Namanya Suntiyah, kebetulan mirip dengan nama ibuku hanya tanpa huruf N, saya biasa memanggilnya Mak Yah, begitu pula para suster dan karyawan biara. Hanya para guru dan karyawan sekolah memangginya Bu Yah. Perawakannya kecil, lincah cekatan dan selalu siap menolong.
Mak Yah sosok perempuan desa yang luwes membawa diri, bisa bergaul pada siapapun. Asalnya dari Sumowono, daerah Bandungan Ambarawa. Seperti para urban lainnya Mak Yah mengadu nasib di Jakarta dan secara kebetulan ditunjukkan oleh tetangga kost untuk melamar kerja di Sekolah Notre Dame.
Mak Yah bergabung di Sekolah Notre Dame sebagai karyawan domestic tanggal 1 Juli 1997, waktu itu usia sekolah kami baru 10 tahun. Tugas Mah yah adalah bersih-bersih Sekolah dan mencuci alat makan, serfet yang digunakan para guru.
Sikapnya yang ramah, murah senyum dan selalu menyapa, kehadiran Mak Yah memang memberi nuansa ceria dan kehangatan pada setiap orang, juga bagi para guru dan karyawan pendatang baru.
Karena dia selalu siap menolong, sering dimintai bantuan oleh para guru untuk membelikan makanan atau apa saja yang dibutuhkan, maklum waktu itu belum ada kantin yang memadai dan cocok makanannya dengan selera para guru.
Mak Yah yang lincah selalu siap melaksanakan tugasnya di TK, SD, pun di SMP dan SMA, sebelum SMP dan SMA memiliki karyawan tersendiri. Meskipun montang-manting alias lari sana sini karena banyak tugas dan permintaan, Mak Yah bisa mengatur waktu dengan baik, termasuk waktu untuk Solat.
Jika kami merayakan HUT RI, Pesta Sekolah, Idul Fitri atau Natalan bersama para karyawan karyawati. Kehadiran Mah Yah selalu menjadi pengghibur bagi kami semua. Betapa tidak, segala lomba dia ikuti bersama para Karla ( Karyawan Lapangan) dan biasanya merekalah yang menjadi pemenang utama.
Jika didaulat untuk menyanyi dan menari, Mak Yah tanpa malu maju kedepan dan mulai melenggang lenggok dengan lagu andalan dalam Bahasa Jawa : Perahu Layar, Lesung Jumengglung, Lumbung Desa, yang tentunya mengundang gelak tawa, bahkan menghipnotis yang lain untuk ikiu menari. Suasana jadi ramai dan hingar bingar.
Dalam hal memberi kata sambutanpun dia sangat Wasis, lancar berani dan mengalir. Sering saya goda : " Mak Yah itu seharusnya jadi Ibu Lurah atau bahkan Bu camat koq " kalau sudah begini dia menyahut : " Ndak Njih to suster dalah keleresan pancen mekaten , namung nasip berkata lain " ( Apa betul ya suster , sesungguhnya demikian tapi nasip berkata lain ) hal itu dikatakan dengan penuh tawa dan canda ria.
Soal kejujuran juga menjadi contoh jitu, kami tidak pernah kehilangan, barang apa yang tercecer selalu ditunjukkan kami atau guru yang bertugas di kelas tersebut. Bahkan jika mendapat uang tip dari orang tua muris Mak Yah selalu bercerita dan memberi tahu kami bahwa dia diberi oleh ibu A, B, C, dia tahu persis ibu tersebut, dan anaknya namanya siapa? Karena di TK atau SD kelas kecil Mak yah selalu membantu anak-anak bila ke WC/ Toilet.
Pertolongan yang tulus tanpa pilih-pilih itulah yang membuat Mak Yah disayang banyak orang tua murid dan selalu mendapat hadiah. Ada peristiwa lucu yang terjadi, kami seluruh guru karyawan dari TK hingga SMA piknik ke Bali, Mak Yah juga ikut.