Lihat ke Halaman Asli

Monika Yulando Putri

Analis. Blogger. Traveler

Seni Mencintai Diri di Era Digital

Diperbarui: 15 Februari 2023   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencintai diri sendiri bisa dilakukan dengan cara tak membandingkan diri dengan orang lain. Sumber: Kompas.com

Cantik, kaya, dan terkenal. Sulli sedang berada di puncak kariernya sebagai salah satu aktris dan penyanyi papan atas Korea Selatan ketika ia mengakhiri hidupnya pada Oktober 2019 silam. Beberapa waktu sebelumnya, Sulli memperoleh hujatan secara masif melalui akun media sosialnya. Perundungan dunia maya (cyberbullying) diyakini menjadi salah satu penyebab depresi yang memicu Sulli melakukan bunuh diri.

Kisah Robin Williams tak kalah pilu. Komedian ternama Hollywood ini melakukan gantung diri di rumahnya pada Agustus 2014 setelah berjuang melawan depresi. Sebelum meninggal, Robin Williams pernah mengatakan, 

I think the saddest people always try their hardest to make people happy because they know what it's like to feel absolutely worthless and they don't want anyone else to feel like that

Di balik sosoknya yang humoris di depan kamera, ia tak bisa menolong dirinya untuk tidak jatuh dalam jurang luka yang teramat dalam.

Kaya dan terkenal, dua kondisi yang rela membuat orang melakukan apa saja di era digital ini. Peribahasa Arab bahkan mengatakan, "Kencingilah sumur zam-zam, niscaya kamu akan terkenal,". 

Artinya tak perlu punya karya untuk diperbicangkan. Maka, ketika media sosial begitu masif seperti saat ini, banyak aksi tak terpuji dilakukan agar viral. Misalnya, sosok Sultan Akhyar di Nusa Tenggara Barat yang membuat konten live Tiktok berupa lansia mandi di lumpur demi memperoleh gifts yang bisa ditukar dengan sejumlah uang.

Photo by Bench Accounting on Unsplash   

Dampak negatif internet tak hanya memicu cyberbullying atau dahaga menjadi viral. Dalam buku "The Death of Expertise", Tom Nichols menyebutkan bahwa internet adalah tersangka utama dari perubahan pada masyarakat lantaran internet mengubah cara masyarakat membaca dan berpikir menjadi lebih instan. Internet memungkinkan manusia untuk meyakini hal yang salah lantaran kita akan menemukan argumen pendukung apa pun yang kita yakini, bahkan jika seseorang percaya bahwa bumi itu datar.

Tak dipungkiri, internet mengubah kita. Dalam sebuah publikasi yang dilakukan oleh Journal of Education and Health Promotion (2020) disebutkan bahwa penggunaan internet yang masif di kalangan kaum muda memicu kecemasan, depresi, dan dampak negatif pada kesehatan mental sehingga memengaruhi prestasi akademis.

Internet bagaikan pedang bermata dua. Meski internet memicu berbagai dampak negatif sebagaimana disebutkan di atas, manusia modern tak bisa lepas dari internet yang menghubungkan. Berdasarkan laporan yang dirilis We Are Social, per 2020 terdapat 191 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia.

Maka, menjadi selamat di internet menjadi sebuah seni, bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan penggunaan dan risiko akan terkena 'ranjau' internet. Misalnya, bagaimana agar tak merasa rendah diri ketika teman seangkatan memamerkan gaji dua digit sementara gaji kita masih di kisaran Upah Minimum Regional (UMR). Begitu pula ketika berbagai teman memajang berbagai sertifikat keahlian di LinkedIn sementara tak ada perkembangan berarti dari diri selain berkutat dengan target penjualan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline