[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="sumber : http://www.usindo.org/wp-content/uploads/2013/01/kvk1.png"][/caption] Hampir tidak ada habisnya media di Indonesia terus menerus memberitakan tentang pejabat yang tertangkap tangan melakukan praktek korupsi. Tidak hanya dikalangan pejabat saja, penegak hukum juga tidak luput dari perbutan yang sedang trend di negri kita saat ini. Alangkah tercorengnya nama negri ini hanya karena tindakan orang-orang yang tidak pernah kenyang seperti kalangan koruptor itu.
Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang secara tidak wajar dan non legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Korupsi sangat sukar dihilangkan di negri ini. Hampir semua sisi kehidupan bernegara penuh dengan praktek korupsi. Mulai dari pungutan liar di instansi-instansi pemerintah, perusahaan swasta, kepolisian dan pengadilan. Hampir semua bisa jadi lahan nyaman bagi koruptor.
Dampak perbuatan para koruptor kepada masyarakat sangatlah buruk. Mulai dari pelayanan yang ada di kantor pemerintahan misalnya. Masyarakat tidak dilayani dengan baik jika tidak ada uang sogokan. Begitu juga berbagai perizinan usaha yang tertumpuk sampai mendapatkan tender usaha, seringkali dibarengi dengan uang bawah tangan alias pelicin.
Belum lama terdengar di telinga masyarakat bahwa orang nomor satu di Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Akil Mochtar tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinasnya karena menerima uang suap. Suap itu terkait gugatan pemilukada Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak Banten. Banyak orang tak percaya seorang ketua MK bisa disuap.
Korupsi juga merambah di kepolisian. Yang paling spektakuler adalah korupsi yang melibatkan Inspektur Jendral Djoko Susilo yang saat ditangkap menjabat Gubernur Akademi Kepolisian. Irjen Djoko Susilo terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek simulator ujian surat izin mengemudi roda dua dan roda empat. Djoko juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang selama periode 2003-2012. Perbuatan Djoko mencoreng korps kepolisian, selain namanya sendiri.
Selama ini masyarakat awam telah menyerahkan penuh kepercayaannya kepada aparat penegak hukum, namun yang terjadi adalah masyarakat kecewa dan dikecewakan.
Sampai kapankah masyarakat dibodohi oleh penegak hukum yang sarat dengan korupsi? Siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab untuk menghilangkan perbuatan korupsi di negri ini ?
Untuk menghilangkan budaya korupsi di Indonesia haruslah dimulai dari masyarakatnya sendiri. Kesadaran masyarakat dengan tidak memberikan uang ataupun hadiah dengan tujuan memepermudah segala urusan adalah salah satu bentuk mengurangi tindakan suap-menyuap alias korupsi.
Maka penting ditanamkan bahwa mewujudkan negara bersih dimulai dengan memberantas korupsi dan harus berawal dari diri kita sendiri. Pada saat kita sedang berkendara di jalan tiba-tiba seorang petugas kepolisian datang menghampiri kita untuk memeriksa dan menanyakan kelengkapan surat- surat kendaraan. Ternyata kita lupa membawa Surat Izin Mengemudi ( SIM ) atau Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) seharusnya kita dikenakan hukuman berupa tilang.
Namun kebanyakan masyarakat merasa tidak ada waktu untuk mengikuti persidangan sehingga akhirnya menempuh jalan menyogok petugas kepolisian untuk memperlancar perjalanan kita. Dengan begitu, tanpa disadari, kita telah memelihara koruptor di negeri kita sendiri.
Masyarakat juga seharusnya tidak segan melaporkan tindakan korupsi tersebut ke pihak kepolisian atau ke KPK. Memberantas korupsi adalah tugas kita bersama, bukan tugas pemerintah saja dan pihak pihak yang terkait lainnya.
Korupsi harus diberantas, dia adalah musuh bersama seluruh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H