Hari ini tanggal 19 Juli pukul 13.00 WIB diadakan Ekaristi Suci oleh 3 Imam OFM, di Basillica Makam Kudus Yesus, dengan ujud untuk semua orang yang terpapar Covid dan meninggal karena Covid, serta ujud Bangsa Indonesia.
Kita semua lelah dengan segala berita duka yang terjadi selama ini, namun kita masih punya pengharapan pada Allah yang Hidup, sebagaimana dulu dialami oleh para rasul ketika Yesus mati di Salib, seolah semua berakhir, tapi tidak, sesudah 3 hari Yesus bangkit dari kubur.
Di altar Maria Magdalena, yang letaknya didekat makam Yesus, disinilah ketika Magdalena melihat Yesus yang bangkit, Misa suci itu diadakan, denga harapan agar iman kita dikuatkan dan bangkit penuh harapan baru dalam situasi yag tak menentu ini.
Dengan mengikuti Ekaristi secara virtual, ingatanku kembali terkuak akan kenangan ziarah nan penuh rahmat yang kualami di Holy Land, di makam Yesus yang penuh kenangan, imanku dikuatkan. Saya ingin sharingkan kisahku itu.
Dari puncak Golgota kami turun menuju batu marmer tempat jenasah Yesus dibaringkan, batu itu berwarna kemerahan, wangi Narwastu menyebar harumnya sangat mendominasi ruangan dan menambah suasana mesra dalam doa, karena setiap peziarah yang datang mengoleskan dibatu itu, juga mengusap dengan seledang atau kerudung yang dikenakannya, atau meletakan Rosario dan benda-benda suci lainnya untuk diberkati oleh Yesus, ditempat dimana jenazah-Nya pernah diletakkan.
Tempat suci ini mengundang isak tangis bagi para peziarah. Seolah ada magnet yang membuat para peziarah untuk meneteskan air mata, mensyukuri anugerah-Nya dan menangisi dosa-dosa pribadi. Disinilah Bunda Maria dengan hati sekuat baja memangku dan membaringkan tubuh Puteranya yang terkulai tak bernyawa.
Dia tahu siapa Putranya, Dialah Tuhannya yang diwartakan oleh malaekat Gabriel 33 tahun sebelumnya. Dia tahu bahwa Dia Allah, yang menjilma sebagai bayi yang ditatang Simeon yang meramalkan bahwa hatinya akan ditembus tujuh pedang duka. Saat inilah ramalan itu tuntas dialaminya. Tusukan pedang satu persatu melalui peristiwa yang tidak bisa dimengerti oleh nalar manusia terjadi pada Bunda Maria dalam mendampingi Yesus Puteranya, namun Sang Bunda, senantiasa diam menyimpan semua peristiwa didasar lubuk hatinya.
Dari situlah kekuatan imannya mengalir bagai samudera yang bersumber pada lautan rahmat Allah Tritunggal Yang Maha Kudus sebagaimana kita memberi salam kepadanya dalam doa Rosario, Salam Puteri Allah Bapa, Salam Bunda Allah Putera, Salam mempelai Allah Roh Kudus.
Dialah wanita yang kepribadian dan keberadaannya telah digambarkan atau dipatungkan paling banyak didunia ini dan tak ada wanita yang mampu menandinginya, seorang anawin yang sederhana dari Nazareth ini.
Batinku merenungkan keberadaan Sang Bunda, betapa menderitanya seorang ibu yang melihat kematian anak-nya? Saya teringat sewaktu adik saya yang ke 4 meninggal, ibuku tidak sanggup untuk melihat jenazahnya, bahkan tidak pernah sampai hati untuk menjenguk makamnya, sampai 1 tahun kemudian ibuku menyusul meninggalkan kami semua.