Masa kanak-kanak
Tuhan telah memanggil aku dengan namaku dan kurasa itu suatu identitas bagiku untuk memikul suatu tanggung jawab,dan itulah identitas panggilanku. Ketika hari Minggu Panggilan tiba, tak jarang serentak disetiap Paroki mengundang para Biarawan, birawati , Imam untuk meramaikan suasana Pekan Panggilan dengan berbagai acara mulai dari talk Show, buka stand pameran dan juga diwawancarai atau bercerita tentang sejarah panggilan.
Dengan waktu kurang tidak lebih lima menit, diminta untuk menceritakan riwayat hidup mulai masuk hingga beberapa tahun hidup dalam biara, tak lepas juga memperkenalkan Ordo atau kongregasinya, mana mungkin bisa komplit?. tapi itu yang sering kali terjadi dan saya alami.
Untuk menceritakan Sejarah Hidup, memang butuh waktu lama, namun pengalaman ber "Demo di altar" merupakan hal yang menantang dan mengasyikkan, setelah setiap kejadian saya refleksikan kembali kadang saya bertanya dalam hati dan hanya bisa manggut-mangut, kok bisa ya saya ngomong 5 menit tapi mencakup sejarah hidup.
Kalau soal lengkap yang pasti tidak lengkap, oleh karena itu bagi para pendengar, yang kadang masih bertanya-tanya tentang riwayat panggilan saya, tulisan ini saya harapkan sebagai jawaban, siapa tahu bisa sedikit memuaskan, lha kalau masih belum puas ya, mari kita duduk bersama dan saya akan cerita dengan catatan kalau ada kesempatan & waktunya lho. Bagi adik-adik remaja puteri, ya datang saja ke biara kami di komplek Sekolah Notre Dame, Jakarta Barat.
Panggilan hidup seseorang adalah suatu misteri, apalagi panggilan hidup relegius, saya merasa tertarik untuk menjadi suster, ketika kelas 2 SD, sewaktu dipilih menjadi malaekat untuk berprosesi, "Sakramen Maha Kudus" dari sekolahku, SD Katolik menuju ke Gereja. Memang menjadi adat dari parokiku, yang dipimpin oleh Para Romo CM ( Congregasi Misi ) dari Itali, setiap Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, selalu diadakan Prosesi ( perarakan ),lewat jalan utama kota.
Saat itu di kotaku Blora belum ada biara Suster, para Suster datang dari Kota Rembang. Para Suster inilah yang mendandani anak-anak kecil yang berperan sebagai malaekat penabur bunga, yang berarak paling depan dalam barisan.
Dari peristiwa itulah benih panggilan muncul, karena saya merasakan kebaikan hati, keramah-tamahan para suster, serasa aku ingin menjadi seperti mereka. Sebagai anak kecil dan dari keluarga Katolik saya aktif juga ikut Bina Iman dan kegiatan menggereja.
Dalam perjalanan waktu, panggilan yang tertanam dihatiku itu timbul dan tenggelam, setelah lulus SD katolik Kridadharma, saya melanjutkan ke SMP Katolik Adi Sucipto.
Sebagai remaja, saya juga senang bergaul dan punya bayak teman bahkan saya punya "gang" yang kuberi nama PENDAWI, karena terdiri 5 remaja puteri, saya bersama teman-teman suka menjelajahi desa-desa sekitar Blora, apalagi kalau musim "Sedekah Desa" ( upacara syukuran yang diadakan masyarakat desa ,bersyukur pada "DEWI SRI" ,( dewi kesuburan) setelah mereka selesai panen padi& palawija, dan itu kami lakukan dengan naik sepeda.