Pernahkah anda mencicipi oseng-oseng ungker ? ungker atau Enthung adalah kepompong Ulat jati yang kaya akan protein dan bergizi. Bagi orang Blora tidak asing lagi dengan lauk lezat yang satu ini.
Maklum di daerah hutan jati menjelang musim penghujan biasanya daun-daun jati mulai bersemi, ini suatu tanda bahwa musim panen "Kepompong ulat daun Jati" yang berwarna cokelat mirip kulit buah salak. Orang Blora menyebutnya " Ungker " atau " enthung ".
Musim enthung yang hanya terjadi selama 2 bulan yakni pada November-Desember memang selalu dinanti bagi sebagian orang penikmat kuliner unik yang satu ini.
Warga pedesaan yang biasa menjual daun Jati, biasanya juga membawa "Ungker" yang harganya cukup mahal. Penulis mendapat info dari keluarga di Blora, harga ungker saat ini mencapai Rp 150.000,-hingga Rp 185.000,- per kg.
Mungkin mendengar kata Ulat, orang merasa jijik, ngeri, namun jika sudah menghadapinya yang sudah dimasak dan mencobanya, rasa lezatnya nggak ketulungan. Gurih dan kremenyes, bahasa kerennya crispy. Karena mendapatkannya musiman maka harganya mahal.
Bagi yang sungguh kepingin makan ungker, harga mahalpun tidak menjadi soal, karena sensasinya memang luar biasa. Biasanya ungker dimasak oseng-oseng dengan, bawang merah, bawang putih, cabe hijau, pete, tentunya diberi garam, bisa ditambah dengan tomat hijau. Menjadi kuliner yang memang sangat lezat dan bergizi.
Dihidangkan dengan nasi hangat, atau nasi jagung yang lembut. Orang Blora bilang kalau sudah makan kuliner ini rasanya " Linak, Lico, lingo " Lali sanak, lali konco, lali tonggo " ( lupa saudara, lupa teman, lupa tetangga ) saking enaknya.
Di masa kecilku saya paling suka makan kuliner ini, bagiku ini masakan mewah walau dihidangkan hanya dengan nasi, sehingga dapat merasakan lezat dan gurihnya, tanpa tercampur dengan lauk yang lain.
Keluargaku punya banyak langganan yang menjual ungker, karena kami biasa membeli daun jati dan arang, jadi sudah menjadi langganan. Nenekku berjualan aneka nasi pecel, rames, lodeh di depan rumah. Biasa buka jam 05.00 pagi sampai jam 07.00 sudah habis. Disusul ibuku berjualan rujak, pecel, aneka bubur ( ada bubur blowok = sumsun, bubur kacang hijau, dan bubur ketan hitam ) serta kolak. Biasanya sore hari dagangan sudah habis.
Nah ketika nenekku selesai berjualan nasi, aktivitasnya beralih, jualan gorengan, ada pisang, nangka, Cakar Ayam (alias sawutan kelapa muda dicampur dengan terigu), sukun , Godres ( gethuk goreng yang didalamnya ada gula jawanya) Bisa dibayangkan, dapur rumahku asapnya selalu mengepul.
Dari pemasok dagangan nenek dan ibuku inilah saya banyak kenal dengan penjual daun jati, ungker, dan penjual arang, yang biasanya datang dari daerah Kamolan, Klopo Duwur atau bahkan yang lebih jauh yaitu Randu Blatung.