Lihat ke Halaman Asli

Monique Rijkers

TERVERIFIKASI

Lolos dari Hukuman Mati Berkat Yap Thiam Hien, Sang Pengacara Ulung dan Pembela HAM

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini di Indonesia sedang hangat membicarakan tentang hukuman mati. Indonesia memang masih memberlakukan hukuman mati. Di pihak lain warga negara Indonesia sendiri banyak pula yang dijatuhi hukuman mati di negara lain. Sesungguhnya, bagi saya, hukuman mati adalah sebuah putusan yang aneh. Bagaimana mungkin produk hukum memerintahkan pembunuhan, pembunuhan yang ditentang oleh hukum itu sendiri? Belum lagi jika kita menggunakan ukuran hak asasi manusia, tentu saja semua manusia berhak hidup, bukan berhak dijatuhi vonis kematian. Salah satu tokoh hak asasi manusia yang patut dikenal sebagai orang yang menolak hukuman mati adalah Yap Thiam Hien. Yap Thiam Hien  adalah sosok advokat yang humanis, pembela keadilan dan kemanusiaan. Pria keturunan Tionghoa ini tak pernah memilih-milih klien yang akan dibelanya. Sudah banyak tulisan yang menceritakan Yap Thiam Hien membela bekas perdana menteri Soebandrio dan meminta pembebasan tahanan politik PKI. Tetapi tak ada yang tahu pengalaman Yap Thiam Hien membela seorang pembunuh yang dijatuhi hukuman mati. Kisah Yap Thiam Hien ini diceritakan langsung oleh Pak Jaka yang lolos dari hukuman mati berkat pembelaan Yap Thiam Hien kepada Monique Rijkers.

“Saya ketemu dengan Yap Thiam itu tahun”66. Saat itu saya dalam posisi tuntutan hukum mati. Beliau ini datang ke penjara Salemba membawa koran, majalah dan menunjukkan kepada saya, bahwa dia tertarik dengan kasus saya,” Pak Jaka berbicara perlahan, mengenang kembali awal pertemuannya dengan Yap Thiam Hien. “Saya Yap Thiam Hien, dia memperkenalkan diri,” kata Pak Jaka. “Saya Yap Thiam Hien, pengacara.” Paka Jaka mengaku pada saat itu, dia tidak mengenal siapa itu Yap Thiam Hien.

Kehadiran Yap Thiam Hien secara tiba-tiba itu dianggap Pak Jaka sangat luar biasa. Satu kalimat keluar dari mulut Yap Thiam Hien, “Tolong, jelaskan persoalannya, saya akan bela saudara sampai di mana pun juga.” Saat itu kasus Pak Jaka sudah sekitar 50 kali siding tetapi belum diputus karena berkas perkara sempat hilang. Karena untuk membuat berkas baru itulah maka Pak Jaka diperiksa ulang dan disidang dengan hasil tetap dihukum mati. Pak Jaka mengakui tuduhan yang dialamatkan pada dirinya adalah pembunuhan (potong orang). “Saya dituduh melakukan pembunuhan segala macam itu, dalam hal ini saya merasa tidak karena tidak ada bukti, tidak ada saksi, visum dokter tidak ada sehingga saya mungkir (=tidak mengakui).” Akhirnya setelah 69 kali sidang baru ada kepastian hukum bahwa tidak ada bukti, saksi, visum dokter yang memberatkan Pak Jaka sehingga ia dibebaskan dari hukuman mati namun tetap dipenjara selama 20 tahun. Meski sudah mendapat hukuman penjara saja, Yap Thiam Hien tetap memperjuangkan hukuman yang lebih ringan bagi Pak Jaka sehingga jumlah tahun hukuman turun terus dari 20 ke 18 lalu ke 10 dan Yap Thiam Hien baru setuju di angka hukuman 5 tahun. Setelah 5 tahun penjara, Pak Jaka pun bebas.

Kegigihan Yap Thiam Hien memperjuangkan pembebasan Pak Jaka membuat Pak Jaka heran. “Kalau saya lihat sekarang ini, tidak ada orang yang seperti Yap. Contoh kasus Tibo Cs (kasus Poso), kita tidak berhasil membebaskan mereka. Kalau saja waktu itu pengacara kita ini ada yang seperti Yap, saya yakin bahwa hukuman mati tidak akan terjadi. Orang ini (Yap Thiam Hien) betul-betul membela kebenaran. Ya, memang bahwa sekarang ini pengacara hebat banyak tetapi untuk yang betul-betul mau membela seperti Yap Thiam Hien ini belum ada.”

Yap Thiam Hien bukan sekadar menjadi pengacara yang membela kliennya di ruang sidang. Ia juga menjalin hubungan dengan Pak Jaka. Saban Minggu, Yap Thiam Hien datang mengunjungi Pak Jaka. “Jaka, kamu sabar. Kamu akan bebas. Kamu jangan berontak, jangan sampai melakukan sesuatu yang melanggar hukum”, Pak Jaka menirukan kata-kata yang diucapkan Yap Thiam Hien setiap bertemu pada hari Minggu. Pak Jaka menyatakan setelah ia bebas, Yap Thiam Hien memintanya untuk datang ke kantornya. Di kantor itu, Yap Thiam Hien membuat memo dan Pak Jaka mengantarkan memo tersebut. “Ternyata saya disuruh kerja”, ujar Pak Jaka. Pekerjaan sebagai satpam itu ditolak oleh Pak Jaka karena ia takut mudah tersulut emosi karena baru lepas dari penjara. Yap Thiam Hien kerap mendatanginya untuk mengetahui kehadiran Pak Jaka. Usai berhenti sebagai satpam, Yap Thiam Hien tidak kapok dan patah semangat, ia tetap mencarikan pekerjaan termasuk membuatkan paspor agar Pak Jaka bisa bekerja di kapal. Setelah paspor jadi, Pak Jaka tidak berangkat juga. Pak Jaka mengakui, Yap Thiam Hien tidak hanya membela dirinya agar lepas dari hukuman mati, di luar penjara pun Yap Thiam Hienmasih memperhatikan Pak Jaka. “Sangat luar biasa, belum pernah saya bertemu seorang pengacara yang seperti dia.”

Usai hubungan yang baik itu, Pak Jaka menyatakan ia pernah mendengar rumah Yap Thiam Hien ditembaki orang tak dikenal, maka ia pun menawarkan diri menjaganya namun ditolak oleh Yap Thiam Hien. “Untuk membalas jasanya, hanya kematian dan penjara itu aja waktu itu. Dia sudah melepaskan saya dari kematian, dari hukuman mati. Sidang lima tahun dijalani terus. Ini luar biasa!,” Pak Jaka tersenyum lebar dan kali ini ia yakin betul bahwa ia sungguh beruntung masih bisa diberi kesempatan hidup. Karena hidup ini begitu berharga.[]

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948) menyatakan adalah hak setiap individu untuk tidak dicabut hak hidupnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline