aku tidak suka melihat cara pandang anda padaku! terlalu meyelidik! rasanya bola mata itu ingin sekali keluar dari wajahmu dan mengikuti setiap langkah kakiku. aku hanya menjatuhkan makanan itu. itupun tanpa sengaja! kenapa matamu terlalu berlebihan seperti itu? aku merasa tak nyaman akan pandanganmu, yang seakan-akan aku adalah tersangka utama dalam sebuah kasus pembunuhan. yang korbannya aku cincang seperti daging, aku potong menjadi 4 bagian. dari kepala hingga leher, dari leher hingga perut, dari perut hingga dengkul, hingga potongan terakhir. kemudian aku masukan kedalam kardus, aku ikat dengan tali rapia berwarna kuning kecokelatan dan aku bakar..untuk menghilangkan jejak.. dibalik bilik kau melihatku membakar mayat tua renta itu,, dan hanya kau yang tahu semua itu.. matamu terlihat seperti hendak berbicara pada semua orang, bahwa yang terbakar itu adalah mayat... yang pelakunya adalah aku... ini hanya sebuah roti yang terjatuh,, untuk apa dipermasalahkan??? aku bukan perampok berdasi, yang didalamnya ada uangmu juga melalu pembayaran pajak. aku bukan seorang nara pidana yang kabur dan masih menggunakan seragam loreng-loreng hitam putih. sehingga membuatmu memerlihatkan tatapan seperti itu. disebelahku, berdiri seorang laki-laki yang aku pikir lebih pantas kau pandangi dengan pandanganmu saat ini padaku. rambutnya gondrong bergelombang sebahu, ya terlihat rapih memang dengan ikatan dirambutnya, walaupun hanya menggunakan karet sayur berwarna merah. celananya jeans, yang didengkulnya sobek-sobek... sepatu?? hmmm... aku pikir itu tidak layak disebut sepatu... dia memakainya dengan diinjak belakangnya... berbahan kulit memang, tapi saya perkirakan itu mungkin telah berusia 7 tahun atau mungkin hanya kulit imitasi...sehingga kulitnya pecah-pecah terlihat rapuh. memakai rompi berbahan jeans pula,, sebatang rokok yang singgah dalam mulutnya... dan asapnya tepat keluar didepan lawan bicaranya... tannganya sibuk menghitung uang, yang baru saja ia dapatkan dari orang didepannya... matanya sangat jelih melihat setiap gerakan tangan yang secara pasti menghitung rupiah demi rupiah yang ia dapat... aku pastikan ia biasa melakukan itu! ada lima ribuan, seribuan, sepuluh ribu, pecahan yang paling besar adalah dua puluh ribu... uangnya kumal,, pasti uang itu telah singgah pada tangan 100 ribu orang di Indonesia ini... ahh,, aku tak peduli... yang jelas ia lebih pantas mendapatkan pendangan seperti itu darimu, ketimbang aku.... aku menggunakan kemeja, celana bahan, membawa sebuah tas tangan, aku rapih.. selayaknya orang pulang dari kantor... memakai sepatu berhak setinggi 7 cm. berwarna hitam.. aku memang pulang dar kantor. lalu, kanapa matamu, tak ada habisnya memandang sperti itu? kini aku lihat, kau mulai bergerak kearahku.... kau semakin mendekat... aku semakin heran. apa kau hendak menangkapku...? sebenarnya kenapa aku harus takut? toh, aku tak berbuat apa-apa... tapi matamu! ya... matamu itu! aku beranikan untuk kembali menatap kedua retinamu... semakin mendekat, dan kini kau telah sampai tepat didepan ku,,, semakin aku perhatikan, kini kedua bola matamu telah kembali mundur, sperti tertarik magnet dari dalam... dan kini yang aku rasakan, kau mengela nafas dalam.. dan menghembuskannya tepat didepanku... diakhiri dengan senyuman yang mencerminkan sebuah pelepasan penderitaan yang berkepanjangan... akupun kembali terheran dengan itu semua,, yang aku lakukan hanya membelas senyuman.. diiringi kerutan dikeningku, tepat diantara kedua alisku.. kini, giliran bola mataku yang hendak keluar dan meyelidik setiap detail dalam dirinya.. mengitari tubuhnya, untuk mencari tahu apa ada yang salah pada dirinya... tanpa keluar sepatah katapun, ia memegang tanganku,,dan mengarahkanku pada sebuah sudut taman saat itu.. ingin memerlihatkan sebuah pemandangan... kini mataku mengikuti arahan petunjuk nya untuk memandang,,, terhampar potongan kardus mie yang telah lusuh, aku yakin kardus itu telah basah akibat hujan yang jatuhn seharian dan kembali kering. terduduk sesosok anak berumur kira-kira 3 tahun.. ia hanya memakai celana berwarna putih, ya,, aku pikir lebih tepat disebut cokelat... aku tak tahu, sudah berapa lama celana itu dikenaknnya... atau mungkin, celana itu ia miliki dua, dan hanya itu. ia pakai bergantian,,, dan ia bertelanjang dada, dan hanya diselimuti dengan kain berwarna hijau tua beraksen batik.. ya aku pastikan itu, karena hanya kain itu yang tampak terlihat bersih diantar pemandangan itu... hmmmm... sebenarnya tidak terlalu bersih, hanya lebih baik dari yang lain,, itu mungkin tepatnya. ahh,,,entahlah,,, yang jelas aku masih bingung.. dengan wanita yang berada disebelah kananku ini, yang menunjukan pemandangan yang aku anggap biasa itu. aku memang perihatin akan pemandangan itu, tapi itu sudah biasa berada dikeramaian seperti ini... dan aku hanya tersenyum. kini, wanita disebelahku mengarahkan jarinya pada sosok nenek yang telah renta,,, berjalan tergopoh-gopoh.. terlilit sewet di lehernya.. punggungnya bungkuk... kulitnya keriput... sangat keriput.. matanya terlihat letih mengarungi perjalanan yang ia lakukan... ia terhenti akhirnya, ia mengambil sepotong roti yang telah berada ditanah tercampur oleh debu.... ia berusaha membersihkannya... membuang bagian-bagian pada roti yang telah benar-benar kotor dengan merobek-robeknya secara hati-hati agar bagian yang dapat ia nikmati lebih banyak. kini ia kembali berjalan menuju tempat huniannya,, kembali berjalan dengan tegopoh-gopoh.. dengan membawa secara hati-hati potongan roti itu,, sampailah ia pada hunian berteduhnya... duduk lah ia disamping anak itu, menyuapi potongan roti yang telah ia dapatkan tadi.. secara bergantian, mereka memakan potongan roti itu.. tidak banyak, hanya sapotong roti,,bukan utuh. hanya sedikit, sedikit sekali menurutku.... dan kini wanita itu, mengarahkan telunjuknya pada sebuah keramaian orang.. berkumpul pada titik sentral mencari sebuah kebenaran jawaban dari pertanyaan " ada apa?" laki-laki muda berdasi mengenakan kemeja putih garis-garis biru muda, dengan tas laptop dilengannya... berlari kearah kerumunan itu.. anak-anak berseragam merah putih sekitar 4 orang dan mereka semua adalah perempuan, juga berlari kearah titik sentral itu.. disana sepertinya terdapat sebuah magnet besar yang mampu menarik setiap orang yang melintas... kecuali aku... aku hanya berdiri tegak dan melihat kerumunan orang itu... ternyata, salah... aku merasakan magnet itu menarikku untuk datang bergabung bersatu dengan kerumunan orang itu.. aku melangkah,, langkah pertamaku,,membuat detak jantungku mulai berdetak kencang.. langkah kedua, detak jantungku semakin berdetak kencang... entah kenapa, aku merasakan.. ingin sekali menghentikan langkah kaki ini... tapi aku tak dapat mengelak, ternyata magnet itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat.. menarikku,, .. hanya hitungan detik,,, kini tanpa aku sadari aku telah datang bergabung dengan kerumunan itu... kini, aku telah bersama mereka,, lantas? apa yang harus aku perbuat?? kembalikah? atau terus melanjutkan permainan sang magnet... dan lihat, seperti apa magnet yang telah menarikku tadi??? aku pikir tak penting, aku membalikan badanku.. untuk kembali menjauh dari kerumunan itu,,, tiba-tiba sebuah tangan menarik pergelangan tanganku, menarikku,,, sangat cepat sekali, aku tak dapat memperkirakan berala lama proses itu.. mungkin satu kedipan mata.. mungkin.... dan tiba-tiba.. aku telah berada dimuka magnet yang telah menarikku... darah.. ! darah itu mengalir dari sebuah wadah,,, ya,, itu darah segar,, aku mampu melihat aliran darah itu,, kehangatannya mengalir kedinginnya aspal,,, dan aku berusaha menyelidik,, darah yang keluar dari wadahnya itu? apa??? aku mampu mersakan, detak jantungku berhenti sejenak untuk mengambil nafas sejenak lebih panjang,, aku tak mampu merasakan tanganku..kakiku... tubuhku... aku berharapa mataku kali ini, berhenti sejenak untuk melaksanakan tugasnya... sejenak saja.. aku harap! tergeletak seorang nenek tua renta, keriput.. mengenakan kain sewet kumal,, dililitkan dilehernya... ia tidak menggunakan alas kaki... aku lihat telapak kakinya dilumuri dengan tanah basah.. jarinya memegang erat, sepotong roti.. tepat ditangan kanannya,, ya sepotong roti ... darah itu ternyata keluar dari wadah nenek itu... kepalanya mengeluarkan darah itu... darah yang terus mengalir.. matanya, terpejam.. aku tak mampu mengetahui, apakah ia merasakan sakit ... karena raut wajahnya telah terlumuri oleh darah... aku tak tahu,,, ya aku tak tahu,,, aku hanya bisa mengingat sepotong roti, ya aku lupa.... aku melihat ia memegang sepotong roti.. benar itu roti. sepotong roti... tunggu sebentar...! aku mengembalikan pemandangan yang telah disuguhkan wanita yang menuntunku tadi... kebawah pohon,,, yang terdapat selembar kardus mie.. dan terduduk seorang anak dan neneknya yang sedang menikmati sepotong roti... kini, detak jantungku kembali berhenti sejenak untuk kembali mengambil nafas lebih dalam... kini mataku yang hampir keuluar dari tempatnya... mencari kemana perginya nenek renta itu,,, karena hanya ada anak kecl itu diatas kardus kumal itu... kemana neneknya?? apa dia pergi mencari minum setelah menikmati sepotong roti tadi?? kemana dia??? aku tak melihat bekas roti pada mulut anak kecil itu.. aku tidak melihatnya.. yang aku lihat, bibirnya kering ,,, karena tak ada sesuatu apapun yang datang menghampiri mulutnya..... dan ia hanya duduk sendiri kedatangan nenek renta itu... menanti sepotong roti... untuk ia dan nenek itu.. ya,,, hanya sapotong roti,,bukan utuh. hanya sedikit, sedikit sekali menurutku.... ! Menurutku!! dan aku hanya menjatuhkan makanan itu. itupun tanpa sengaja! kenapa matamu terlalu berlebihan seperti itu? aku merasa tak nyaman akan pandanganmu, yang seakan-akan aku adalah tersangka utama dalam sebuah kasus pembunuhan. -----
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H