di rumah yang sangat sederhana," cerita Pak Yan.
Saat saya bertemu Pak Yan, Pak Yan mengundang adik Gus Dur Ibu Lily Wahid untuk mengonfirmasikan kebenaran ceritanya. Bu Lily berkata, "Jauh sebelum jadi presiden, mereka sudah bersahabat bareng-bareng, sampai jadi presiden. Mereka sudah ke Spain (Spanyol), Portugal. Saya pikir ya Pak Iyan (Bu Lily menyebutnya Iyan) sampai sekarang masih sayang sama Gus Dur. Jadi memang saya pikir ada sebuah hubungan dari hati ke hati yang kadang ngga bisa kita mengerti ya...., bisa sedekat itu."
Ketika saya bertanya kepada Pak Yan, "Apa yang paling berkesan dari seorang Gus Dur?" Pak Yan menjawab, "Aku masih ingat waktu di Brussel, ada interview dengan Foundation di European Union selama dua jam. Lantas tiba-tiba dia bilang, "Excuse me would you move the board?" Dia (Gus Dur) dari jauh bisa lihat. Dia punya memori seperti gajah, dia tidak lupa, dia ingat. Luar biasa orang itu. Gus Dur benar-benar Superman ya untuk aku. Gimana aja dia bisa jawab."
Salah satu media di Indonesia menyebut Pak Yan sebagai salah satu tokoh komunitas Yahudi di Indonesia. Ketika Pak Yan meninggal dunia (kembali kepada Elohim), sebuah berita pendek dituliskan. Kedua orang tokoh bagi agamanya masing-masing ini berhasil menunjukkan keampuhan persahabatan mereka yang mendobrak sekat-sekat antar agama. Meski keduanya telah tiada, namun warisan "kisah" yang mereka tinggalkan semoga dapat menginspirasi []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H