Panas terik setelah menempuh Jalan Salib dari istana Ponsius Pilatus, berjala melalui lorong-lorong pasar, para peziarah sampai di Bukit Golgota tempat utuk penyaliban Yesus Kristus. Panas yang terik tidak menyurutkan niat kami untuk merenungi cita Allah tanpa syarat yang maha dasyat.
Kami masuk ke basilica Holy Sepulchre atau biasa disebut Makam Kudus yang ada di Golgota. Kami masuk dengan penuh khidmat. Ya, karena para peziarah sangat banyak maka kami mesti mengantri sampai 2 jam untuk masuk ke makam Yesus yang dijaga ketat bahkan ada peringatan kami tidak boleh memotret didalam makam Yesus, kalau ada yang melanggar maka para peziarah berikutnya tidak diijinkan sehingga demi kepentingan bersama, setiap orang setia mematuhi peraturan dan kalau ada yang terlalu lama didalam makam Yesus Sang penjagapun masuk dan menyuruh peziarah itu keluar.
Ketika memasuki makam Yesus ada getaran yang mengalir hangat diseluruh tubuhku, saya tak kuasa membendung airmata, kubiarkan mengalir deras membasuh rasa syukurku atas penebusan dosa-dosaku dan rahmat-Nya membawaku ditempat ini.
Untuk beberapa saat kubiarkan tubuhku terkulai dimakam itu dalam isak tangis, seandainya saya diijinkan untuk berlama-lama akan kulakukan, namun saya mesti taat pada peraturan. Rasa syukur dalam tangis yang terungkap sambil berulang kali kusebut " Yesus Tuhanku, Oh Yesus Tuhanku Engkau begitu mengasihiku, Oh kekasih jiwaku, ampunilah dosa-dosaku".
Penderitaan, siksaan yang dialami-ya terbayang bagaikan film, darah yang Maha Berharga yang memutihkan dosa-dosaku.Kalau tadi kami memanggul salib, itu tidak seberapa, karena kami pikul 4 orang, tapi Salib asli Yesus merupakan balok besar, kasar yang sekarang bisa di saksikan di Gereja Salib Kudus St Helena di Roma, paku, mahkota duri, menjadi saksi bisu yang melukai Tubuh Tuhan, agar manusia kembali kepada Citranya. Haya Tuhan yang mampu mearik jiwa-jiwa manusia.
Rasa syukur saya tiada henti Tuhan begitu memberkatiku dengan caranya agar saya bisa melihat, menjamah benda dan tempat suci pengurbanan-Nya. Tangis, syukur, pertobatan dan kesadaran yang menyatu, agar sisa hidupku ini menjadi tanda syukur dan berkat bagi sesamaku, itu janjiku dalam hati dan kuniati untuk terwujud dalam hidup ini.
Tubuhku begitu ringan ketika meninggalkan tempat itu, ada getaran cinta yang meringankan langkahku bahwa janji-Nya senantiasa terbukti dan cinta-Nya yang tanpa syarat kurasakan amat kuat.
Itulah pengalamanku yang pertama kali masuk ke makam Yesus, ketika saya mendapat kesempatan yang kedua kalinya, rasa yang sama kualami dan rasa syukur yang amat dalam bahwa saya diperkenankan untuk mengunjunginya lagi, kali ini para peziarah tidak begitu berdesakan seperti 2 hari sebelumnya.