Lihat ke Halaman Asli

Kompetensi Guru Meningkat karena IHT, Benarkah?

Diperbarui: 9 Juli 2024   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pembelajaran abad 21 menekankan pada pentingnya penguasaan teknologi dan pemanfaatannya dalam pembelajaran. Kehadiran teknologi dalam pembelajaran seolah menjadi media pembelajaran utama yang harus dimanfaatkan guru dalam praktik belajar di kelas bersama peserta didik. 

Ragam media belajar berbasis teknologi dihadirkan oleh sekolah dalam rangka mendukung pembelajaran berbasis IT. Harapannya pembelajaran akan berjalan seolah semakin canggih, hebat dan out of box karena penggunaan dan pemanfaatan teknologi di dalamnya.

Seperti kita tahu bersama bahwa teknologi informasi berkembang begitu pesat, bahkan melampaui kompetensi guru itu sendiri. Kehadiran teknologi canggih yang setiap hari terus bergerak dan berubah, belum mampu diimbangi dengan peningkatan kompetensi yang signifikan.

Dalam beberapa kesempatan saat saya mendampingi beberapa guru peserta pelatihan peningkatan kompetensi, berdasarkan hasil survey di awal kegiatan, rata-rata guru menganggap dirinya telah kompeten, guru professional, mengajar dengan ragam media teknologi up to date, inovatif, kreatif, mampu menghadirkan pembelajaran yang berpihak pada murid, dan kompetensi luar biasa lainnya.

Klaim tersebut bukan tanpa alasan. Dari tujuh pertanyaan sederhana yang saya tampilkan di paparan saat awal kegiatan, peserta memilih opsi a atau b yang merupakan opsi dengan nilai tertinggi.

Artinya, mereka semua yakin bahwa aktivitas belajar yang telah dilakukan selama ini bersama peserta didik di kelas, adalah aktivitas inovatif, kreatif dan menyenangkan, yang bagi mereka semua itu biasa dan merupakan aktivitas sehari-hari.

Kompetensi kita sebagai guru sejatinya sudah tidak ada yang perlu meragukannya lagi. Namun dalam beberapa kesempatan, ada supervisor yang menganggap bahwa guru masih perlu untuk dievaluasi, disupervisi, dilakukan kunjungan kelas saat mengajar. 

Tujuannya sejatinya bukan mencari kesalahan cara guru dalam mengajar, namun memperbaiki bagaimana cara guru tersebut mengajar selama ini. Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya. Naif.

Beberapa teman pernah bercerita kepada saya, saat mereka akan disupervisi oleh pengawas atau kepala sekolah dalam aktitivitas pembelajaran di kelas. Mereka rata-rata merasa gugup, atau dengan bahasa yang lebih ekstrim, "ketakutan" saat akan dilakukan supervisi.

Padahal, di sisi lain, mereka telah mengajar puluhan tahun, pengabdian dan dedikasi, penguasaan konseptual materi pelajaran, kompetensi kognitif, sosial dan kompetensi lainnya, sudah tidak perlu diragukan lagi. Lalu kenapa masih merasa gugup saat akan supervisi?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline