Senja makin temaram, ketika kami memasuki "Gereja Segala Bangsa" yang disebut juga " Gereja Sakaratul Maut. Gereja ini ada di Bukit Zaitun, dan sering disebut Taman Getsemani.
Ketika kami masuk gereja, suasananya begitu temaran dengan lampu-lampu yang redup, menambah suasana sendu digereja yang berwarna ungu diseluruh dindingnya.
Tepat didepan altar sebongkah batu marmer yang dipercayai sebagai tempat dimana Yesus berdoa kepada Bapa-Nya, sebelum Dia mengawali penderitaan dan karya penebusan-Nya.
Batu marmer itu dingin jika dipegang nampak mengkilat putih,di ruang gereja nan redup,batu itu disebut " batu sakrat maut ".Batu ini dikelilingi pagar besi yang rendah dalam bentuk lingkaran mahkota duri dan piala.
Di atas batu inilah dalam sakrat mautNya Yesus berdoa kepada BapaNya sambil mengeluarkan keringat darah.
Lantai gereja ini ditiru berdasarkan sisa mosaik yang ditemukan dari zaman Kaisar Teodosius. Suasana ini mengajak para peziarah untuk khusuk dalam doa sebagamana Yesus berdoa kepada Bapa-Nya.
Disini mulailah mezbah penderitaan-Nya digelar, untuk menampung segala dosa manusia, yang akan dipersembahkan kepada Bapa. Dia Sang Anak Domba Allah akan menanggungnya sendiri, sebagai Domba kurban nan penuh cinta tanpa syarat kepada setiap umat-Nya.
Saya jadi teringat sebait doa yang sering kami kidungkan pada malam menjelang Jumat pertama. Dalam tradisi kongregasi SND (Soeurs de Notre Dame) selalu mengadakan "Kala Suci" untuk mengenang kesengsaraan Sang Juru Selamat. Bait lagu dan doa itu demikian bunyinya:
Dimalam jaga pertama
Dikebun Zaitun sunyi
Terdengar swara yang sedih
Seorang yang merintih
Itulah penebus dunia
Yang merekah sengsara
Sedih seribu derita
Slamatkan jiwa kita
Bait lagu itu selalu kami ulang, setiap kami mendoakan dan merenungkan malam menjelang kesengsaraan Yesus. Ketika saya masuk, dan menjamah bongkahan batu tempat Yesus berdoa, saya hanya bisa mengingat dan mengidungkan lagu itu, sementara airmata terus mengalir. Disinilah Tuhanku menjadi Hamba Yahwe, yang taat pada kehendak Bapa-Nya. Dengan lirih Dia berseru :
Bila berkenan ya Bapa
Lewatkan piala ini
Tapi jangan Kehendak- Ku
Jadilah..kehendak-Mu.
Ada getaran yang hangat mengalir diseluruh tubuhku, getaran yang mengingatkan akan cinta-Nya yang murni tanpa syarat, yang mengajakku untuk menapaki jalan kekudusan, perjuangan dan ikut ambil bagian dari salib-Nya.
Terbayang film hidupku, anugerah-Nya luar biasa padaku. Rasa syukur yang tak terkira mengalir dalam doaku, doa batin yang dibalut air mata, tak terucap tanpa kata.
Permenungan dan kesadaran mengenangkan penderitaan-Nya, menguatkan saya untuk menengadahkan tangan memohon rahmat-Nya, agar jika kujumpai salib, saya dikuatkan untuk memanggul-Nya.