Mengenal Sejarah Tarekat SND = Soure de Notre Dame di Indonesia.
Datang ke tanah Misi
Terang Roh Kudus menyinari hati provincial SND Belanda Sr M. Garcia, setelah menerima tawaran dari Bapak Uskup Purwokerto Mgr. Scumaker yang meminta tenaga suster untuk melayani karya kesehatan dan pendidikan.
Setelah melalui proses doa dan dicerment Sr M. Garcia memanggil dan menawarkan permintaan Bapak Uskup kepada para Suster SND Belanda. Tawaran itu mendapat tanggapan dari ke 5 Suster yang siap sedia untuk menjadi missionarie mereka itu Sr. M. Alfonsina, Sr. M. Reginal, Sr. M. Irma, Sr. M. Godefrida, dan Sr Aldeberta bersedia untuk dikirim ke daerah misi bumi Nusantara yang saat itu dikenal dengan nama Hindia Belanda.
Dengan berkat perutusan dan tanda Salib Kristus mengurapi ke 5 Suster yang masih muda itu untuk Melaju bersampan kasih, meninggalkan provinsi Regina Veginum di Limburg Tegelen, Belanda menuju tempat yang serba baru. Dengan naik Kapal Baluran.
Berbulan-bulan mengarungi samudera, ke 5 Suster itu akhirnya tiba di pelabuhan Batavia 21 November 1934, mereka melanjutkan perjalanan ke kota Batik Pekalongan,di kota inilah karya pertama dimulai, di rumah sakit kecil di desa Bendan para Suster menebarkan kasih Tuhan dalam karya kesehatan.
Dapat dibayangkan, ditempat yang baru segalanya asing dan serba baru, makanan, cuaca yang panas, bahasa, dan segalanya lain sama sekali dengan di daerah asal mereka Belanda, namun semua kesulitan itu tidak menghalangi cinta kasih yang menyembul dari hati yang dikobarkan oleh semangat Kristus, dijiwai oleh kharisma Santa Yulia Billiart ( yang merupakan Ibu Rohani konggregasi SND dan pendiri Kongregasi SND Namur 1804)
Tiba di Indonesia
Misionaris SND pertama ( dok pri )
Dengan semangat ketaatan, kesederhanaan dan kegembiraan serta cinta kasih mereka berusaha untuk hidup dan menyesuaian diri di tempat yang serba baru sebagai putri-putri SND Coesfeld. Tahun demi tahun sesudah itu dikirimlah para Suster misionaris tidak hanya dari provinsi Belanda saja tapi juga dari Provinsi Jerman untuk menangani karya pendidikan di Pekalongan dan Purbalingga.
Dengan kekuatan cinta para suster terus melayani, hingga melebarkan sayap karya di Rumah sakit Kraton di jalan Bengawan 31 ( Sekarang Jln Veteran 31). Menjelang kemerdekaan RI, Para Suster tidak luput dari penganiayaan tentara Jepang, mereka di internir (Penjara), tidak hanya para suster Belanda saja, tapi juga para Suster yang dari Jerman.