Pemberontakan di Myanmar yang mencuat pada awal 2021 menjadi sorotan dunia karena gerakan massa yang menentang kudeta militer. Latar belakang pemberontakan ini melibatkan sejarah panjang konflik etnis dan politik di Myanmar.
Disusul dengan junta militer Myanmar yang secara tiba-tiba mengambil alih kendali dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, sehingga memicu gelombang protes dan perlawanan rakyat.
Penyebab utama pemberontakan ini mencakup penolakan terhadap kembalinya rezim militer, tuntutan untuk pemulihan demokrasi, dan aspirasi untuk hak asasi manusia serta kebebasan sipil.
Perlawanan rakyat, terutama melalui penggunaan media sosial, menjadi pendorong kuat dalam membangkitkan kesadaran internasional dan menggambarkan semangat keberanian rakyat Myanmar yang berjuang untuk keadilan dan kebebasan.
Para demonstran dan kelompok pemberontak di Myanmar telah menggunakan media sosial untuk mengorganisir, berkomunikasi, dan menyebarkan informasi selama protes anti-kudeta yang dimulai pada Februari 2021.
Mereka menggunakan platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Telegram untuk berbagi dan mengkoordinasikan informasi tentang aksi protes seperti lokasi protes, taktik, dan strategi.
Penggunaan media sosial oleh para demonstran dan kelompok pemberontak di Myanmar telah memainkan peran penting dalam memobilisasi massa dan menyebarkan informasi tentang protes anti-kudeta. Namun, penggunaan media sosial juga berada dalam risiko yang besar karena pemerintah Myanmar telah menggunakan platform tersebut untuk memantau dan menangkap para aktivis.
Pemberontak di Myanmar pun melancarkan strategi kampanye menggunakan media sosial untuk menarik perhatian masyarakat. Beberapa strategi kampanye pemberontak di Myanmar untuk menarik perhatian masyarakat melalui media sosial antara lain:
Mobilisasi Massa Melalui Kampanye Online
Gerakan masyarakat sipil secara online, seperti Milk Tea Alliance, memainkan peran signifikan dalam menyebarkan isu kudeta di Myanmar dan mendorong perjuangan demokrasi di kancah internasional. Gerakan #MilkTeaAlliance itu sendiri menyatukan gerakan anak muda pro-demokrasi di Thailand, Hong Kong, dan Myanmar. Mereka menggunakan media sosial sebagai media penghubung dan melakukan kampanye untuk menarik perhatian masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri.
Penggunaan Simbol dan Ideologi dalam Kampanye