Lihat ke Halaman Asli

Menghargai Proses Atau Manusia “Mie” Instan

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita berada di pilihan pertama atau kedua? Sebagai manusia yang menghargai proses atau manusia “ mie” instan yang hanya mau cepatnya saja menikmati hasil. Hampir semua orang pasti akan memilih nomor dua. Untuk apa kita pusing, capek, menunggu lama dan belum tentu bisa melihat hasilnya bagus atau tidak, mending pilihan yang kedua cepat, tepat, sudah ada aturan baku, tertulis dan hasilnya sudah pasti ada dalam sekian waktu.

Bagaimana dengan rasanya? Enak yang mana? Apakah ada kebanggaan, kepuasan, saat menikmati hasil dari suatu proses yang kita lewati, kita perjuangkan, kita usahakan dibanding dengan menikmati hasil proses instan yang tidak tahu buatan siapa dan berlangsung terus tanpa perubahan dengan hasil yang sama?Bagaimana dengan manfaat yang kita terima? Seberapa lama kita bisa menikmati manfaat tersebut?

Hal ini berlaku dalam setiap proses perubahan yang terjadi dalam hidup, apapun bidangnya. Bisa dipercaya bahwa tidak ada proses yang menyenangkan. Dalam proses ada beberapa hal yang kadang tidak bisa kita nikmati dan bahkan menjadikan tahapan-tahapan itu sebuah beban yang selalu kita keluhkan. Menunggu itu membosankan. Membuat suatu terobosan, suatu perubahan besar itu menghabiskan energi, tenaga dan pikirian. Menjadi karyawan baru itu tidak nyaman karena menjadi bahan pembicaraan atau selalu mendapat pelimpahan tugas dari rekannya. Sekolah dari TK sampai dengan S3 atau bahkan profesor itu lama. Menjadiexpert di suatu bidang harus naik turun , lompat sana lompat sini, belajar disana dan belajar disini. Mendirikan bisnis sendiri harus gagal berkali-kali. Membangun rumah tangga hingga pesta perak 50 tahun pernikahan dengan satu pasangan hidup yang sama pun akan banyak ujian. Banyak goda dunia yang menggiurkan, apalagi kalau pasangan menjadi kelihatan karakter aslinya, menyebalkan, tidak seperti saat pertama bertemu yang selalu mempesona. Atau sudah diatas 40 tahun mungkin yang kadang jadi bahan becandaan para bapak “ Karena usiamu sudah 40tahun, boleh ngga ma saya tukar dengan yang 20 tahun’ an”…Hehe…Maunya!!

Bahkan menantikan lahirnya buah hati harus juga menunggu selama 9 bulan dengan proses yang “harus menyiksa” tubuh si ibu atau harus menunggu sampai dengan beberapa tahun. Keinginan untuk menjadikan si anak penerus bisnis keluarga, ingin menjadikan anak dengan karier bagus harus membimbing sekian puluh tahun dengan karakter anak yang tentu beda dengan apa yang kita punya. Kalau memang si anak itu penurut seperti mamanya atau malah pemberontak seperti papanya atau kebalikannya (contoh). Itu pun pasti membutuhkan usaha dan kasih sayang yang luar biasa.

Jadi sebenarnya proses itu sesuatu urutan kejadian yang akan kita lewati untuk mencapai hasil yang lebih baik melalui beberapa rangkaian tahapan seperti waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lain seperti menumbuhkan semangat, kesabaran dan kepercayaan. Tidak semua orang bisa memahami sebuah proses bahkan menerimanya. Kepentingan, pola pikir dan konsep setiap pribadi tidak sama namun setidaknya bila kita bisa melihat tujuan akhir yang akan dicapai, kita bisa melihat sedikit banyak tahapan proses apa yang akan dilalui, bagaimana kita harus bersikap dan apa yang bisa kita berikan.

Salah satu hal yang menjadi perhatian saat ini dalam suatu proses adalah perubahan besar-besaran dalam tata kelola pemerintahan bangsa Indonesia. Luar biasa reaksi berbagai kalangan yang didongkrak dari zona nyamannya demi perubahan birokrasi atau tata layanan kepemerintahan yang lebih baik. Perubahan tata kelola gerenasi korupsi mejadi generasi yang bersih. Perlu perjuangan dan keberanian dalam mengupas habis permasalahan ini. Memang tidak mudah menyuruh orang beranjak dari zona nyamannya, secara pribadi saja kalau kita sudah duduk tenang, nyaman, jabatan tinggi, gaji besar dengan kinerja yang sama bertahun-tahun tanpa terobosan, kita tidak akan mau beralih karena muncul rasa malas dengan menghadapi proses yang akan terjadi nanti, belum lagi bila terbukti kita telah melakukan korupsi.

Sebenarnya kita bisa lihat tujuan akhir yang akan dicapai, track record dari seorang pimpinan, adakah penyimpangan tajam atau kejahatan yang pernah dilakukan, proses perkembangan yang sudah dilakukan selama ini, seberapa persen hasilnya, sudah dilakukan dimana saja, apa terobosan pembangunannya, bagaimana pola koordinasi yang sudah dilakukan dengan berbagai pihak dan solusi-solusi apa yang yag sudah diambil dalam melhat setiap permasalahan yang ada.

Memang ada pihak yang baik dan selalu ada pihak yang buruk. Ada yang mempunyai kepentingan pribadi, kepentingan kelompok atau hanya menjadi penengah. Namun bagaimana cara merangkul kesemuanya dalam sebuah organisasi dan rencana besar bangsa, itulah yang harus dilakukan dengan baik tanpa saling merugikan atau bahkan menjatuhkan. Menghargai setiap pribadi, melibatkan semua orang, meminimalkan resiko dan yang pasti mempunyai visi misi yang baik, jelas serta terukur.

Tetapi yang terjadi di bangsa kita ini banyak pihak dan masyarakat kurang menghargai sebuah proses. Mereka lebih memilih menjadi manusia “ mie” instan. Setiap tahap, proses sedang dilakukan selalu dianggap sebagai langkah negatif, merusak, menghancurkan, membuat sengsara, bagian dari interfensi negara lain, perubahan sistem kepemerintahan liberal,dll. Memang tidak mudah melihat dengan kacamata positif dan tidak semua orang bisa melakukan hal itu. Melihat sudut pandang dari sisi “helicopter view” itu membutuhkan keahlian, sehingga segala persoalan yang sedang terjadi bisa diselesaikan dengan kepala dingin tanpa menimbulkan perdebatan sengit apalagi mengerahkan anak buah untuk melakukan orasi-orasi dengan berbagai tuntutan tidak jelas. Sumbang saran, pengawasan dan campur tangan dari semua kalangan pasti diperlukan demi tujuan yang lebih baik. Setiap proses pasti akan ada ketidaknyamanan, tapi apabila berhasil dilewati dengan dewasa dan bijaksana serta berusaha pasti akan membuahkan hasil yang memuaskan.

Jadi kita termasuk manusia yang mana? Menghargai proses atau manusia “mie”instan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline