Dongeng di Paido Keneng ( Di cela boleh saja ) demikian kata nenekku sang Ratu dongeng. Ya karena hobi nenekku mendongeng, dari padanyalah saya mengetahui aneka macam dongeng, dari dongeng para Nabi, dongeng keadaan Kraton, Segala macam Ulah Kancil, Kisah pewayangan, Cerita Menak Raden Panji Asmara Bangun dengan Galuh Ayu Dewi Sekar Taji, Jaka Tarup dan tujuh bidadari, serta dongeng lainnya yang tak kalah menarik.
Saya selalu mendapat dongeng menjelang tidur, karena saya selalu tidur bersama nenek, beruntunglah saya yang terwarisi banyak cerita. Yang akan kukisahkan ini adalah "Cerita Jaka Kendil"
Tersebutlah disuatu kerajaan antah berantah yang bernama " Prahmana ", seorang raja yang gagah tersohor, Sang Baginda Raja mempunyai pangeran, Anak Semata wayang yang diberi Nama Randen Bagus Kuda Dara. Sang Pangeran amat elok rupawan dan baik budi, dialah satu satunya pewaris tahta kerajaan Prahmana.
Sayangnya sejak usia 40 hari Kuda Dara ditinggal wafat ibunya( Orang bilang mati kunduran) , meninggal saat melahirkan. Atas usulan patih Sang Rajapun menikah lagi. Bulan terus beranjak dan tahun cepat berlalu, dari Istri kedua ini Sang Raja dikaruniai 3 anak 1 lelaki dan 2 perempuan.
Kuda Dara tumbuh bersama saudara saudari tirinya. Bagi Sang pangeran tidak ada persoalan, dia juga tidak tahu bahwa itu saudara tirinya. Dia memiliki sifat dari ibunya yang belas kasih dan murah hati.
Sering berbagi makanan dengan anak-anak para Abdi Dalem, kalau punya pakaian yang sekiranya tidak cukup, langsung diberikan kepada mereka. Bagi para Anak Abdi dalem, pemberian dari seorang Pangeran adalah berkah.
Tidak demikian dengan sifat ibu tirinya yang selalu membedakan dalam memperlakukan Kuda Dara dengan anak-anaknya sendiri. Sebagai seorang ibu dia berambisi, agar anaknya lelaki yang bernama Balu Kambang diharapkan menjadi raja. Maka dengan segala upaya dia ingin melenyapkan Kuda Dara yang dianggap sebagai pesaing yang tak mungkin dikalahkan, karena dia anak sulung Sang Baginda yang berhak mewaristi tahta Kerajaan.
Setiap kali dia bicara pada baginda selalu menjelekkan dan melaporkan yang negative perbuatan Kuda Dara, lama kelamaan Baginda yang tidak bijak itu terhasut jua.
Kuda Dara tidak merasa bahwa hidupnya dalam bahaya, dia tetap gembira bersama teman-temannya. Sang Pangeran tidak pernah membedakan temannya dari kalangan priyayi atau orang biasa. Menginjak dewasa, Kuda Dara makin rupawan dan menawan.
Dia juga tagkas dalam berlatih Ulah kanuragan sehingga Sang Patih, punggawa raja dan para dayang mengagumi dan menyayanginya.Sang Pangeran paling tidak tahan kalau melihat ketidak adilan atau rakyatnya berkekurangan.
Maka dia sering menolong dan membagikan apa yang dimilikki. Semakin dia disayang para penghuni istana dan rakyat, semakin bencilah hati ibu tirinya. Dengan segala carapun ditempuh.