Waktu setempat pukul 21: 00 kami masuk Hotel di Sinai, kami membersihkan diri dan persiapan untuk naik Gunung Sinai tepat jam 00. Banyak yang komentar hotel di Sinai berbau unta, dibandingkan Hotel yang kami tempati semasa berziarah memang di sini yang paling sederhana. Di keremangan malam saya melihat ada kolam renang di tengah yang dikelilingi bungalow, tempat kami menginap.
Kami beristirahat sejenak, pukul 23.30 kami yang akan mendaki Sinai melengkapi diri dengan baju hangat layaknya orang yang akan mendaki gunung. Udara sangat dingin menyengat, terasa sampai ke tulang sungsum.
Kami mulai berdoa bersama untuk memulai peziarahan ke Sinai, malam itu disediakan teh dan kopi panas untuk menghangatkan tubuh, setelah itu kami naik bus menuju St Katarina dari Alexandria, ternyata tempat itu adalah biara kontemplatif yang terkenal dengan menyembutnya Sint Katrin. Biara ini ada di awal jalan menuju Sinai kira-kira 30 menit dari hotel dengan naik bus.
Di sini seperti layaknya tempat ziarah lain banyak warung yang menyediakan minuman hangat dan supermie. Kami berbaris mendengarkan dan menurut komando.
Kami yang dari rombongan RAPTIM mendapat Nama Robongan “Habibie”, supaya saling menyapa dan menjawab jika dipanggil agar tidak kehilangan jejak jika ada yang memanggil “Habibie, Raptim Indonesia” maka yang mendengar menjawab kalimat yang sama, maklum begitu banyak rombongan yang juga dari pelbagai tour di Indonesia, dan dari pelbagai Negara. Yang saya ketahui sewaktu bersama-sama naik pesawat ada 5 tour agent dari Indonesia.
Dari depan Biara Santa Katarina Alexandria kami dipanggil satu persatu untuk siap naik Onta. Ini merupakan pengalaman pertamaku menaiki binatang padang gurun yang biasa menyimpan banyak air di tubuhnya, dan dengan ciri baunya yang khas, setelah satu persatu naik kami berjalan beriringan.
Yang menjadi joki Ontaku namanya Mohamed, anak remaja kira-kira 17 tahun usianya. Dia bicara dan memperkenalkan diri padaku dan katanya sudah sering membawa orang Indonesia sampai ke puncak Sinai. Kami berjalan beriringan, dan dilarang untuk menyalakan baterai bila berpapasan dengan Onta.
Malam nan amat sunyi, udara malam yang dingin mengikis, langit benderang ditaburi bintang - bintang. Kartika itu tampak begitu dekat, bergantung dilangit rasanya ingin kupetik saja. Dalam kelamnya malam nan sunyi membawa suasana untuk meditasi. Memang tadi sebelum berangkat kami diingatkan supaya berjaga jangan mengantuk, supaya tidak terjadi sesuatu.
Saya merasa sangat tinggi sekali, dengan menaiki Onta. Pikiranku melayang pada kisah tiga Raja dari Timur yang naik Onta sewaktu dalam perjalanan mencari kota Betlehem.
Malam ini sepanjang jalan sungguh kunikmati untuk memuji Sang Pencipta, untuk bersyukur dan bermazmur akan segala karunia-Nya yang membawaku sampai ketempat besejarah ini aku berdoa Rosario sambil menikmati setiap sentuhan angin malam.
Mohamed dengan bahasa Inggris yang patah-patah, dia bertanya padaku apa saya berjaga? Kujawab :” Ya saya berdoa…”, lalu dia tidak bertanya lagi namun bersenandung kecil sambil menyapa bila ada rekannya yang lewat dari arah yang berlawanan, dari senandung kecilnya, saya dapat menangkap dia anak ceria, mensyukuri anugerah hidup, menjalani pekerjaannya dengan gembira.